Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Anak-anak di bawah lima tahun sering kali menghadapi momen-momen penuh emosi yang bisa membuat orang tua terkejut, seperti saat mereka mengalami tantrum—tindakan marah, mengamuk, atau menangis dengan keras. Namun, apakah perilaku ini menandakan bahwa mereka tidak stabil secara emosional? Ternyata, tidak selalu begitu! Tantrum adalah bagian dari perjalanan perkembangan yang normal, di mana si kecil belajar mengelola emosi yang mereka rasakan.
Dr. Amira Suryani, seorang psikolog anak, menjelaskan bahwa tantrum merupakan ekspresi alami anak untuk menunjukkan kemarahan atau kekecewaan, terutama ketika mereka belum mampu mengungkapkan perasaan mereka dengan baik. "Tantrum muncul ketika anak merasa kesulitan mengekspresikan dua emosi kuat, yakni kemarahan dan kesedihan," ungkapnya. Di usia dini, kemampuan komunikasi anak masih terbatas, sehingga mereka sering kali merasa frustrasi ketika orang tua tidak dapat memahami keinginan mereka.
"Sebagian besar tantrum terjadi karena anak kesulitan mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata," tambah Dr. Amira. Ketidakmampuan ini dapat memicu rasa frustrasi yang mendalam, yang kemudian berujung pada tantrum sebagai reaksi terhadap emosi yang tak terkelola.
Advertisement
Walaupun tantrum adalah bagian normal dari perkembangan, orang tua perlu waspada jika perilaku ini terjadi terlalu sering atau berlangsung lama. Jika frekuensinya berlebihan atau anak sulit menenangkan diri, bisa jadi ini adalah tanda adanya masalah perkembangan yang lebih serius. Dalam situasi seperti ini, berkonsultasi dengan psikolog dapat menjadi langkah yang sangat membantu untuk menilai kondisi si kecil. Jadi, tetap tenang dan peka terhadap kebutuhan emosional anak, ya!
Tantrum pada anak sering kali muncul akibat berbagai faktor, baik fisik maupun psikologis. Salah satu penyebab utama adalah ketidakmampuan mereka untuk mengekspresikan keinginan. Misalnya, saat si kecil merasa lapar, lelah, atau frustrasi karena permintaannya tak terpenuhi, mereka cenderung meluapkan perasaan tersebut dengan mengamuk. Dr. Amira menjelaskan, "Pada usia ini, anak belum sepenuhnya mampu mengendalikan emosi mereka atau mengungkapkannya dengan kata-kata."
Tak hanya itu, kondisi lingkungan yang kurang mendukung juga dapat memperparah situasi tantrum. Ketika anak merasa diabaikan atau tidak diperhatikan, reaksi mengamuk sering kali menjadi pilihan. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk menciptakan suasana yang mendukung perkembangan emosional anak, dengan memberikan perhatian yang cukup dan memahami kebutuhan dasar mereka. Dengan pendekatan yang tepat, orang tua dapat membantu si kecil belajar mengelola emosi dengan lebih baik.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Tantrum pada anak memang merupakan hal yang umum terjadi, namun ada kalanya perilaku ini menunjukkan sinyal yang lebih serius. Dr. Amira menjelaskan, jika anak sering mengamuk—lebih dari lima kali dalam sehari—atau jika amukan itu terjadi hampir setiap hari dengan durasi yang lama, ini bisa menjadi pertanda adanya gangguan emosional atau psikologis yang perlu diperhatikan dengan serius.
Lebih lanjut, tanda lain yang patut diwaspadai adalah jika tantrum berlangsung lebih lama dari biasanya. Anak-anak dengan gangguan kesehatan mental sering kali mengalami amukan yang bisa bertahan antara 20 hingga 30 menit, bahkan lebih jika tidak ditangani. Oleh karena itu, jika Anda melihat tanda-tanda tersebut pada si kecil, sangat disarankan untuk segera berkonsultasi dengan psikolog anak agar mendapatkan penanganan yang tepat.
Advertisement
Saat anak mengalami tantrum, perhatian tidak hanya pada durasi dan frekuensi, tetapi juga pada perilaku agresif yang mungkin muncul. Jika si kecil melukai diri sendiri atau orang lain, ini bisa menjadi sinyal adanya masalah psikologis yang lebih dalam. Menurut Dr. Amira, beberapa anak yang mengalami depresi berat dapat menunjukkan perilaku destruktif, seperti menggigit, mencakar, atau menendang benda-benda di sekitarnya. "Jika anak sering melukai diri sendiri atau orang lain saat tantrum, ini adalah indikasi bahwa mereka mungkin memerlukan penanganan psikologis yang lebih lanjut," tegasnya.
