Sistem rujukan ini sangat penting untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kebutuhannya. Proses rujukan yang cepat dan efisien akan meningkatkan peluang keberhasilan pengobatan kanker kolorektal.
Diperbarui: Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Kanker kolorektal adalah penyakit serius yang memerlukan perhatian khusus. Namun, kabar baiknya adalah deteksi dini dapat meningkatkan peluang kesembuhan! Banyak yang penasaran, pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan di Pustu (Puskesmas Pembantu) untuk mendeteksi kanker kolorektal?
Sayangnya, Pustu memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya dan peralatan, sehingga jenis skrining yang tersedia di sini tidak sebanyak yang ada di fasilitas kesehatan yang lebih besar seperti Puskesmas atau rumah sakit. Umumnya, Pustu lebih berfokus pada skrining awal dan merujuk pasien yang menunjukkan gejala ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
Proses rujukan ini sangat penting untuk memastikan pasien mendapatkan penanganan yang tepat dan efektif. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami keterbatasan dan kemampuan Pustu dalam mendeteksi kanker kolorektal. Dengan informasi yang akurat, kita dapat menghindari kesalahpahaman mengenai layanan yang tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama ini.
Advertisement
Kanker kolorektal, yang menyerang usus besar dan rektum, adalah ancaman serius bagi kesehatan, terutama bagi mereka yang berusia di atas 50 tahun, meski kini semakin banyak dijumpai pada generasi muda. Penyakit ini sering dimulai dari polip, pertumbuhan abnormal yang jika diabaikan dapat bertransformasi menjadi sel kanker.
Meskipun penyebab pastinya masih misterius, sejumlah faktor risiko seperti pola makan rendah serat, obesitas, kebiasaan merokok, dan riwayat keluarga dengan kanker kolorektal dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena penyakit ini.
Gejala yang perlu diwaspadai meliputi perubahan pola buang air besar, darah dalam tinja, serta nyeri perut yang tak biasa. Karena gejala sering muncul saat kanker sudah berkembang, deteksi dini melalui skrining sangatlah krusial untuk meningkatkan peluang kesembuhan dan efektivitas pengobatan.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Puskesmas Pembantu (Pustu) berperan penting sebagai garda terdepan dalam kesehatan masyarakat, khususnya dalam mendeteksi dini kanker kolorektal. Meskipun tidak dilengkapi dengan alat medis canggih seperti rumah sakit besar, Pustu menyediakan berbagai metode skrining sederhana yang mudah diakses oleh semua kalangan.
Di sini, masyarakat dapat menjalani pemeriksaan tinja untuk mendeteksi darah samar, mendapatkan wawancara riwayat kesehatan guna mengidentifikasi faktor risiko, serta menerima edukasi tentang gejala dan pola hidup sehat yang bisa menurunkan risiko kanker kolorektal.
Jika ada indikasi mencurigakan, tenaga kesehatan di Pustu siap merujuk pasien ke fasilitas yang lebih lengkap, seperti Puskesmas atau rumah sakit, untuk pemeriksaan lebih lanjut seperti kolonoskopi atau sigmoidoskopi. Dengan langkah-langkah ini, Pustu berkontribusi besar dalam upaya penanggulangan kanker kolorektal di masyarakat.
Advertisement
Di antara beragam metode skrining kanker kolorektal, tes darah samar feses (gFOBT atau FIT) menjadi pilihan paling populer dan mudah diakses di Puskesmas. Dengan cara yang sederhana, tes ini memungkinkan kita untuk mendeteksi keberadaan darah tersembunyi dalam sampel feses, yang bisa jadi pertanda awal adanya kanker kolorektal atau polip di usus besar.
Meskipun biaya yang dikeluarkan cukup terjangkau dan prosedurnya mudah, penting untuk diingat bahwa sensitivitas tes ini lebih rendah dibandingkan dengan metode lainnya, sehingga ada kemungkinan hasil negatif palsu.
Oleh karena itu, hasil tes gFOBT atau FIT perlu ditangani dengan cermat oleh tenaga kesehatan. Jika terdeteksi positif, pasien akan dirujuk untuk pemeriksaan lebih mendalam di fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
Meskipun demikian, tes ini tetap memiliki peranan krusial sebagai langkah awal dalam deteksi dini, karena lebih baik melakukan skrining meski dengan sensitivitas yang terbatas, daripada tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Pustu) memang memiliki keterbatasan dalam hal peralatan dan keahlian medis, sehingga metode skrining canggih seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi, dan tes FIT-DNA sering kali tidak tersedia di sini. Prosedur-prosedur tersebut memerlukan alat khusus dan tenaga medis terlatih yang biasanya hanya ada di Puskesmas atau rumah sakit.
Misalnya, sigmoidoskopi memungkinkan dokter memeriksa bagian dalam usus besar dengan alat khusus, sementara kolonoskopi memberikan gambaran menyeluruh tentang seluruh usus besar.
Karena itu, Pustu lebih berfokus pada skrining awal dengan tes sederhana dan mudah dilakukan. Jika hasilnya menunjukkan adanya masalah, pasien akan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
Sistem rujukan ini sangat penting untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kebutuhannya. Proses rujukan yang cepat dan efisien akan meningkatkan peluang keberhasilan pengobatan kanker kolorektal.
