Kapanlagi.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Ridwan Mansyur menjadi sorotan publik setelah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis (16/1/2025). Siapa sebenarnya Ridwan Mansyur? Mari kita telusuri perjalanan kariernya yang mengesankan!
Lahir di Lahat, Sumatera Selatan, pada 11 November 1959, Ridwan memulai langkahnya di dunia hukum sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bekasi. Dari sana, ia tak hanya meniti karier, tetapi juga mengukir prestasi melalui berbagai posisi strategis hingga mencapai puncak sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi.
Dikenal dengan pendekatan humanisnya, Ridwan sangat perhatian terhadap isu-isu yang melibatkan anak-anak dan perempuan. Salah satu inovasinya yang patut dicontoh adalah pengenalan pendampingan saksi selama persidangan. Inisiatif ini menjadi landasan penting dalam pengembangan undang-undang perlindungan saksi dan korban, menunjukkan dedikasinya yang mendalam terhadap keadilan.
Tak hanya berkarya di Mahkamah Agung, Ridwan juga berkontribusi besar dalam reformasi sistem hukum melalui kebijakan dan inovasi persidangan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Pada tahun 2023, ia dipercaya menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi, melanjutkan misinya untuk menjaga keadilan dan harmoni di tengah masyarakat.
Dari berbagai sumber yang dirangkum oleh Kapanlagi.com pada Jumat (17/1/2025), profil Ridwan Mansyur semakin menarik untuk disimak.
Ridwan Mansyur, sosok inspiratif kelahiran Lahat, Sumatera Selatan, pada 11 November 1959, telah menempuh perjalanan pendidikan yang mengesankan. Setelah menamatkan SD Negeri 12 Lahat pada 1972, ia melanjutkan ke SMP Santo Yoseph dan kemudian meraih gelar SMA di Xaverius 1 Palembang pada 1979. Ketertarikan mendalamnya pada dunia hukum membawanya ke Universitas Sriwijaya, di mana ia meraih gelar sarjana hukum pada 1984.
Tak puas sampai di situ, Ridwan melanjutkan studi magister di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jakarta pada 2003, dan akhirnya meraih gelar doktor hukum dari Universitas Padjadjaran pada 2010 dengan fokus penelitian pada restorative justice dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Semangat belajarnya tak terbendung, terbukti dari partisipasinya dalam pelatihan internasional di bidang Hak Asasi Manusia di Norwegia dan Belanda, serta pelatihan Manajemen Peradilan di Amerika Serikat dan Australia. Semua bekal ini menjadikannya seorang hakim dan pemimpin peradilan yang mumpuni dan berpengaruh.
Ridwan memulai perjalanan cemerlangnya di dunia hukum sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bekasi pada tahun 1986. Hanya tiga tahun setelahnya, ia sudah diangkat menjadi hakim di Pengadilan Negeri Muara Enim, yang menjadi panggungnya hingga 1992. Selanjutnya, ia melanjutkan kariernya di Pengadilan Negeri Cibinong, di mana inovasi dalam proses persidangan mulai diperkenalkannya.
Pada tahun 2002, Ridwan melangkah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menangani beragam kasus penting seperti niaga, hak asasi manusia, dan tindak pidana korupsi. Promosi demi promosi pun mengantarkannya menjadi Wakil Ketua di Pengadilan Negeri Purwakarta pada 2006, lalu Ketua di Pengadilan Negeri Batam pada 2008, dan pada 2010, ia dipercaya memimpin Pengadilan Negeri Palembang, salah satu pengadilan kelas IA Khusus.
Namun, kontribusinya tak terhenti di situ; pada 2012, Ridwan menjabat Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, di mana ia menginisiasi berbagai kebijakan hukum yang progresif, sebelum akhirnya diangkat sebagai Panitera Mahkamah Agung pada 2021.
Ridwan telah memberikan sumbangsih yang sangat berarti dalam dunia peradilan Indonesia dengan memperkenalkan pendekatan restorative justice, yang mengutamakan pemulihan bagi para saksi, terutama anak-anak dan perempuan, selama proses persidangan di Cibinong. Inovasi ini tidak hanya memberikan rasa aman dan mengurangi trauma, tetapi juga menjadi landasan penting bagi pengembangan undang-undang perlindungan saksi dan korban.
Selain itu, Ridwan aktif menyusun naskah akademik untuk UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, serta mengedepankan mediasi sebagai solusi jangka panjang dalam penyelesaian perkara.
Dalam perjalanan karirnya di Mahkamah Agung, ia juga berperan dalam pengembangan sistem teknologi informasi yang mendukung transparansi dan efisiensi peradilan, menjadikannya pionir dalam modernisasi sistem peradilan di Tanah Air.
Pada tahun 2023, Ridwan resmi dilantik sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi, menggantikan Manahan M.P. Sitompul, dalam sebuah upacara yang dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia di Istana Negara.
Dengan segudang pengalaman dari Mahkamah Agung, Ridwan siap mengemban tugas mulia untuk menjaga konstitusi dan menegakkan keadilan dalam tatanan negara. Dikenal sebagai sosok yang tegas namun tetap humanis, filosofi hidupnya menjadikan pengadilan sebagai jembatan untuk menyatukan perbedaan dan menciptakan harmoni di tengah masyarakat.
Dalam perannya, ia bertekad untuk memperkuat kredibilitas Mahkamah Konstitusi dalam melindungi nilai-nilai demokrasi dan keadilan di Indonesia, dengan komitmen yang kuat terhadap reformasi hukum sebagai fokus utama selama masa jabatannya.
Ridwan, yang telah menikah dengan Rita Iryani dan dikaruniai empat anak, adalah sosok yang memancarkan kerendahan hati dan dedikasi yang mendalam terhadap keluarganya.
Di balik kesibukannya sebagai hakim, ia juga memiliki sisi artistik yang menawan; melukis menjadi salah satu hobi yang ia geluti, di mana ia menemukan cara untuk mengekspresikan harmoni sebuah prinsip yang ia pegang teguh dalam menjalankan tugasnya.
Ridwan percaya bahwa pengadilan seharusnya bukan hanya arena penyelesaian konflik, tetapi juga tempat lahirnya solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat.
Ia memperkenalkan inisiatif pendampingan bagi saksi korban, khususnya untuk anak-anak dan perempuan, yang menjadi fondasi penting dalam undang-undang perlindungan saksi.
Perjalanan kariernya dimulai dari posisi hakim di tingkat daerah, sebelum melangkah lebih jauh sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas. Kini, ia telah mencapai puncak prestasi dengan diangkat sebagai Panitera Mahkamah Agung, menandai dedikasinya dalam dunia hukum yang tak tergoyahkan.
Penelitian ini menggali konsep keadilan restoratif sebagai pendekatan inovatif dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga, menawarkan harapan baru bagi korban dan pelaku untuk menemukan jalan menuju pemulihan dan rekonsiliasi.
Sebagai penjaga konstitusi, perannya sebagai hakim konstitusi bukan sekadar tugas, melainkan sebuah misi mulia untuk memastikan keadilan terpatri dalam setiap sendi sistem ketatanegaraan kita.