Diperbarui: Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Dulu, kanker kolorektal lebih sering dikaitkan dengan usia lanjut, namun kini penyakit ini mulai mengintai kalangan muda. Lonjakan kasus di antara generasi produktif menimbulkan kekhawatiran serius dalam dunia medis. Perubahan gaya hidup dan pola makan modern menjadi salah satu pemicu utama yang harus kita waspadai.
Salah satu tantangan terbesar dari kanker kolorektal adalah kemampuannya untuk berkembang tanpa gejala pada tahap awal. Akibatnya, banyak orang yang baru menyadari adanya masalah ketika penyakit ini sudah memasuki stadium lanjut. Padahal, deteksi dini melalui skrining dapat menjadi penyelamat nyawa. Sayangnya, masih banyak yang mengabaikan pentingnya pemeriksaan rutin.
Kanker kolorektal sering kali dimulai dari polip di usus besar atau rektum yang jika tidak ditangani, bisa berubah menjadi ganas. Tanpa penanganan yang tepat, kanker ini dapat menyebar ke organ lain, membuat pengobatan menjadi semakin sulit. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengenali penyebab, gejala, dan cara pencegahan sejak dini.
Advertisement
Kanker kolorektal, yang muncul sebagai pertumbuhan sel abnormal di usus besar atau rektum, sering kali berawal dari polip—jaringan tak normal yang tumbuh di dinding usus. Meskipun sebagian polip bersifat jinak, ada yang berpotensi berubah menjadi kanker jika dibiarkan.
Penyebab utama transformasi ini adalah mutasi DNA pada sel usus, yang mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor. Tanpa gejala pada tahap awal, kanker ini bisa berkembang dan menyerang jaringan sekitarnya, bahkan menyebar ke organ lain.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan skrining secara berkala, terutama bagi mereka yang berisiko, agar polip dapat terdeteksi lebih awal melalui prosedur seperti kolonoskopi sebelum berpotensi menjadi kanker.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Kanker kolorektal sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, terutama jika tumbuh di sisi kanan usus besar. Feses yang masih cair dan ukuran lumen usus yang lebih besar membuat tumor tersembunyi cukup lama. Akibatnya, banyak pasien baru menyadari keberadaan kanker saat sudah memasuki tahap lanjut.
Berikut ini gejala-gejala yang perlu diwaspadai:
Perubahan pola buang air besar secara terus-menerus, terutama jika berlangsung lebih dari beberapa minggu, bisa menjadi tanda awal. Baik diare maupun sembelit yang tidak kunjung membaik perlu diwaspadai.
Meski sudah buang air besar, pasien sering merasa masih ada sisa di dalam usus. Rasa tidak nyaman ini muncul karena adanya sumbatan atau tekanan dari tumor di dinding usus.
Darah bisa tampak jelas atau tersembunyi dalam bentuk tinja berwarna sangat gelap. Ini bisa disebabkan oleh perdarahan dari tumor di dalam usus besar atau rektum.
Kanker yang tumbuh bisa menimbulkan tekanan, kram, atau rasa nyeri yang tidak biasa di perut. Gejala ini kerap disalahartikan sebagai gangguan pencernaan ringan.
Jika Anda kehilangan berat badan secara signifikan tanpa mengubah pola makan atau aktivitas fisik, ini bisa menjadi sinyal adanya gangguan metabolik serius, termasuk kanker.
Kelelahan kronis terjadi karena tubuh mengalami kekurangan nutrisi dan energi akibat kanker, terutama bila disertai anemia.
Penderita bisa mengalami pucat, pusing, dan jantung berdebar karena kekurangan sel darah merah akibat perdarahan kronis dari tumor.
Ingat, kanker kolorektal biasanya baru menimbulkan gejala ketika sel kanker sudah makin berkembang. Artinya, jangan anggap remeh keluhan yang sering kambuh walau terlihat sepele.
Advertisement
Kanker kolorektal tidak muncul begitu saja. Ada dua kelompok faktor risiko utama yang memengaruhi: genetik dan gaya hidup. Meski kamu tidak bisa mengubah faktor keturunan, kamu masih bisa menekan risiko lewat perubahan pola hidup.
Berikut ini daftar lengkap faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker kolorektal:
Memiliki orang tua, saudara kandung, atau anak yang pernah didiagnosis kanker usus besar bisa meningkatkan risiko secara signifikan.
