Melihat perkembangan global dan tekanan dari sistem internasional, pertanyaan yang muncul adalah: akankah masyarakat Indonesia perlahan-lahan mengadopsi sistem nama yang lebih sesuai dengan standar global? Kemungkinan itu ada, terutama di kalangan urban dan generasi muda yang sering bepergian ke luar negeri atau bekerja di lingkungan multinasional.
Namun, perubahan ini tentu bukan tanpa resistensi. Nama adalah bagian dari identitas dan budaya yang tidak mudah diganti begitu saja. Perlu pendekatan yang bijak dan inklusif agar perubahan tidak menimbulkan alienasi budaya. Selain itu, pemerintah juga bisa mengambil langkah dengan memberikan edukasi dan opsi administratif bagi mereka yang ingin menyesuaikan struktur nama tanpa kehilangan akar budaya.
Meski belum ada kebijakan nasional yang mewajibkan penambahan nama belakang, banyak orang tua kini mulai menamai anaknya dengan dua atau tiga kata agar tidak mengalami kesulitan di masa depan. Mungkin, inilah awal dari transformasi sistem nama di Indonesia.