Perilaku agresif seperti menendang, memukul, atau mencubit orang lain saat mengamuk juga patut diwaspadai. Tindakan ini menunjukkan bahwa anak mungkin kesulitan dalam mengelola emosinya dan membutuhkan bantuan profesional untuk mengatasi masalah tersebut. Jika perilaku ini terus berlanjut, orang tua sebaiknya segera berkonsultasi dengan psikolog untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan langkah penanganan yang efektif.
Tantrum sering kali menjadi cara anak-anak untuk menarik perhatian orang tua mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, penting bagi si kecil untuk belajar menenangkan diri setelah meluapkan emosi. Dr. Amira menjelaskan bahwa jika anak tidak mampu mengendalikan perasaannya pasca-tantrum, ini bisa menjadi sinyal adanya kesulitan dalam mengatur emosi. Untuk anak yang berperilaku tantrum demi mendapatkan perhatian, memberikan mereka ruang untuk mengekspresikan diri bisa menjadi langkah yang sangat bermanfaat.
Namun, jika perilaku tantrum ini terus berulang dan anak kesulitan untuk menenangkan diri, mungkin sudah saatnya untuk mencari bantuan agar mereka dapat belajar mengelola emosi dengan lebih baik. Dalam situasi ini, dukungan dan kesabaran orang tua sangatlah krusial. Dengan bimbingan yang tepat, anak-anak dapat menemukan cara yang lebih sehat untuk menghadapi perasaan yang kuat, dan tumbuh menjadi individu yang lebih mampu mengatasi emosinya di masa depan.
Tantrum pada anak merupakan fase yang wajar dalam perkembangan mereka, namun jika perilaku ini semakin sering dan tampak tidak biasa, orang tua perlu bertindak cepat. Salah satu langkah awal yang bijaksana adalah berkonsultasi dengan psikolog anak. Melalui diskusi ini, orang tua dapat memahami lebih dalam mengenai penyebab tantrum dan menemukan strategi yang efektif untuk mengatasinya. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan emosional anak juga sangat penting agar mereka merasa aman dan nyaman.
Di samping itu, orang tua harus menjadi teladan dalam mengelola emosi, terutama saat anak menghadapi situasi yang membuat mereka marah atau kecewa. Seiring bertambahnya usia, sikap dan perilaku anak akan berkembang, terutama jika mereka dikelilingi oleh kasih sayang dan perhatian. Jika orang tua merasa kesulitan dalam menghadapi tantrum anak, jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog agar penanganan yang tepat dapat segera diterapkan.
Kemarahan mendadak pada anak sering kali muncul karena berbagai alasan. Salah satunya adalah ketidakmampuan mereka untuk mengungkapkan keinginan atau perasaan yang mereka rasakan. Selain itu, rasa frustrasi akibat tidak dipahami juga bisa menjadi pemicu. Tak kalah penting, faktor fisik seperti rasa lapar atau kelelahan juga dapat mempengaruhi suasana hati si kecil.
Menghadapi anak yang sedang tantrum memang bisa menjadi tantangan, tetapi kunci utamanya adalah menjaga ketenangan dan kesabaran. Jangan sekali-kali memarahi atau menghukum mereka, karena tindakan tersebut justru bisa memperburuk situasi. Berikan ruang bagi anak untuk mengekspresikan emosinya, dan setelah itu, bantu mereka menemukan cara untuk menenangkan diri.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/abh)
Advertisement
Venna Melinda Resmi Bercerai dari Ferry Irawan Secara Verstek, Ketok Palu Semua Bukti Dinyatakan Sah
Manchester United Terancam Kehilangan 2 Pemain Ini di Laga Lawan Arsenal, Penggemar Cemas
Mengapa Ruben Amorim Pilih Zirkzee Ketimbang Hojlund di Ujung Tombak Manchester United?
Manchester United Kalahkan Everton, Amad Diallo Jadi Pemain Penting di Laga Ini
Usai Kalahkan Everton, 2 Pemain Manchester United Ini Dapat Rating Tinggi