Kenali Dispraksia, Mengapa Anak Kesulitan Mengatur Gerakan Tubuhnya?

Penulis: Ahmad Zuhdi Abhista

Diterbitkan:

Kenali Dispraksia, Mengapa Anak Kesulitan Mengatur Gerakan Tubuhnya?
Ilustrasi. (foto: Pinterest/Bustle.com).

Kapanlagi.com - Dispraksia adalah kondisi medis yang berpengaruh pada kemampuan koordinasi gerak tubuh, dan sayangnya, banyak anak yang mengalaminya. Bagi anak-anak yang mengidap dispraksia, aktivitas fisik yang biasa dilakukan teman sebaya bisa menjadi tantangan tersendiri. Hal ini tentu saja dapat menghambat perkembangan mereka dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mengenali tanda-tanda awal dispraksia agar dapat memberikan penanganan yang tepat dan mendukung tumbuh kembang anak.

Menariknya, dispraksia lebih umum dialami oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Meskipun kondisi ini tidak memengaruhi kecerdasan, dispraksia dapat menyebabkan berbagai kesulitan dalam aspek kehidupan anak, seperti keseimbangan, koordinasi, dan kemampuan motorik. Oleh karena itu, mengenali gejala dispraksia sejak dini sangatlah penting untuk memberikan intervensi yang diperlukan.

Tanda-tanda dispraksia biasanya mulai terlihat sejak usia dini, namun sering kali sulit terdeteksi karena setiap anak memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda. Beberapa gejala yang umum muncul pada anak dengan dispraksia meliputi gangguan keseimbangan dan keterlambatan dalam berbicara.

Untuk itu, mari kita simak informasi lengkap mengenai gejala, diagnosis, penanganan, serta dukungan yang bisa diberikan oleh orang tua. Dengan pemahaman yang baik, kita bisa membantu anak-anak kita menghadapi tantangan ini dan meraih potensi terbaik mereka!

1. Tanda Klinis Dispraksia pada Anak

Ilustrasi. (foto: Pinterest/Tracy Wicklund).

Anak-anak yang mengalami dispraksia sering kali menghadapi tantangan dalam keseimbangan dan perkembangan motorik mereka. Mereka mungkin tampak kesulitan saat mencoba mempelajari keterampilan baru, mengingat informasi, atau menjalani aktivitas sehari-hari seperti makan, berpakaian, dan mengikat tali sepatu. Tak jarang, mereka juga berjuang dalam hal menulis, menggambar, dan menggenggam benda kecil, yang membuat mereka merasa tertinggal dari teman sebaya.

Namun, dampak dispraksia tak hanya terbatas pada aspek fisik. Anak-anak ini juga sering kesulitan dalam memahami situasi sosial dan mengelola emosi mereka. Manajemen waktu, perencanaan, dan mengatur barang-barang yang berantakan menjadi tantangan tersendiri. Bahkan, pada bayi, tanda-tanda dispraksia dapat terlihat dari keterlambatan dalam mencapai tonggak perkembangan seperti duduk, merangkak, dan berjalan jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. Diagnosis dan Penanganan Dispraksia

lustrasi. (foto: Pinterest)

Saat orang tua mulai merasakan ada yang tidak beres dengan gerak dan koordinasi anak mereka, langkah pertama yang harus diambil adalah berkonsultasi dengan dokter. Melalui pemeriksaan menyeluruh, dokter akan menganalisis kondisi saraf si kecil untuk memastikan apakah gejala yang muncul memang disebabkan oleh dispraksia. Jika hasil diagnosis mengarah pada dispraksia, dokter akan merancang serangkaian strategi penanganan yang dapat membantu anak menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih baik.

Salah satu metode yang paling umum digunakan adalah terapi okupasi, yang bertujuan untuk mendukung anak dalam menjalani kegiatan harian seperti makan, mandi, atau menulis. Tak kalah penting, terapi wicara juga berperan krusial dalam melatih kemampuan komunikasi anak agar lebih jelas dan efektif. Selain itu, terapi motorik perseptual diberikan untuk meningkatkan keterampilan bahasa, visual, gerakan, serta pemahaman anak terhadap lingkungan di sekitarnya. Dengan pendekatan yang tepat, anak-anak dapat belajar beradaptasi dan berkembang dengan optimal.

3. Dukungan Orang Tua dalam Mengatasi Dispraksia

Ilustrasi. (foto: Pinterest/Understood).

Peran orang tua dalam mendampingi anak yang menghadapi tantangan dispraksia sangatlah krusial. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengajak anak berolahraga ringan, seperti berjalan, berlari, atau bermain bola. Aktivitas fisik ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga efektif dalam meningkatkan koordinasi dan keseimbangan tubuh anak, sehingga mereka bisa lebih aktif dan percaya diri.

Selain olahraga, orang tua juga bisa mengajak anak bermain puzzle untuk melatih kemampuan visual dan pemahaman mereka. Aktivitas sederhana seperti menulis, menggambar, atau bermain lempar bola dapat menjadi cara yang menyenangkan untuk meningkatkan koordinasi antara mata dan tangan. Dukungan yang tulus dan konsisten dari orang tua akan menjadi fondasi yang kuat bagi anak untuk mengatasi dispraksia dengan lebih baik.

4. Faktor Risiko Dispraksia

Ilustrasi. (foto: Pinterest/ADDitude Magazine).

Dispraksia adalah kondisi yang muncul ketika saraf dan area tertentu di otak yang bertanggung jawab atas koordinasi gerakan tubuh mengalami gangguan. Meskipun penyebab pastinya masih menjadi misteri, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan anak mengalaminya. Misalnya, anak yang lahir prematur, memiliki berat badan lahir rendah, atau berasal dari keluarga dengan riwayat dispraksia, serta ibu yang mengonsumsi alkohol selama kehamilan, semuanya berpotensi menjadi penyebabnya.

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir lebih awal atau dengan berat badan di bawah rata-rata cenderung menghadapi risiko lebih tinggi untuk mengalami dispraksia. Dengan demikian, penting bagi orang tua untuk waspada terhadap tanda-tanda awal kondisi ini. Jika ada kecurigaan akan gejala dispraksia, segera konsultasikan dengan dokter agar penanganan yang tepat dapat dilakukan. Kesadaran ini sangat krusial demi mendukung perkembangan optimal si kecil.

5. Apa saja gejala utama dispraksia pada anak?

Gejala utama termasuk gangguan keseimbangan, keterlambatan bicara, dan kesulitan dalam aktivitas sehari-hari.

6. Bagaimana cara dokter mendiagnosis dispraksia?

Dokter memeriksa kondisi saraf anak untuk memastikan apakah gejala tersebut disebabkan oleh dispraksia.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/abh)