Palugada Mewujudkan Kampung Berseri, Cerita Agung Triono Pengasuh Karang dari Lenggoksono
Agung Triono, local champion dari KBA Lenggoksono. (Dokumentasi Pribadi)
Kapanlagi.com -
Penulis: Mahardi Eka
"Percaya nggak, setiap ada audisi Indonesian Idol saya mesti ikut. Meski belum lolos semua,” kelakar Agung Triono. Pria kelahiran 1988 ini kini memang tidak dikenal sebagai jebolan Idol seperti Judika, Regina, atau yang terbaru ada Lyodra dan Tiara. Agung, begitu ia disapa, justru dikenal sebagai local champion Kampung Berseri Astra dari Dusun Lenggoksono.
Dusun Lenggoksono di Kabupaten Malang, Jawa Timur adalah salah satu dari 81 Kampung Berseri Astra yang tersebar di seluruh Indonesia. Jarak tempuh dari kota Malang menuju ke sana sekitar 2 jam dengan menggunakan motor. Bisa 3-4 jam dengan menggunakan mobil. Akses masuk menuju ke Lenggoksono memang menjadi tantangan tersendiri.
Namun, perjuangan melewati kelokan menuju ke sana langsung terbayar dengan hamparan indah kebun kopi yang membuai di kanan dan kiri jalan. “Kami menyebut tempat kami sebagai hidden paradise,” kata Agung mengandaikan keindahan yang didapat setelah perjuangan panjang di jalan berkelok.
Advertisement
Istilah “surga tersembunyi” layak disematkan karena deretan pantai di Lenggoksono yang keindahannya diakui oleh wisatawan dalam negeri dan juga mancanegara. Sebut saja Banyu Anjlok, Bolu Bolu, dan Teluk Klete’an menjadi tujuan favorit ketika berwisata ke Lenggoksono.
Keindahan pantai dan alam di atas sudah dinikmati Agung sejak kecil. Ia lahir dan tumbuh besar di sana. Agung tumbuh menjadi pemuda yang gemar bernyanyi dan memainkan gitar. Kepiawaiannya itu ia asah dari hobi dan ketekunannya dalam aktif berkegiatan di gereja. Ia bahkan pernah mencicipi profesi sebagai penyanyi kafe. Hobi dan impiannya itulah yang menjadi bahan bakar betapa getolnya Agung mengikuti audisi Indonesian Idol kala itu. “Sampai tim yang menyeleksi hafal dengan saya,” ceritanya lagi.

