“Kami, BMKG akan melakukan modifikasi cuaca. Konsepnya adalah menghalangi awan-awan yang harusnya bergerak, bertiup ke area rawan itu dijatuhkan sebelum masuk ke area rawan. Jadi, dijatuhkan misalnya di laut, tidak dijatuhkan di darat,” kata Dwikorita, dikutip dari ANTARA.
Begini Cara BMKG untuk Modifikasi Cuaca, Awan Dipecah Agar Tidak Bergerombol
Ilustrasi turun hujan (credit: unsplash)
Kapanlagi.com - Hujan deras sering kali menjadi biang kerok banjir di berbagai penjuru Indonesia, terutama di daerah-daerah yang kurang mampu menampung curah hujan berlebih. Untuk menghadapi tantangan ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah meluncurkan strategi inovatif: modifikasi cuaca. Tujuannya? Mengurangi potensi bencana dengan mengatur pergerakan awan sebelum hujan mengguyur kawasan-kawasan yang rawan.
BMKG menerapkan konsep cerdas ini dengan cara mengintervensi awan-awan yang membawa potensi hujan lebat. Awan-awan tersebut dipecah atau dijatuhkan terlebih dahulu di tempat yang lebih aman, seperti di tengah laut atau di waduk. Dengan metode ini, risiko terjadinya penumpukan awan yang bisa memicu hujan ekstrem dapat diminimalisir secara signifikan.
Langkah modifikasi cuaca ini sangat krusial dalam upaya mitigasi bencana hidrometeorologi, terutama saat musim hujan yang sering kali membawa dampak luas, seperti banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya. Lantas, bagaimana sebenarnya teknik ini dijalankan? Simak penjelasan lengkap mengenai cara kerja modifikasi cuaca oleh BMKG yang dirangkum oleh Kapanlagi.com pada Rabu (5/3).
Advertisement
1. Prinsip Modifikasi Cuaca: Mengendalikan Hujan Sebelum Turun
Modifikasi cuaca adalah sebuah teknik canggih yang dirancang untuk mengubah kondisi atmosfer demi mencapai tujuan tertentu, seperti meningkatkan atau mengurangi curah hujan, mencegah badai, atau mengatasi masalah kekeringan. Cara kerjanya cukup menarik: dengan menyebarkan bahan khusus ke dalam awan, hujan dapat dipercepat turun di lokasi yang diinginkan, sebelum mencapai daerah yang berisiko.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Prof. Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa lembaganya menerapkan konsep ini dengan menaburkan zat tertentu ke dalam awan yang kaya akan uap air. Langkah ini bertujuan untuk mempercepat proses kondensasi, sehingga hujan dapat turun lebih cepat di tempat yang aman, seperti di perairan lepas pantai atau waduk. Dengan demikian, BMKG berupaya mencegah terjadinya banjir di daerah padat penduduk atau yang rentan terhadap bencana.
Lebih dari itu, teknik modifikasi cuaca ini juga berfungsi untuk mencegah pembentukan awan hujan besar yang bisa mengakibatkan curah hujan ekstrem. Dengan cara ini, dampak negatif terhadap wilayah yang rawan banjir dapat diminimalisir sebelum bencana yang lebih besar terjadi.
(Setelah 8 tahun menikah, Raisa dan Hamish Daud resmi cerai.)
2. Bagaimana BMKG Memecah Awan Agar Tidak Bergerombol?
Salah satu metode menarik dalam modifikasi cuaca adalah teknik pemecahan awan yang diterapkan oleh BMKG. Dalam proses ini, mereka menggunakan zat pemicu hujan seperti natrium klorida (garam) atau perak iodida, yang disebarkan melalui pesawat ke awan-awan yang berpotensi mengembang dan memicu hujan lebat.
Ketika zat tersebut memasuki awan, partikel-partikel air di dalamnya akan lebih cepat berkondensasi dan turun sebagai hujan di lokasi yang lebih aman. Dengan cara ini, potensi hujan deras yang bisa menyebabkan banjir di daerah rawan, seperti Jakarta, Bekasi, atau Puncak—yang merupakan sumber aliran air ke wilayah hilir—dapat diminimalkan.
Melalui teknologi canggih ini, BMKG berupaya mengatur distribusi curah hujan agar lebih merata. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko air hujan yang terkonsentrasi di satu titik, yang bisa mengakibatkan banjir besar yang berbahaya bagi masyarakat.
“Kalau tidak diturunkan, maka awan-awan itu akan menggerombol, mengumpul, seperti yang kemarin terjadi itu kumpulan awan, kalau kita lihat dari satelit awan itu luasnya hampir seluas wilayah Provinsi Jawa Barat. Jadi, Provinsi Jawa Barat, dari satelit, sudah tertutup awan. Bahkan, sampai ke Lampung dan Palembang,” terangnya.
3. Jawa Barat Jadi Daerah Prioritas Target Modifikasi Cuaca
BMKG kini tengah mengarahkan perhatian khusus pada wilayah-wilayah yang rawan terhadap bencana hidrometeorologi, seperti daerah pegunungan yang menjadi hulu sungai dan kota-kota besar yang sering terendam banjir akibat curah hujan yang tinggi.
