Kapanlagi.com - Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., atau yang lebih akrab disapa Prof. Rita, lahir di Yogyakarta pada 6 Juni 1964. Beliau adalah seorang akademisi dan teknokrat yang telah memberikan sumbangsih besar dalam dunia mitigasi bencana di Indonesia.
Sejak November 2017, Prof. Rita memimpin Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebuah posisi strategis yang memperkuat komitmennya dalam menghadapi tantangan bencana.
Sebelum menjabat di BMKG, Prof. Rita juga pernah berperan sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu universitas terkemuka di Indonesia. Keahliannya dalam geologi lingkungan dan mitigasi bencana telah membawanya pada prestasi yang mengesankan di dunia akademis dan penelitian. Gelar Ph.D. dalam Earth Science dari Leeds University, Inggris, berhasil diraihnya pada tahun 1996, menandai awal dari perjalanan cemerlangnya.
Penelitian Prof. Rita, terutama dalam sistem peringatan dini bencana terutama yang berkaitan dengan bencana hidrometeorologis dan tanah longsor telah diakui secara internasional. Berkat dedikasinya, ia telah menerima berbagai penghargaan atas kontribusinya dalam pengurangan risiko bencana.
Tak hanya itu, Prof. Rita juga aktif berkolaborasi dengan berbagai lembaga internasional, seperti Bank Dunia, Japan International Cooperation Agency (JICA), dan British Council. Bersama mereka, ia mengembangkan sistem peringatan dini multi-bahaya yang sangat penting untuk meningkatkan ketahanan hidup masyarakat Indonesia terhadap bencana alam.
Dengan dedikasi dan komitmen yang luar biasa, Prof. Rita terus berupaya menjadikan Indonesia lebih siap menghadapi bencana. Inilah sekilas profil tentang sosok luar biasa yang mengabdikan hidupnya untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, seperti dilansir Kapanlagi.com dari berbagai sumber, Rabu (6/11).
Pendidikan Dwikorita dimulai di SMA Negeri 1 Yogyakarta, sebelum ia melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada dan meraih gelar Sarjana Teknik Geologi pada tahun 1988. Namun, semangat belajarnya tak terbendung; ia terbang ke Leeds University di Inggris untuk mendalami Engineering Geology, dan berhasil meraih gelar Master pada 1992 serta gelar Ph.D. pada 1996.
Dengan pengetahuan mendalam di bidang geologi, Dwikorita tak hanya menjadi akademisi, tetapi juga arsitek solusi nyata untuk mitigasi bencana. Kariernya dimulai sebagai dosen di UGM, yang kemudian membawanya menjabat sebagai Rektor UGM dari 2014 hingga 2017.
Dalam perannya itu, ia memimpin universitas terbesar di Indonesia, dengan lebih dari 55.000 mahasiswa, dan memperkuat program penelitian serta pengembangan di bidang mitigasi bencana dan geologi.
Dwikorita telah menjadi pionir dalam pengembangan sistem peringatan dini bencana alam, baik di tanah air maupun di kancah internasional. Salah satu prestasinya yang paling mengesankan adalah penelitian inovatif mengenai sistem peringatan dini longsor berbasis masyarakat, yang diakui sebagai salah satu yang terbaik dalam pengurangan risiko bencana tanah longsor oleh International Consortium on Landslides (ICL) pada 2011.
Tak hanya itu, ia juga berperan aktif dalam menciptakan sistem peringatan dini multi-bahaya yang mengintegrasikan teknologi mutakhir seperti Big Data, Internet of Things (IoT), dan Kecerdasan Buatan (AI).
Sebagai Kepala BMKG, Dwikorita memimpin langkah-langkah inovatif untuk memperkuat prakiraan cuaca dan strategi mitigasi bencana di Indonesia, menjadikannya sosok yang tak tergantikan dalam upaya melindungi masyarakat dari ancaman bencana.
Di panggung internasional, nama Dwikorita bersinar sebagai sosok pemimpin yang berpengaruh. Sejak 2015, ia mengemban amanah sebagai Wakil Presiden International Consortium on Landslides (ICL), di mana ia mengusung inovasi menggabungkan teknologi sensor canggih dan keahlian manusia untuk menciptakan sistem peringatan dini bencana yang lebih efektif.
Pada tahun 2019, prestasinya semakin cemerlang ketika terpilih sebagai Ketua Kelompok Koordinasi Antar Pemerintah dalam Sistem Peringatan dan Mitigasi Tsunami Samudera Hindia (IOTWMS).
Melalui kolaborasinya dengan berbagai lembaga internasional, Indonesia semakin diakui sebagai pionir dalam pengembangan teknologi mitigasi bencana. Tak heran jika Prof. Rita sering diundang sebagai pembicara kunci di konferensi-konferensi internasional di berbagai belahan dunia, termasuk Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Australia.
Dwikorita, sosok yang tak kenal lelah dalam upaya mitigasi bencana, telah mengukir prestasi gemilang dengan meraih berbagai penghargaan bergengsi, seperti Leverhulme Professorship Award dari Universitas Bristol dan program penelitian senior Fulbright di San Diego State University.
Dukungan dari hibah penelitian yang diberikan oleh Bank Dunia dan JICA semakin memperkuat langkah-langkah inovatifnya, termasuk pengembangan sistem peringatan dini multi-bahaya yang sangat dibutuhkan Indonesia.
Dengan reputasi yang diakui secara internasional, Dwikorita sering kali menjadi pembicara di forum-forum global, di mana ia membagikan pengalaman berharga dan praktik terbaik dalam pengurangan risiko bencana kepada para peserta dari berbagai negara.
Indonesia diprediksi akan merasakan suhu yang lebih membara pada tahun 2025, sebuah peringatan yang disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers daring tentang Climate Outlook 2025 pada Senin (4/11/2024).
Dalam penjelasannya, Dwikorita mengungkapkan bahwa suhu permukaan rata-rata bulanan diperkirakan akan mengalami anomali antara +0,3 hingga +0,6 derajat Celsius, terutama pada bulan Mei hingga Juli.
Dengan rata-rata kenaikan suhu sekitar 0,4 derajat Celsius, kita harus bersiap menghadapi cuaca yang lebih hangat dan intens di tengah iklim yang terus berubah.
"Artinya, kita akan merasakan kehangatan yang meningkat, dengan suhu yang lebih panas sebesar +0,3 hingga +0,6 derajat Celsius pada periode itu," tegas Dwikorita.