Cita-citanya tidak terbatas para ranah musik. Agung sudah berniat mengabdikan dirinya sebagai pendeta pada tahun 2015. Kala itu ia mengikuti bimbingan di kantor sinode untuk kemudian menjalani tes psikologi dan persiapan kuliah di jurusan Teologi. Akan tetapi niat mulia itu harus dipendamnya dalam-dalam karena lima hari menjelang tes masuk Universitas Duta Wacana Yogyakarta, ia mendapat kabar bahwa ayahnya didiagnosa kanker.
“Saat itu saya sedang mengerjakan tes psikologi. Pikiran saya tidak berada di situ,” sedikit ia mengingat seperti apa kalutnya ia saat itu. Agung lantas memilih mendampingi sang ayah.
Impian Agung sebagai penyanyi professional memang belum kesampaian. Sama halnya dengan harapannya untuk melayani sebagai pendeta. Namun saat ini, ia diperkenankan Tuhan menjajagi panggung yang berbeda. Bukan panggung konser, bukan mimbar di gereja, tapi alam Lenggoksono, kampung halamannya.
1. Filosofi Hidup Bersanding Alam
Jauh sebelum menjadi Local Champion, Agung banyak berkecimpung dengan alam dalam kesehariannya. Selepas tidak melanjutkan studi sebagai pendeta, Agung pulang ke Lenggoksono untuk membantu ayah Hari Budi Ono dan pakdhe Kasembadan (paman) turun ke laut sebagai mata pencaharia. Dari tempaan dua sosok penting dalam hidupnya itu, Agung memahami bahwa hidup manusia tidak bisa dilepaskan dari keseimbangan alam.
“Kita hidup dari laut, kalau bukan kita yang menjaganya, siapa lagi? Jangan pernah merusak laut yang memberi kehidupan,” begitulah pesan ayah Agung yang selalu terngiang di benaknya.
Saat itu, laut, kebun kopi, dan kebun cengkeh menjadi sumber alam utama yang menopang kehidupan masyarakat Lenggoksono. Begitu makmurnya Lenggoksono, bahkan ketika tidak musim panen, masyarakat akan mengolah daun cengkeh untuk jadi komoditas.
Laut juga yang menjadi daya tarik utama wisatawan dalam negeri dan luar negeri untuk mengunjungi Lenggoksono. Para pengunjung bisa berselancar, snorkeling keindahan terumbu karang, bahkan ada camping ground yang bisa dipakai untuk menginap. “Saya ingat betul 2015 dan 2016 adalah ramai-ramainya Pantai Banyu Anjlok,” kata Agung menerangkan.
Alam yang begitu pemurah memberikan kebaikan bagi masyarakat Lenggoksono nyatanya seperti pedang bermata dua. Tidak sedikit pihak-pihak yang ingin ikut mengelola Lenggoksono dengan cara yang tidak pas.
Agung juga mengamati bahwa ada bagian-bagian dari Lenggoksono selain pantai dan kebunnya yang belum diperhatikan betul oleh masyarakat. “Masih banyak yang membuang sampah tidak pada tempatnya,” ujar Agung. Ada pekerjaan rumah yang banyak untuk membuat Lenggoksono menjadi masyarakat yang merangkul alam sekitarnya. Tidak hanya di pantai dan kebunnya, tapi sampai ke halaman rumah.
(Setelah 8 tahun menikah, Raisa dan Hamish Daud resmi cerai.)
2. Pengasuh Karang dari Lenggoksono
Pintu perkenalan Agung dan Astra tidak akan mungkin terjadi tanpa kehadiran Vian Dedy, seorang mahasiswa yang itu kuliah praktik di sana dan kini menjadi staf Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya .Ia merasa berhutang budi kepada Agung. Ia lantas memperkenalkan Agung dengan Satu Indonesia Award yang diadakan oleh Astra. Saat itu Fian yakin bahwa Agung mampu menunjukkan bahwa ia adalah local champion. Sosok lokal yang siap berjibaku memperkenalkan Lenggoksono ke masyarakat luas.
“Saat itu saya mendaftar sebagai Pengasuh Karang (Coral Nanny). Benar-benar modal nekat, niat, dan semangat pokoknya. Karena saya ini apalah, lulusan SMA harus melawan para akademisi, praktisi, profesor, dan sosok-sosok hebat lainnya. Apalagi ada 7000 lebih yang mendaftar,” kenang Agung. Didampingi oleh Vian, Agung menyelesaikan semua persyaratan untuk bisa masuk dalam Satu Indonesia.
“Saya mengenal Agung sejak tahun 2010 yang waktu itu diajak dosen Ir.Sukandar,MP FPIK UB dalam forum pertemuan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Bowele kelautan perikanan yang diwakilkan oleh Pak Budi (alm). Beliau adalah orangtua mas agung, sejak itu pak Budi menitipkan anaknya ke saya,” cerita Vian yang dihubungi pada kesempatan berbeda.
Coral Nanny sendiri adalah orang-orang yang dipercaya untuk menjaga ekosistem terumbu karang di Lenggoksono tetap tertaga dan lestari meski aktivitas kebaharian dan juga pariwisata terus berjalan. Salah satu tugas mereka adalah meletakkan kotak bibit terumbu karang di dalam laut dan mengawasi serta mengupayakan pertumbuhan ekosistem karangnya.
“Kami melindungi ekosistem terumbu karang. Menanam transplantasi terumbu karang. Kami juga menjaga area zona inti sebagai area konservasi terumbu karang,” papar Agung.