Kelainan genetik seperti Lynch Syndrome atau Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dapat menyebabkan pertumbuhan polip dalam jumlah besar di usus besar sejak usia muda.
Jika ada anggota keluarga yang didiagnosis kanker kolorektal di bawah usia 50, maka skrining perlu dilakukan lebih dini dan lebih sering.
Kurangnya asupan sayur, buah, dan biji-bijian dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan meningkatkan risiko pembentukan polip di usus.
Makanan cepat saji, daging merah berlemak, dan makanan olahan mengandung lemak jenuh yang berkaitan erat dengan peningkatan risiko kanker usus besar.
Gaya hidup sedentari atau terlalu banyak duduk tanpa olahraga rutin berkontribusi terhadap peradangan dan metabolisme yang buruk dalam tubuh.
Indeks massa tubuh yang tinggi telah terbukti meningkatkan risiko kanker kolorektal, serta menurunkan peluang kesembuhan jika kanker muncul.
Zat kimia dalam rokok dapat merusak sel-sel usus dan memicu mutasi DNA yang berujung pada pertumbuhan sel kanker.
Minum alkohol secara rutin dan dalam jumlah tinggi dapat mengganggu keseimbangan hormon dan merusak dinding usus, meningkatkan risiko kanker.
Penderita diabetes tipe 2, penyakit Crohn, atau kolitis ulseratif memiliki risiko lebih tinggi karena adanya peradangan jangka panjang pada saluran cerna.
Diagnosis kanker kolorektal melibatkan serangkaian langkah medis yang cermat dan terencana. Proses ini dimulai dengan tes darah untuk mendeteksi kemungkinan anemia atau peningkatan kadar CEA, yang dapat menjadi penanda awal kanker. Selanjutnya, pemeriksaan pencitraan seperti CT scan atau MRI dilakukan untuk memetakan penyebaran penyakit.
Namun, kolonoskopi tetap menjadi metode unggulan dalam deteksi kanker usus besar, karena memungkinkan dokter untuk langsung memeriksa kondisi usus dan melakukan biopsi jika terdapat kelainan. Selain itu, prosedur lain seperti sigmoidoskopi atau proktoskopi dapat dipertimbangkan sesuai kebutuhan.
Skrining ini tidak hanya ditujukan bagi mereka yang mengalami gejala, tetapi juga bagi individu dengan risiko tinggi. Alodokter merekomendasikan agar setiap orang di atas usia 45 tahun menjalani skrining rutin. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai jenis dan jadwal skrining yang paling sesuai untuk Anda.
Meskipun tidak semua kasus kanker kolorektal dapat dicegah, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko:
Informasi ini bersifat umum dan untuk tujuan edukasi. Selalu konsultasikan dengan dokter untuk diagnosis dan pengobatan yang tepat. Gejala dan penyebab kanker kolorektal dapat bervariasi, dan penting untuk mendapatkan perawatan medis profesional jika Anda mengalami gejala yang mengkhawatirkan.
Kanker kolorektal adalah kanker yang berkembang di usus besar atau rektum, yang dapat mengancam jiwa jika tidak terdeteksi dan diobati dengan tepat.
Orang yang berisiko tinggi termasuk mereka yang memiliki riwayat keluarga kanker kolorektal, berusia di atas 50 tahun, atau memiliki kondisi medis tertentu seperti penyakit radang usus.
Pemeriksaan skrining seperti kolonoskopi adalah metode yang efektif untuk mendeteksi kanker kolorektal sejak dini.
Meskipun tidak semua kasus dapat dicegah, mengadopsi pola makan sehat, berolahraga, dan melakukan skrining secara teratur dapat mengurangi risiko.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/rmt)
Advertisement
7 Potret Busana Manggung Lyodra Ginting yang Selalu Memukau dan Keluarkan Aura Bintang
Potret Cantik Feby Febiola Tetap Awet Muda di Usia 46 Tahun
Hati-Hati! Ini Makanan Sehari-Hari yang Bisa 'Menyuburkan' Sel Kanker
8 Kebiasaan Sederhana untuk Menghilangkan Rasa Malas agar Hidup Lebih Produktif
Peran Penting Bermain untuk Anak dalam Perkembangan Otaknya, Wajib Dipahami