Terungkap! 4 Fakta Menarik di Balik Pemecatan AKBP Bintoro, Kasat Reskrim Polres Jaksel

Kapanlagi.com - Kasus pemecatan AKBP Bintoro dari kepolisian kini menjadi sorotan publik setelah terkuaknya dugaan pemerasan terhadap tersangka kasus pembunuhan. Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan ini diduga menerima lebih dari Rp100 juta dalam kasus yang juga melibatkan sejumlah anggota kepolisian lainnya.

Dalam sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) yang digelar di Polda Metro Jaya, Bintoro pun dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), bersamaan dengan rekannya AKP Zakaria yang juga terjerat dalam skandal ini. Keputusan pemecatan tersebut diambil berdasarkan bukti-bukti yang terungkap selama proses sidang etik.

Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, mengungkapkan bahwa aliran dana yang diterima Bintoro dan pihak-pihak terkait telah dibongkar dalam sidang, meskipun pihak pemberi uang tidak hadir untuk memberikan klarifikasi. Fakta ini semakin memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dalam proses hukum yang dilakukan oleh para tersangka.

Tak hanya Bintoro, beberapa anggota polisi lainnya yang terlibat dalam kasus ini juga menerima sanksi yang beragam. AKBP Gogo Galesung dan Ipda Novian Dimas dijatuhi demosi selama delapan tahun, sementara nasib AKP Mariana masih menunggu keputusan sidang. Langkah tegas ini menunjukkan komitmen Polri untuk menindak pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggotanya.

Simak rangkuman Liputan6.com dari berbagai sumber pada Sabtu (8/2/2025) untuk mengetahui lebih lanjut tentang fakta-fakta menarik seputar kasus AKBP Bintoro.

1. Kronologi Kasus Pemerasan yang Menjerat AKBP Bintoro

Kasus ini mencuat setelah Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, dua tersangka dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan, melaporkan dugaan pemerasan yang melibatkan AKBP Bintoro dengan angka mencengangkan, lebih dari Rp 100 juta. Laporan tersebut memicu langkah hukum yang lebih lanjut, dengan gugatan perdata diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025, menuntut pengembalian aset mewah dan kompensasi atas tindakan melawan hukum.

Indonesia Police Watch (IPW) pun tak tinggal diam, menyoroti keterlibatan Bintoro dalam praktik pemerasan ini, yang semakin memperkuat tuduhan pelanggaran kode etik terhadap mantan perwira polisi itu. Tak hanya Bintoro, sejumlah polisi lainnya juga terpaksa menghadapi sanksi berat, termasuk pemecatan dan demosi, akibat keterlibatan mereka dalam skandal yang mengguncang institusi kepolisian ini.

(Setelah 8 tahun menikah, Raisa dan Hamish Daud resmi cerai.)

2. Sidang Etik dan Keputusan Pemecatan

Sidang etik yang mengguncang Polda Metro Jaya berlangsung pada Jumat, 7 Februari 2025, di mana AKBP Bintoro menjadi sorotan utama. Dalam forum yang dipenuhi ketegangan ini, majelis KKEP mengupas tuntas berbagai fakta mengejutkan, termasuk aliran uang yang diterima Bintoro dan rekannya.

Tidak hanya Bintoro, AKP Zakaria pun harus menanggung konsekuensi berat dengan pemecatan, setelah terungkap bahwa ia mengetahui seluk-beluk pengelolaan uang dari tersangka pembunuhan. Keputusan tegas ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan kewenangan di tubuh kepolisian tak akan dibiarkan.

Sementara itu, nasib beberapa anggota lain, seperti AKBP Gogo Galesung dan Ipda Novian Dimas, juga tidak lebih baik; mereka dijatuhi hukuman demosi selama delapan tahun sebagai bentuk sanksi atas keterlibatan mereka dalam skandal ini.

3. Penyesalan dan Air Mata AKBP Bintoro

Dalam momen yang penuh emosi di sidang KKEP Polda Metro Jaya, AKBP Bintoro tak mampu menahan air mata saat mendengar putusan pemecatannya secara tidak terhormat (PTDH). Meski hatinya dipenuhi penyesalan, ia menolak untuk menyerah begitu saja.

Dengan semangat juang yang menyala, Bintoro bertekad untuk mengajukan banding, meskipun ia sadar bahwa peluang untuk membalikkan keputusan tersebut sangat tipis, mengingat bukti-bukti yang telah terungkap di hadapan majelis hakim.

4. Dampak Kasus Pemerasan Terhadap Citra Polri

Kasus pemerasan yang melibatkan AKBP Bintoro dan sejumlah anggota kepolisian lainnya telah menciptakan gelombang kekhawatiran di kalangan publik mengenai integritas dan profesionalisme institusi Polri. Insiden ini tidak hanya menjadi sorotan tajam, tetapi juga menguji kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum.

Dengan langkah tegas berupa sanksi PTDH, diharapkan kejadian serupa tidak terulang dan kepercayaan publik dapat pulih.Polri perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal untuk mencegah pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang.

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum menjadi kunci untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh anggota Polri untuk selalu menjunjung tinggi hukum dan etika profesi.

(Di usia pernikahan 29 tahun, Atalia Praratya gugat cerai Ridwan Kamil.)

(kpl/frr)

Rekomendasi
Trending