Diperbarui: Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Kanker kolorektal sering kali muncul tanpa tanda-tanda yang mencolok, seperti hantu yang mengintai dalam keheningan. Kondisi ini menjadikan deteksi dini sangat krusial agar penanganan dapat dilakukan sebelum kanker menyebar ke bagian tubuh lainnya. Sayangnya, masih banyak orang yang mengabaikan gejala awal, hingga akhirnya harus menghadapi kondisi yang sudah memasuki stadium lanjut.
Pengobatan untuk kanker kolorektal bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Setiap langkah harus disesuaikan dengan tingkat keparahan dan kondisi masing-masing pasien. Mulai dari tindakan operasi hingga terapi obat-obatan, semua memiliki peran penting dalam menekan pertumbuhan sel kanker. Semakin awal kanker terdeteksi, semakin besar peluang pasien untuk kembali sehat.
Sebagian besar kasus kanker, termasuk kanker usus besar, tidak menunjukkan gejala di stadium awal. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melakukan deteksi dini agar dapat menangani penyakit ini sebelum sel kanker menyebar lebih jauh.
Advertisement
Langkah awal dalam melawan kanker kolorektal dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh untuk mengidentifikasi jenis kanker dan sejauh mana penyebarannya. Dokter biasanya merekomendasikan kolonoskopi untuk memeriksa bagian dalam usus besar dan rektum; jika polip terdeteksi, sebagian akan diangkat dan diuji di laboratorium untuk mengecek kemungkinan keganasan.
Selain itu, pemeriksaan pencitraan seperti CT scan, MRI, atau PET scan juga dilakukan untuk memastikan apakah sel kanker telah menyebar ke organ lain. Tes darah, termasuk CEA (Carcinoembryonic Antigen), turut berperan dalam mendeteksi keberadaan kanker. Setelah semua informasi terkumpul, dokter akan menentukan stadium kanker, mulai dari tahap awal (stadium 0) hingga tahap lanjut (stadium IV).
Dengan memahami stadium dan karakteristik sel kanker, dokter dapat merancang kombinasi pengobatan yang paling efektif, mengingat setiap stadium memerlukan pendekatan yang berbeda, baik pengobatan lokal maupun sistemik.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Bagi pasien yang berada dalam tahap awal kanker usus, pembedahan menjadi langkah utama yang diandalkan untuk mengangkat bagian usus besar atau rektum yang terinfeksi sel kanker. Proses ini, yang dikenal sebagai reseksi, sering kali diikuti dengan penyambungan kembali bagian usus yang sehat melalui teknik anastomosis.
Namun, jika hanya tersisa sedikit bagian usus yang sehat, dokter mungkin harus membuat lubang buatan di dinding perut, yang disebut kolostomi, untuk mengalirkan feses ke kantong luar. Meskipun terdengar invasif, tindakan ini justru dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Keputusan untuk melakukan pembedahan sangat bergantung pada sejauh mana penyebaran sel kanker dan kondisi kesehatan keseluruhan pengidap.
Advertisement
Ketika kanker telah menyebar atau mencapai stadium menengah hingga lanjut, dokter biasanya akan merekomendasikan dua pendekatan utama: kemoterapi dan radioterapi. Kemoterapi memanfaatkan obat-obatan khusus, baik melalui suntikan maupun oral, untuk menghancurkan sel-sel kanker yang berkeliaran dalam tubuh, dengan senjata andalan seperti capecitabine, oxaliplatin, dan irinotecan.
Di sisi lain, radioterapi menggunakan sinar radiasi berintensitas tinggi untuk mengobrak-abrik sel kanker di lokasi tertentu, baik secara eksternal maupun internal, tergantung pada ukuran dan posisi tumor. Kedua metode ini sering kali dipadukan untuk meningkatkan efektivitas pengobatan, terutama dalam menangani kanker rektal.
Namun, perjalanan pengobatan ini tidak tanpa tantangan; pasien harus bersiap menghadapi efek samping seperti mual, rambut rontok, dan kelelahan yang luar biasa. Oleh karena itu, pengawasan medis yang ketat menjadi sangat krusial selama proses terapi berlangsung.
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia medis telah menyaksikan kemajuan signifikan dalam pengobatan kanker kolorektal stadium lanjut berkat munculnya terapi target dan imunoterapi. Terapi target, yang dikenal mampu menghambat pertumbuhan sel kanker secara selektif tanpa merusak sel sehat, telah menjadi andalan dengan obat-obatan seperti bevacizumab dan cetuximab.
Di sisi lain, imunoterapi berperan penting dalam memperkuat sistem kekebalan tubuh, sehingga mampu mengenali dan melawan sel kanker, terutama bagi pasien dengan mutasi genetik tertentu seperti MSI-H atau dMMR. Mengingat tidak semua pasien dapat menerima terapi ini, tes genetik sering kali dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan kecocokan.
Menurut American Cancer Society, pendekatan terapi sistemik ini menjadi pilihan krusial, terutama ketika kanker telah menyebar ke berbagai bagian tubuh, sekaligus membuka harapan untuk hidup lebih lama dan dengan kualitas yang lebih baik.
Pengobatan kanker bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari babak baru yang penuh tantangan. Setelah melewati prosedur medis, banyak pasien yang membutuhkan dukungan berkelanjutan, baik secara fisik maupun mental. Nutrisi yang tepat, dukungan psikologis, dan bimbingan sosial menjadi pilar penting dalam proses pemulihan mereka.
Khusus bagi pasien dengan kanker stadium akhir, perawatan paliatif menjadi sorotan utama, bertujuan untuk meredakan rasa sakit dan mengelola gejala, sekaligus memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan. Program hospice juga siap membantu bagi mereka yang diperkirakan memiliki harapan hidup kurang dari enam bulan.
American Cancer Society menegaskan bahwa perawatan suportif sangat penting untuk menjaga kualitas hidup pasien, baik yang masih menjalani pengobatan aktif maupun yang memilih untuk menghentikannya. Dalam perjalanan ini, komunikasi yang terbuka dan jujur antara pasien dan tim medis menjadi kunci untuk menemukan pilihan terbaik demi kesejahteraan mereka.
Gejala awal dapat mencakup perubahan pola buang air besar, darah dalam tinja, nyeri perut, dan penurunan berat badan tanpa sebab.
Tidak semua pasien memerlukan pembedahan; keputusan tergantung pada stadium dan lokasi tumor.
Mencegah kanker kolorektal dapat dilakukan melalui pola makan sehat, olahraga teratur, dan pemeriksaan rutin.
Efek samping kemoterapi dapat bervariasi, tetapi umumnya meliputi mual, muntah, kelelahan, dan penurunan nafsu makan.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/rmt)
Advertisement
China Makin Ketat, Anime-Anime Keren Bakal Mulai Kena Sanksi Tidak Boleh Tayang!
7 Potret Gaya Kompak Annisa Pohan dan Almira Selama Lebaran, Cantiknya Ibu dan Anak Makin Mirip
Lee Jae Wook Dikonfirmasi Bakal Main di Drakor Horror Fantasy, Tayang di Netflix
5 Lowongan Kerja di Dalam Negeri Hari Ini 8 April 2025, Banyak Peluang Emas yang Sayang Dilewatkan
70 Contoh Ucapan Halal Bihalal, Penuh Makna dan Menghangatkan Hati untuk Keluarga