Keresahan Agung dalam melihat betapa Lenggoksono punya banyak potensi untuk dikembangkan ditangkap oleh Vian. Keduanya meyakini bahwa sektor wisata di Lenggoksono masih bisa ditingkatkan dengan fokus kepada nilai ekowisata. Dan itu tidak boleh boleh mendegradasi fungsi zona konservasi, batas pemanfaatanya tidak boleh merusak fungsi ekologi.
“Harapanya ke depan Agung dapat mengembangkan jiwa sociopreneur (sektor usaha yang berdampak sosial) dengan memanfaatkan potensi yang ada di desanya,” ungkap Vian tentang mengapa ia mendorong Agung ikut dalam Satu Indonesia Awards.
Dan kabar baik itu tiba 9 September 2017. Fasilitator dari Astra menelepon dan memberitahukan bahwa Agung lolos di kategori lingkungan dan akan ada tim verifikasi yang datang ke Lenggoksono. Dari situ ia juga tahu bahwa ada Anjani dari Batik Bantengan Batu yang juga lolos dari kategori UMKM.
Semesta seperti mendukung semua persiapan yang dibutuhkan. Tepat pada hari kedatangan tim verifikasi Satu Indonesia Awards, Lenggoksono seperti sedang bersolek lewat keindahan tanaman toga yang ditanam para ibu dalam merayakan HUT RI. Agung membawa tim tersebut ke tempat-tempat paling indah di Lenggoksono.
“Pagi mereka snorkling di Pantai Kletakan. Saat itu ombak bagus. Dan dengan kedalaman 2,5 meter, mereka bisa melihat keindahan terumbu karang. Mereka juga saya ajak ke Bolu-Bolu, perkebunan kelapa yang keindahannya mirip Hawai. Saat kami ke Banyu Anjlok pun wisatawannnya sangat banyak,” kenang Agung. Alam menyuguhkan pengalaman yang indah dan tak terlupakan bagi tim verifikasi. Seperti dilansir dari Tempo, tim verifikasi menyebutkan kunjungan mereka ke Lenggoksono sebagai satu dari beberapa pengalaman tak terlupakan selama proses verifikasi Satu Indonesia Awards 2017 ini.
“Saya masih ingat, beberapa minggu kemudian telepon itu datang lagi. Saya diminta terbang ke Jakarta. Bayangkan betapa senangnya saya,” tuturnya. Agung berhasil masuk menjadi 2 besar nasional, tentang program lingkungan (konservasi dan ekowisata bahari) fokus pada potensi laut.

3. Palugada Mewujudkan Kampung Berseri Astra
Perjuangan belum berakhir. Penghargaan yang didapat justru menjadi lecutan serta tanggung jawab lebih bagi Agung dalam mengembangkan Lenggoksono. Ia yang dulu hanya dikenal sebagai pengasuh karang kini sudah disematkan gelar baru, local champion.
Hari-hari Agung dipenuhi dengan mengajak masyarakat sekitar untuk lebih peduli tentang lingkungan tempat tinggal mereka, baik dalam skala kecil seperti di halaman rumah atau yang besar seperti ekosistem terumbu karang di laut.
Namun, kejutan yang didapat Agung tidak berhenti di situ saja. Lenggoksono terpilih menjadi nominasi Kampung Berseri Astra (KBA). Pada Januari 2021 ia dihubungi dan Februari ia mendapat kabar bahwa Lenggoksono terpilih menjadi satu dari puluhan Kampung Berseri Astra di Indonesia.

“Senang bukan main, tapi juga senep (Jawa: mulas),” kelakarnya. Benar saja, menjadi local champion yang mengelola Kampung Berseri Astra tugasnya lebih berat. Pada saat pertemuan via zoom bersama 70 besar, Agung diminta untuk segera mensosialisasikan 4 pilar kepada masyarakat. Tidak hanya itu, Agung diwajibkan mendokumentasikan semuanya untuk kelengkapan berkas.
“Pilar lingkungan saya mungkin bisa paham, tapi kalau kesehatan, wirausaha dan pendidikan ini yang pe-er besar buat saya,” ujarnya. Tak ada waktu untuk bingung, Agung dengan segala upaya memakai jurus palugada untuk menuntaskan tugas KBA ini. Ia siap melakukan apapun untuk menjawab kebutuhan KBA ini. Beruntung ia dibantu oleh Lurah dan perangkat desa serta warga untuk segera mensosialisasikan pilar-pilar tersebut kepada masyarakat.

Dari pilar kesehatan, Agung bersama-sama mengumpulkan kader Posyandu untuk memahami dan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Di sini para kader mendapatkan pengarahan bahwa menjaga kesehatan besar artinya pada keberlangsungan pilar-pilar lainnya. Misalnay saja peran orangtua dalam menjaga gizi anak dan mencegah stunting. Dari generasi yang sehat akan bisa terwujud pendidikan, ekonomi, dan lingkungan yang sehat. Beberapa penyuluhan lain adalah tentang pentingnya tanaman hijau serta toga dalam keseharian.

