Kapanlagi.com - Justin Trudeau, Perdana Menteri ke-23 Kanada, menggemparkan arena politik dengan pengumuman mengejutkannya untuk mengundurkan diri setelah hampir sepuluh tahun memimpin. Keputusan ini memicu gelombang spekulasi mengenai masa depan Partai Liberal yang selama ini ia pimpin.
Trudeau, yang pertama kali menjabat pada Oktober 2015, dikenal sebagai sosok pemimpin progresif yang mengusung berbagai kebijakan inovatif, mulai dari feminisme hingga keadilan sosial dan upaya melawan perubahan iklim. Namun, di balik prestasi tersebut, ia juga tak luput dari kritik yang terus mengemuka dalam beberapa tahun terakhir, terutama terkait sejumlah kebijakan yang dinilai kontroversial dan menurunnya tingkat popularitasnya di kalangan publik.
Mari kita simak lebih dalam mengenai profil Justin Trudeau dan tantangan-tantangan yang dihadapinya, yang pada akhirnya mendorongnya untuk mengambil langkah berani ini, dirangkum oleh Kapanlagi.com dari berbagai sumber pada Selasa (7/1).
Justin Pierre James Trudeau, yang lahir pada 25 Desember 1971 di Ottawa, Ontario, adalah sosok yang tak hanya dikenal sebagai putra dari Pierre Elliott Trudeau, PM Kanada ke-15, tetapi juga sebagai pemimpin dengan latar belakang pendidikan yang mumpuni.
Ia mengawali perjalanan akademisnya di McGill University dengan meraih gelar Bachelor of Arts dalam sastra, dilanjutkan dengan gelar Sarjana Pendidikan di University of British Columbia.
Tak puas sampai di situ, Trudeau sempat menempuh gelar Master of Arts dalam geografi lingkungan sebelum memilih untuk berkecimpung di dunia pendidikan.
Sebagai guru ilmu sosial dan bahasa Prancis di sejumlah sekolah menengah di Vancouver, seperti West Point Grey Academy dan Sir Winston Churchill Secondary School, pengalaman ini membentuk pandangan progresifnya dalam politik, terutama dalam isu-isu pendidikan dan keadilan sosial yang kini menjadi fokus utama dalam kepemimpinannya.
Justin Trudeau memulai perjalanan politiknya pada tahun 2008 ketika ia terpilih sebagai anggota parlemen untuk konstituensi Papineau di House of Commons. Sejak saat itu, ia cepat mencuri perhatian sebagai sosok muda yang energik dalam Partai Liberal, hingga akhirnya memimpin partai tersebut pada tahun 2013.
Kemenangan besar yang diraihnya dalam pemilu federal Oktober 2015 menjadikannya Perdana Menteri Kanada termuda kedua dalam sejarah. Kepemimpinannya ditandai dengan kabinet yang inklusif, di mana jumlah menteri perempuan dan laki-laki seimbang.
Namun, tidak semua orang menyambut baik kebijakannya; beberapa kritik menilai pendekatannya lebih bersifat simbolis daripada substantif, meski ia berhasil mendorong kebijakan progresif di bidang lingkungan dan hak asasi manusia.
Pada 6 Januari 2025, Justin Trudeau mengumumkan langkah mengejutkan dengan pengunduran dirinya, di tengah gejolak internal yang melanda Partai Liberal dan tekanan yang semakin kuat dari pihak oposisi. Keputusan ini datang setelah Parlemen Kanada terhenti selama berbulan-bulan, menyusul sidang terlama dalam sejarah pemerintahan minoritas negara tersebut.
Trudeau juga meminta prorogasi parlemen hingga 24 Maret, memberi kesempatan bagi partainya untuk mencari pengganti melalui proses yang kompetitif, sebuah langkah yang mencerminkan niatnya untuk memastikan transisi kepemimpinan yang mulus.
Pengunduran dirinya dianggap sebagai strategi untuk menyelamatkan Partai Liberal dari penurunan lebih jauh menjelang pemilu yang dijadwalkan pada Oktober 2025. Dalam konferensi pers di Ottawa, Trudeau menyatakan,"Saya akan selalu termotivasi oleh apa yang terbaik untuk warga Kanada," menegaskan komitmennya meski dalam situasi sulit.
Justin Trudeau, sosok yang dikenal luas karena komitmennya terhadap feminisme dan kebijakan lingkungan, pernah mengajak orang tua di seluruh dunia untuk mendidik anak laki-laki mereka sebagai feminis demi merombak budaya seksisme yang mengakar.
Kabinetnya yang beragam dan inklusif pun mencuri perhatian, meski laporan Oxfam pada 2017 mengungkap bahwa dukungan feminisme yang ditawarkan Trudeau lebih berfokus pada representasi perempuan tanpa memberikan dampak nyata bagi kelompok minoritas.
Selain itu, kebijakan ekonomi dan keuangan yang dijalankannya juga menuai kritik karena dianggap tidak efisien. Di sisi lain, Trudeau berperan penting dalam menandatangani Perjanjian Paris dan mendorong transisi menuju energi bersih, namun langkahnya menyetujui proyek pipa minyak yang kontroversial membuatnya tak lepas dari sorotan tajam.
Pengunduran diri Justin Trudeau membuka babak baru bagi Partai Liberal Kanada, yang kini tengah bersiap untuk memilih pemimpin baru. Di tengah dinamika ini, sejumlah nama mencuat sebagai kandidat potensial, seperti Menteri Luar Negeri Mélanie Joly, Menteri Inovasi François-Philippe Champagne, dan mantan bankir sentral Mark Carney.
Momen transisi ini sangat krusial bagi Partai Liberal untuk merumuskan strategi baru menghadapi tekanan dari oposisi Konservatif yang semakin menguat. Pemilu 2025 menjadi tantangan besar yang akan menentukan arah politik Kanada tanpa kehadiran Trudeau.
Meski demikian, sosok Trudeau akan terus dikenang sebagai salah satu perdana menteri paling berpengaruh dalam sejarah modern, meski perjalanan politiknya tidak lepas dari tantangan dan kontroversi.
"Saya berencana mengundurkan diri sebagai pemimpin partai dan perdana menteri setelah pemilihan pemimpin baru dilakukan secara kompetitif di seluruh negeri," ungkapnya.
Dalam sebuah langkah mengejutkan, Perdana Menteri Justin Trudeau mengumumkan pengunduran dirinya di tengah gelombang ketegangan internal yang melanda partainya, ditambah dengan penurunan drastis dalam popularitas di kalangan publik. Keputusan ini juga dipicu oleh kondisi parlemen yang terhambat, menciptakan suasana yang semakin menegangkan di panggung politik Kanada.
Di tengah bursa calon yang semakin memanas, tiga nama mencuat sebagai kandidat kuat: Mlanie Joly, François-Philippe Champagne, dan Mark Carney.
Justin Trudeau akan selalu diingat sebagai sosok yang menciptakan kabinet inklusif, mengusung kebijakan feminisme yang progresif, serta berkomitmen pada upaya pelestarian lingkungan.
Pemilu federal Kanada yang dinanti-nanti akan berlangsung pada bulan Oktober 2025, menjadi momen penting bagi warga negara untuk menentukan arah masa depan mereka.