Adapun 7 jenis skrining kanker kolorektal yang umum digunakan untuk deteksi dini adalah sebagai berikut:
1. Fecal Occult Blood Test (FOBT)
Tes ini mendeteksi darah samar dalam tinja yang tidak terlihat oleh mata. Ada dua jenis utama: guaiac-based FOBT (gFOBT) dan immunochemical FOBT (iFOBT/FIT). Jika hasilnya positif, pasien biasanya dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut seperti kolonoskopi.
2. Fecal Immunochemical Test (FIT)
Mirip dengan FOBT, tetapi lebih spesifik karena menggunakan antibodi untuk mendeteksi hemoglobin dalam tinja. FIT lebih akurat dalam mendeteksi perdarahan dari usus besar dan tidak memerlukan pembatasan makanan sebelum tes.
3. Stool DNA Test (sDNA Test/Cologuard)
Tes ini mencari perubahan genetik tertentu dalam DNA sel yang terdapat dalam tinja yang bisa mengindikasikan kanker atau polip berisiko tinggi. Tes ini lebih sensitif dibandingkan FIT atau FOBT tetapi tidak seakurat kolonoskopi.
4. Sigmoidoskopi Fleksibel
Prosedur ini menggunakan tabung tipis berkamera (sigmoidoskop) untuk memeriksa bagian bawah usus besar (rektum dan kolon sigmoid). Jika ditemukan polip atau jaringan abnormal, dokter bisa mengambil sampel untuk pemeriksaan lebih lanjut.
5. Kolonoskopi
Kolonoskopi adalah metode skrining paling akurat yang memungkinkan dokter melihat seluruh bagian usus besar. Prosedur ini juga bisa sekaligus mengangkat polip atau mengambil biopsi jaringan jika diperlukan. Biasanya dilakukan setiap 10 tahun jika hasilnya normal.
6. CT Colonography (Virtual Colonoscopy)
Tes ini menggunakan CT scan untuk menghasilkan gambar 3D usus besar. Meskipun non-invasif, jika ditemukan kelainan, pasien masih perlu menjalani kolonoskopi untuk konfirmasi atau pengangkatan polip.
7. Tes Penanda Tumor (Carcinoembryonic Antigen/CEA Test)
Tes darah ini mengukur kadar CEA, protein yang bisa meningkat jika ada kanker kolorektal. Meskipun tidak digunakan sebagai metode utama skrining, tes ini berguna untuk memantau perkembangan kanker setelah diagnosis dan pengobatan.
1. Siapa yang perlu menjalani skrining kanker kolorektal?
Skrining direkomendasikan untuk orang yang berusia 50 tahun ke atas, atau lebih awal jika memiliki faktor risiko, seperti riwayat keluarga dengan kanker kolorektal, penyakit radang usus (IBD), atau gaya hidup tidak sehat.
2. Apa saja metode skrining yang tersedia?
Metode yang umum digunakan meliputi FOBT (Fecal Occult Blood Test), FIT (Fecal Immunochemical Test), tes DNA tinja, sigmoidoskopi, kolonoskopi, CT colonography (virtual colonoscopy), dan tes penanda tumor (CEA test).
3. Seberapa sering skrining harus dilakukan?
FOBT/FIT: Setiap tahun
Tes DNA tinja: Setiap 3 tahun
Sigmoidoskopi: Setiap 5 tahun
Kolonoskopi: Setiap 10 tahun
CT Colonography: Setiap 5 tahun
Jika ada hasil abnormal, frekuensi skrining bisa lebih sering sesuai anjuran dokter.
4. Apakah skrining kanker kolorektal menyakitkan?
Sebagian besar tes, seperti FOBT, FIT, dan tes DNA tinja, tidak menyakitkan karena hanya melibatkan sampel tinja. Sigmoidoskopi dan kolonoskopi mungkin menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi biasanya dilakukan dengan anestesi ringan.
5. Bagaimana cara mempersiapkan diri sebelum skrining?
FOBT/FIT: Hindari makanan tertentu yang bisa memengaruhi hasil.
Kolonoskopi/CT Colonography: Harus melakukan pembersihan usus dengan obat pencahar sehari sebelum prosedur.
Tes lainnya: Bisa dilakukan tanpa persiapan khusus.
6. Apa yang harus dilakukan jika hasil skrining positif?
Jika hasilnya positif, biasanya akan dilakukan kolonoskopi untuk memastikan keberadaan polip atau kanker. Jika ditemukan polip, dokter bisa mengangkatnya sebelum berkembang menjadi kanker.
7. Apakah skrining bisa mencegah kanker kolorektal?
Skrining tidak hanya mendeteksi kanker sejak dini tetapi juga bisa mencegahnya dengan mengidentifikasi dan mengangkat polip sebelum berkembang menjadi kanker.
8. Di mana bisa melakukan skrining kanker kolorektal?
Skrining dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, Puskesmas, atau Puskesmas Pembantu (Pustu) yang menyediakan layanan deteksi dini kanker.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/rmt)
Advertisement
Potret Gisella Anastasia Liburan ke Korea Bareng Gempi, Bebas Jajan di Myeongdong
Potret Terbaru Fanny Ghassani, Cantik dengan Outfit Tank Top Crop Hitam
7 Potret Dulu dan Kini Pemeran Arya Kamandanu, Ganteng Awet Muda di Usia Setengah Abad Lebih
Potret Shireen Sungkar Silaturahmi Lebaran ke Rumah Citra Kirana
6 Inspirasi Model Baju Bridesmaid yang Anggun dan Stylish, Cocok untuk Semua Tema Pernikahan