Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Lebaran Idul Fitri merupakan momen penuh kemenangan bagi umat Muslim yang dirayakan dengan sukacita dan hidangan lezat. Salah satu tradisi yang selalu hadir, terutama di Jawa, adalah tradisi sungkeman. Momen ini menjadi jembatan emosional yang menyatukan keluarga dalam suasana haru, di mana anak-anak muda dengan tulus memohon maaf dan restu kepada orang tua serta kerabat yang lebih tua.
Lebih dari sekadar ritual, sungkeman mencerminkan nilai-nilai luhur yang perlu dipelihara, di mana anggota keluarga yang lebih muda bersimpuh di hadapan yang lebih tua, mencium tangan sebagai tanda hormat sambil mengucapkan permohonan maaf. Tradisi sungkeman memiliki makna yang mendalam, tidak hanya sebagai permohonan maaf, tetapi juga sebagai ungkapan bakti dan penghormatan kepada orang tua serta leluhur.
Ini mempererat tali silaturahmi keluarga dan menjadi kesempatan untuk berkumpul, berbagi cerita, dan saling menguatkan. Dikenal sebagai hasil akulturasi budaya Jawa dan Islam, sungkeman telah ada sejak masa Mangkunegara I di abad ke-18 dan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Lebaran.
Untuk memahami lebih dalam tentang makna dan asal-usul tradisi ini, simak penjelasan selengkapnya berikut ini, dilansir Kapanlagi.com dari berbagai sumber, Kamis(30/1/2025).
Advertisement
Tradisi sungkeman Lebaran memiliki akar sejarah yang menarik, yang bisa ditelusuri hingga masa Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa pada abad ke-18.
Pada saat itu, para punggawa dan prajurit dengan khidmat melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri sebagai ungkapan hormat dan permohonan maaf di hari Idul Fitri, dalam sebuah upacara massal yang berlangsung di balai istana.
Seiring berjalannya waktu, tradisi ini meluas ke masyarakat umum dan diadopsi oleh berbagai organisasi Islam, sehingga kini menjadi momen yang mempererat silaturahmi dan ikatan persaudaraan, terutama saat dipadukan dengan tradisi halal bihalal.
Meskipun asal-usulnya masih dalam kajian, sungkeman Lebaran telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia, merefleksikan nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tradisi ini adalah cerminan harmonis antara budaya Jawa dan ajaran Islam, menciptakan ritual yang kaya makna dan keindahan dalam kehidupan bermasyarakat.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Tradisi sungkeman saat Lebaran adalah perayaan bermakna yang mengajak kita merenungkan nilai-nilai luhur dalam keluarga dan masyarakat.
Momen ini melibatkan permohonan maaf kepada orang tua dan ungkapan pengampunan, mencerminkan ajaran Islam tentang pentingnya saling memaafkan.
Sungkeman bukan sekadar formalitas, melainkan ungkapan kasih sayang dan penghormatan kepada orang tua, serta sarana mempererat silaturahmi dalam suasana hangat.
Anak-anak muda juga memanfaatkan kesempatan ini untuk memohon doa restu, yang diyakini memberikan kekuatan untuk menghadapi tahun baru.
Dengan demikian, sungkeman menyatukan hati, memperkuat ikatan, dan membangun harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Advertisement
Tradisi sungkeman saat Lebaran, meski sederhana, memiliki makna mendalam dan penuh kehangatan.
Dalam momen khidmat ini, anak-anak bersimpuh di hadapan orang tua, menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan, dan mencium tangan sambil memohon maaf.
Di balik permohonan maaf tersebut terdapat ketulusan yang menjadi inti prosesi. Setelah sungkeman, doa restu dari orang tua menambah kehangatan suasana.
Meskipun tata cara bisa bervariasi, esensi tradisi ini tetap sama: menghormati dan meminta maaf kepada yang lebih tua.
Sungkeman juga berfungsi untuk memperbaiki hubungan yang mungkin renggang, mengajarkan pentingnya komunikasi dan rekonsiliasi dalam keluarga, serta membangun keharmonisan.
Tradisi sungkeman saat Lebaran adalah momen yang penuh makna dalam perayaan Idul Fitri di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Lebih dari sekadar ritual, sungkeman adalah ungkapan kasih sayang dan rasa hormat yang mendalam, sekaligus permohonan maaf yang tulus antar anggota keluarga.
Dalam setiap pelukan dan sapaan, terjalin ikatan yang kuat, mencerminkan nilai-nilai luhur budaya dan keagamaan yang harus kita jaga.
Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan tradisi ini, mengajarkan pentingnya saling memaafkan, menghormati orang tua, dan mempererat silaturahmi, agar kehidupan kita tetap harmonis dan penuh berkah.
Mari kita jadikan sungkeman bukan hanya sebagai rutinitas tahunan, tetapi juga sebagai refleksi diri yang mengajak kita untuk merendahkan hati dan menghargai sesama.
Dengan demikian, tradisi ini akan terus hidup dan menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Indonesia yang berharga.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/rao)
Advertisement
Pemerintah China Umumkan Cabut Larangan Korean Wave, Konten Korea Bisa Diedarkan Lagi Mulai Mei 2025
Terungkap, Ternyata Ini Alasan Sebenarnya yang Bikin Shenina Cinnamon Jatuh Cinta pada Angga Yunanda
Potret Cantik Gladys Suwandhi yang Sudah 55 Tahun Tapi Tetap Awet Muda dan Masih Menawan
Mengenal Seto Nurdiantoro, Mantan Pesepak Bola yang Pernah Perkuat Tiga Tim Raksasa Yogyakarta
Rekam Jejak Politik Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita