Kapanlagi.com - Gaza kembali dilanda ketegangan setelah serangan udara Israel yang mematikan merenggut nyawa 82 orang, hanya beberapa jam setelah kesepakatan gencatan senjata diumumkan. Kejadian tragis ini memicu keprihatinan di seluruh dunia, mengingat gencatan senjata tersebut seharusnya menjadi harapan baru menuju perdamaian setelah 15 bulan konflik yang berkepanjangan.
Serangan yang mengguncang ini menargetkan berbagai lokasi, mulai dari rumah penduduk hingga rumah sakit dan tempat penampungan, meninggalkan jejak penderitaan yang mendalam bagi warga Gaza. Pengumuman gencatan senjata yang awalnya disambut dengan penuh harapan oleh masyarakat setempat kini berubah menjadi mimpi buruk ketika rudal Israel menghujani wilayah yang padat penduduk.
Warga yang sebelumnya merayakan harapan baru kini terpaksa kembali bersembunyi, hidup dalam bayang-bayang ancaman serangan yang terus mengintai. Meskipun Israel dan Hamas telah sepakat untuk menerapkan gencatan senjata mulai 19 Januari, insiden terbaru ini menimbulkan keraguan akan keberhasilan perjanjian tersebut, terutama di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua belah pihak.
Pada Rabu dini hari, 15 Januari 2025, langit Gaza kembali diliputi ketegangan saat serangan udara Israel mengguncang kawasan tersebut, merenggut nyawa setidaknya 18 orang dalam satu serangan brutal. Tak jauh dari sana, di Sheikh Radwan, serangan susulan menambah daftar korban dengan 12 jiwa melayang. Di kamp Bureij, drone Israel dengan kejam menargetkan kerumunan warga, menewaskan lima orang tak berdosa. Jumlah korban terus bertambah seiring dengan meningkatnya intensitas serangan yang berlangsung hingga Kamis malam, 16 Januari, menciptakan suasana mencekam di tengah harapan perdamaian yang seharusnya mulai tumbuh setelah pengumuman gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Hani Mahmoud, jurnalis Aljazeera, memperingatkan bahwa lonjakan serangan pesawat tanpa awak dan artileri berat telah memaksa warga untuk menghentikan perayaan mereka setelah hanya dua jam, menandakan bahwa ketidakpastian dan ketakutan masih menyelimuti wilayah ini.
Gencatan senjata yang baru saja diumumkan mengguncang perhatian publik, melibatkan negosiasi rumit antara Hamas dan Israel yang difasilitasi oleh mediator internasional. Kesepakatan ini menjanjikan penarikan pasukan Israel dari Gaza, pengembalian para pengungsi, dan penghentian konflik secara permanen.
Namun, ketegangan kembali memuncak ketika Israel menuduh Hamas melanggar beberapa poin kesepakatan, sementara Hamas bersikeras bahwa mereka telah memenuhi semua syarat yang ditetapkan. Dengan rencana gencatan senjata yang akan mulai berlaku pada 19 Januari, pernyataan saling tuduh ini menimbulkan kekhawatiran mendalam mengenai masa depan kesepakatan yang diharapkan dapat membawa kedamaian.
Serangan terbaru di Gaza telah mengguncang kehidupan warga, menciptakan krisis kemanusiaan yang semakin parah di tengah kepadatan penduduk yang menjadi sasaran rudal. Fasilitas medis, termasuk Rumah Sakit Kamal Adwan, turut menjadi target, membuat upaya penyelamatan korban semakin sulit.
Dalam kekacauan ini, tenaga medis dan pasien terpaksa melarikan diri mencari tempat yang lebih aman, sementara seorang saksi mata menggambarkan betapa serangan ini telah merobek harapan penduduk untuk hidup dalam damai.
Berbagai negara di seluruh dunia kini bersatu dalam seruan untuk menghentikan kekerasan, mendesak Israel dan Hamas agar mematuhi kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati. Namun, sayangnya, langkah konkret dari komunitas internasional untuk meredakan konfrontasi ini masih minim.
Di tengah situasi yang memprihatinkan, PBB menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap lonjakan jumlah korban sipil di Gaza, sementara organisasi kemanusiaan menyerukan perluasan akses bantuan bagi para penyintas.
Meski gencatan senjata telah diumumkan, serangan terbaru justru menimbulkan keraguan akan kemungkinan perdamaian jangka panjang, dengan para analis menyoroti bahwa ketidakpercayaan yang mengakar antara Israel dan Hamas menjadi penghalang utama untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan ini.
Israel menuduh Hamas telah melanggar sejumlah poin dalam perjanjian yang ada, namun klaim tersebut dengan tegas dibantah oleh pihak Hamas, menambah ketegangan dalam situasi yang sudah rumit ini.
Serangan tragis ini merenggut nyawa 82 orang, termasuk wanita dan anak-anak yang tak berdosa, serta menghancurkan infrastruktur penting seperti rumah sakit dan tempat penampungan yang seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi yang membutuhkan.
Perjanjian gencatan senjata yang telah dinantikan akhirnya dijadwalkan akan mulai berlaku pada 19 Januari 2025, menandai harapan baru bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan yang telah lama dilanda konflik.
Perjanjian bersejarah ini menandai langkah monumental menuju perdamaian, dengan janji penarikan pasukan Israel dari Gaza, pengembalian pengungsi ke pelukan rumah mereka, dan komitmen untuk menghentikan perang secara permanen.