Salah satu titik fokus utama mereka adalah kawasan Puncak di Jawa Barat, yang berperan vital sebagai sumber aliran air bagi daerah-daerah di bawahnya, termasuk Jakarta dan Bekasi, yang kerap dilanda banjir saat intensitas hujan meningkat.
Tak hanya itu, BMKG juga menerapkan strategi serupa di berbagai daerah lain yang berpotensi mengalami bencana akibat hujan lebat, seperti kawasan pesisir dan wilayah dengan sistem drainase yang kurang memadai, guna mencegah genangan air yang berlebihan di pusat-pusat perkotaan.
"Prioritas di Jawa Barat, karena memang yang paling rentang di Jawa Barat, terutama di daerah pegunungan, di Puncak, awannya dari situ. Nanti, bisa jadi sumber banjir untuk ke hilir. Tidak hanya kena Jawa Barat, tetapi juga bisa mengalir ke arah utara, ke DKI (Jakarta) juga banjir, dikhawatirkan bisa begitu. Sungai-sungainya kan juga mengalir ke utara,” tambahnya.
4. Teknologi dan Peralatan yang Digunakan BMKG
Dalam upaya modifikasi cuaca, BMKG memanfaatkan teknologi canggih yang menggabungkan satelit, radar cuaca, dan pesawat khusus untuk menyemai awan dengan zat kimia yang dapat memicu hujan.
Radar cuaca berfungsi sebagai mata deteksi, mengidentifikasi awan-awan yang kaya uap air dan berpotensi memicu hujan deras, sementara satelit berperan sebagai pengawas, memantau pergerakan awan dan meramalkan pola hujan dalam beberapa hari ke depan.
Begitu awan berpotensi membawa hujan ekstrem terpantau, pesawat siap terbang untuk menaburkan zat pemicu hujan, sehingga proses turunnya hujan dapat dikendalikan dengan baik, mencegah dampak buruk akibat curah hujan yang berlebihan di wilayah yang rentan.
5. Sejarah Modifikasi Cuaca
Teknologi modifikasi cuaca memang menawarkan harapan baru dalam mengatasi masalah banjir dan mendistribusikan curah hujan secara lebih merata. Namun, di balik manfaat tersebut, terdapat tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah kesulitan dalam menentukan lokasi yang tepat untuk penyemaian awan dan efektivitas bahan yang digunakan, yang bisa berbeda-beda tergantung kondisi atmosfer.
Tak hanya itu, ada pula kekhawatiran tentang dampak jangka panjang dari modifikasi cuaca. Perubahan pola hujan alami yang mungkin terjadi bisa berdampak pada ekosistem dan sumber daya air di suatu wilayah dalam jangka waktu yang lebih panjang. Meski demikian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tak henti-hentinya berinovasi. Dengan kemajuan teknologi dan sistem pemantauan yang semakin canggih, mereka terus berupaya meningkatkan efektivitas metode modifikasi cuaca sebagai bagian dari strategi mitigasi bencana yang lebih komprehensif, terutama dalam menghadapi ancaman perubahan iklim yang memicu fenomena cuaca ekstrem.
Menariknya, sejarah modifikasi cuaca sudah dimulai sejak akhir abad ke-19. Ketika itu, Departemen Perang Amerika Serikat mencoba menggunakan bubuk mesiu yang diledakkan di Texas dengan harapan panas dari ledakan dapat memicu hujan. Sayangnya, eksperimen tersebut berakhir dengan kegagalan. Berlanjut ke tahun 1954, Kerajaan Thailand mengambil langkah berani untuk memancing hujan saat daerahnya dilanda kekeringan.
Proyek ini diprakarsai oleh Raja Bhumibol Adulyadej yang menaburkan es kering di atas Taman Nasional Khao Yai. Hasilnya, hujan pun turun dan proyek ini dianggap berhasil. Sejak saat itu, pada tahun 1971, pemerintah Thailand mulai mendirikan Proyek Penelitian dan Pengembangan Pembuatan Hujan Buatan di Kementerian Pertanian dan Koperasi Thailand, menandai langkah penting dalam sejarah modifikasi cuaca.
6. FAQ
1. Apakah modifikasi cuaca bisa menghentikan hujan secara total?
Tidak, modifikasi cuaca hanya dapat mengatur intensitas dan lokasi turunnya hujan, bukan menghentikan hujan sepenuhnya.
2. Apa bahan yang digunakan dalam modifikasi cuaca?
BMKG menggunakan bahan seperti natrium klorida (garam) dan perak iodida untuk memicu kondensasi awan dan mempercepat turunnya hujan.
3. Apakah ada dampak negatif dari modifikasi cuaca?
Meskipun dapat membantu mengurangi banjir, modifikasi cuaca perlu dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari perubahan pola hujan alami yang bisa mempengaruhi lingkungan.
4. Apakah semua negara menggunakan teknologi modifikasi cuaca?
Beberapa negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab juga menggunakan teknik ini untuk mengendalikan cuaca dan mengatasi kekeringan.
(Di usia pernikahan 29 tahun, Atalia Praratya gugat cerai Ridwan Kamil.)
(kpl/rmt)
Advertisement
