Kapanlagi.com - Blok Masela, salah satu proyek gas alam cair (LNG) terbesar di Indonesia, telah menempuh perjalanan penuh liku sejak penemuannya pada tahun 1998. Terletak strategis di Laut Arafura, Maluku, proyek ini menyimpan potensi luar biasa untuk meningkatkan produksi energi nasional dan mendorong hilirisasi gas bagi industri dalam negeri. Namun, perjalanan menuju realisasi proyek ini tidaklah mulus.
Sejak ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), perkembangan Blok Masela terhambat oleh berbagai tantangan, mulai dari perubahan skema pengelolaan, tarik-ulur kebijakan, hingga pergantian investor yang membuatnya terkatung-katung.
Kini, pemerintah melalui SKK Migas menargetkan agar LNG dari Blok Masela dapat menemukan pembeli pada tahun 2025 mendatang. Inpex Corporation, selaku operator proyek, juga didorong untuk segera merampungkan kontrak penjualan gas demi memastikan keberlanjutan investasi. Lalu, bagaimana kabar terbaru dari Blok Masela? Simak ulasan menariknya yang dirangkum oleh Kapanlagi.com dari berbagai sumber pada Minggu (16/2/2025).
Setelah bertahun-tahun terhenti, SKK Migas kini mengincar pencapaian penting: mendapatkan pembeli gas untuk Blok Masela pada tahun 2025! Dengan proses tender konstruksi yang tengah berjalan, yaitu Front-End Project Engineering, Procurement, and Construction (FPCI), semua langkah diambil untuk mempercepat keputusan investasi akhir.
Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, menegaskan bahwa fase ini krusial agar proyek dapat segera meluncur. Tak hanya itu, SKK Migas juga mendesak agar kerjasama antara Inpex dan PT Pupuk Indonesia, yang telah terjalin sejak 2020, segera ditingkatkan dari Memorandum of Understanding (MoU) menjadi Head of Agreement (HoA).
Jika semua rencana ini terwujud, produksi Blok Masela yang dijadwalkan beroperasi pada 2029 bisa melesat lebih cepat!
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, tidak tinggal diam melihat lambatnya kemajuan proyek Blok Masela. Dengan tegas, ia mengeluarkan Surat Peringatan Pertama (SP-1) kepada Inpex, menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk tidak membiarkan proyek ini terhambat lebih jauh.
Inpex kini dihadapkan pada tantangan untuk segera mencari pembeli gas, merampungkan perjanjian kontrak, dan mempercepat pengembangan agar impian besar Blok Masela dapat terwujud sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Selain sebagai sumber energi, Blok Masela memiliki dampak strategis bagi perekonomian nasional. Beberapa manfaatnya antara lain:
Memiliki kapasitas produksi 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), Blok Masela berpotensi memasok LNG ke industri dalam negeri seperti pembangkit listrik dan pabrik pupuk.
Pengembangan proyek ini diperkirakan akan menyerap ribuan tenaga kerja di sektor migas dan infrastruktur pendukung lainnya.
Perkiraan nilai proyek mencapai USD 19,8 miliar (sekitar Rp 285 triliun), ekspor LNG dari Blok Masela dapat menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong agar proyek ini segera terealisasi tanpa hambatan.
Pada tahun 2023, Pertamina Hulu Energi (PHE) bersama Petronas Masela berhasil mengakuisisi 35% saham milik Shell di Blok Masela. Dengan pembagian kepemilikan baru ini:
Pertamina dan Petronas diharapkan bisa mempercepat pengembangan Blok Masela dengan menghadirkan teknologi baru, termasuk Carbon Capture and Storage (CCS) untuk mendukung produksi LNG yang lebih ramah lingkungan.
Meskipun ada perkembangan positif, beberapa tantangan masih membayangi proyek ini, di antaranya:
FID merupakan tahapan krusial dalam proyek migas. Jika tidak segera diputuskan, proyek bisa kembali terhambat.
Blok Masela terletak di daerah terpencil di Laut Arafura, sehingga perlu investasi besar untuk membangun pelabuhan, pipa gas, dan fasilitas lainnya.
Ketidakstabilan harga LNG di pasar internasional bisa berdampak pada daya tarik proyek ini bagi calon pembeli.
Pemerintah berharap dengan adanya tekanan kepada Inpex dan partisipasi Pertamina-Petronas, semua tantangan ini bisa diatasi dalam waktu dekat.
Blok Masela ditargetkan mulai beroperasi pada kuartal IV tahun 2029, dengan harapan produksi bisa dimulai lebih cepat jika proses investasi berjalan lancar.
Blok Masela berpotensi meningkatkan pasokan gas domestik, menciptakan ribuan lapangan kerja, serta menyumbang devisa dari ekspor LNG.
Saat ini, Blok Masela dikelola oleh Inpex Corporation (65%), Pertamina Hulu Energi (20%), dan Petronas Masela (15%) setelah akuisisi saham Shell pada 2023.
Faktor utama adalah perubahan skema pengelolaan dari offshore ke onshore, permasalahan investasi, serta lambatnya proses pencarian pembeli LNG.