Kapanlagi.com - Candra Kusuma, anggota DPRD Kabupaten Bogor dari Partai Demokrat, tiba-tiba menjadi sorotan publik setelah anaknya mengungkapkan bahwa ia telah ditelantarkan selama lebih dari sepuluh tahun. Meskipun gaji bulanan Candra yang mencapai puluhan juta rupiah, ia diduga gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga di Sidoarjo.
Kisah ini memicu perdebatan hangat, terutama mengenai penggunaan uang publik dan tanggung jawab sosial seorang pejabat. Melalui akun X (yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter), anak Candra menyampaikan kekecewaannya terhadap sang ayah yang telah menikah lagi sejak tahun 2010. Ia mengungkapkan bahwa meski ayahnya membayar biaya pendidikan, kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan perawatan lainnya seolah diabaikan.
Lebih mengejutkan lagi, Candra Kusuma jarang berkomunikasi dengan keluarganya di Sidoarjo, bahkan mengaku tidak memiliki smartphone. Kisah ini menggugah banyak pertanyaan tentang etika dan tanggung jawab seorang pejabat publik dalam menjalankan perannya, baik di dalam maupun di luar arena politik.
Candra Kusuma kini resmi mengukir namanya sebagai anggota DPRD Kabupaten Bogor untuk periode 2024-2029 setelah sukses merebut kursi dari Dapil II melalui Partai Demokrat. Dengan status barunya, Candra berpeluang meraih penghasilan yang menggiurkan, diperkirakan sekitar Rp 45 juta per bulan!
Gaji ini bukan hanya sekadar angka, melainkan hasil dari beragam tunjangan dan fasilitas yang mengalir, mulai dari tunjangan jabatan, transportasi, hingga perumahan.
Sebagai anggota Badan Anggaran DPRD, ia juga menikmati berbagai tunjangan tambahan yang meningkatkan kesejahteraannya, seperti tunjangan representasi, tunjangan keluarga, tunjangan komunikasi intensif, serta tunjangan beras.
Dengan penghasilan tersebut, meski sudah dipotong pajak penghasilan, total gaji yang diterima Candra tetap mencengangkan!
Meskipun berpenghasilan besar, Candra Kusuma diduga gagal memberikan nafkah yang layak bagi istri dan anak-anaknya di Sidoarjo. Sang anak, yang kini tengah menempuh studi di Universitas Negeri Surabaya, mengungkapkan bahwa ayahnya hanya bertanggung jawab atas biaya pendidikan, tanpa memperhatikan kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Bahkan, permintaan sederhana untuk uang tes IQ sebesar Rp 600 ribu pun tak pernah dipenuhi.
"Ayahku selalu merasa bahwa membayar pendidikan sudah cukup, tapi dia lupa bahwa biaya hidup juga penting. Aku baru saja masuk UNESA, dan kaget mengetahui bahwa ayah sudah menikah lagi dan memiliki anak lain," ungkapnya dengan nada kecewa.
Perlakuan Candra Kusuma yang dingin dan acuh tak acuh terhadap keluarganya telah menimbulkan gelombang kemarahan dan kekecewaan mendalam di hati sang anak.
Melalui akun X @nitaainir, ia mengungkapkan betapa minimnya komunikasi yang terjalin, hanya sebulan sekali Candra menelepon, dengan alasan tak memiliki smartphone, meskipun kehidupannya di Bogor tampak jauh dari kesulitan.
Kekecewaan semakin membuncah ketika sang anak mengetahui bahwa ayahnya ternyata memiliki keluarga lain, sebuah fakta yang disembunyikan dan tak pernah diungkapkan.
Gelombang kontroversi semakin menggelora terkait besarnya gaji yang diterima anggota DPRD Kabupaten Bogor, termasuk Candra Kusuma. Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2017 yang mengatur hak keuangan dan administrasi para anggota dewan, gaji mereka terdiri dari gaji pokok dan berbagai tunjangan yang melimpah.
Candra Kusuma, misalnya, diperkirakan meraup lebih dari Rp 36 juta setiap bulan, sementara beberapa sumber bahkan menyebutkan angka fantastis mencapai Rp45 juta.
Situasi ini memicu perdebatan hangat tentang kesenjangan mencolok antara kehidupan pribadi para anggota DPRD dan tanggung jawab moral mereka terhadap keluarga serta masyarakat yang mereka wakili.
Meskipun ada kontroversi yang mengemuka, PP Nomor 18 Tahun 2017 tetap menjadi payung hukum yang mengatur hak keuangan dan administratif bagi pimpinan serta anggota DPRD, mencakup berbagai aspek seperti penghasilan, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
Di sisi lain, Permendagri Nomor 62 Tahun 2017 memberikan rincian lebih lanjut mengenai penghasilan dan tunjangan untuk anggota DPRD di tingkat kabupaten/kota, yang meliputi tunjangan jabatan, transportasi, komunikasi intensif, dan tunjangan perumahan.
Pemerintah daerah diharapkan dapat menyesuaikan besaran tunjangan tersebut dengan anggaran dan kebutuhan operasional masing-masing. Dengan demikian, kedua peraturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa penghasilan dan tunjangan anggota DPRD sejalan dengan peran serta kewenangan mereka, sembari memberikan fleksibilitas sesuai kondisi keuangan daerah.
Beberapa tunjangan yang bisa dinikmati anggota DPRD antara lain gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan transportasi, hingga tunjangan beras, yang tentunya bervariasi tergantung pada jabatan dan anggaran daerah.