Untuk pilar Ekonomi, Agung langsung menukik kepada kebutuhan akan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) bagi masyarakat Lenggoksono. Ia menggaungkan kepada warga untuk mulai belajar dan memulai UMKM mereka sendiri.

Sementara dari sisi pilar pendidikan, Agung beserta perangkat desa dan guru berfokus kepada Pendidikan Anak Usia Dini. Baginya, generasi muda yang maju menjadi kunci penting pengembangan Desa Lenggoksono. Dengan memadukan gaya pendidikan yang diusulkan Astra dengan SDM dari Lenggoksono, kelompok KBA di sana menginspirasi PAUD lainnya untuk menjadi semakin progresif. “Pilar pendidikan dikelola dengan gaya yang berbeda dari sekolah formal. Itu merambat ke guru-guru di Lenggoksono dalam pengembangkan teknis dan konten pembelajar. Gadget friendly pula,” katanya.
Tanpa mengesampingkan pilar yang lain, Agung mencurahkan perhatiannya yang besar pada pilar lingkungan. Bahkan ia pun memutuskan mendaftarkan Lenggoksono sebagai Kampung Hijau yang nantinya menitikberatkan pada konsep ramah lingkungan. Beragam kegiatan dilakukannya mulai dari mengajak masyarakat di lingkup keluarga atau RT bersama-sama menanam tanaman hijau dan toga di halaman rumah. Tak lupa juga menyadarkan masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Lalu untuk pemanfaatan limbah plastik, Agung mengajak masyarakat membuat ecobrick.
“Ternyata membuat ecobrick ada tekniknya. Sampahnya harus benar-benar kering dan bebas bahan kimia. Biar tidak meledak nanti kalau salah pengolahan,” ceritanya tentang ecobrick. Yang merupakan hal baru bagi Agung.

Dalam mempersiapkan empat pilar tersebut, Agung bekerja sama dengan Ketua RT, Ketua RW, para guru, dan tokoh masyarakat. Jurus jitu Agung dalam menyukseskan sosialisasi KBA nyatanya terletak pada kehadiran para ibu.
“Para ibu sangat semangat ketika tahu bahwa jika nanti Lenggoksono menjadi KBA, bisa jadi ada artis atau pejabat yang datang,” ungkapannya. Agung juga memaksimalkan aset pribadinya untuk kebutuhan ini. Tanah yang dimiliki ibunya ia gunakan untuk kegiatan masyarakat, sanggar, serta tempat pengolahan sampah dan tanah.
4. Siap-Siap Minggat dari Desa
Proses menuju pengumuman benar-benar membuat hati Agung tak karuan. Optimisme yang ia jaga bercampur dengan kekhawatiran jika nanti semua upaya yang sudah dilakukannya tidak membuahkan hasil. Sampai-sampai pada suatu momen, ia benar-benar pasrah berdoa.
Kala itu, Agung diminta untuk hadir menjelaskan secara detail tentang perkembangan KBA kepada tokoh masyarakat, ketua RT/RW, dan perwakilan warga di balai desa. Saat itu Agung harus meyakinkan bahwa program yang digarap bersama ini pastilah berhasil.
“Tuhan jika ini memang kehendakmu, terjadilah. Seperti itu saya berdoa. Karena memang saya di posisi antara sukses atau siap siap minggat (pergi dari desa). Tekanan sosialnya begitu berat karena saya sudah habis-habisan dalam mengupayakan ini. Dan saya sudah meyakinkan banyak orang bahwa Lenggoksono bisa lolos,” ceritanya.
Agung tidak perlu minggat dari desanya karena pada 28 Juli 2021, Lenggoksono masuk menjadi Tunas Kampung Berseri Astra.
5. Palugada Terus Berlanjut
Meski tugas makin bertambah, Agung sangat bersemangat mengembangkan desa tempat tinggalnya ini. Bahkan riak yang timbul karena ada oknum yang mengintimidasi, menuduhnya cari untung atau korupsi diterjangnya saja. Ia yakin kerja kerasnya yang akan menjawab tuduhan-tuduhan tersebut dengan sendirinya.
“Sesekali saya memohon bantuan kepada sosok-sosok penting untuk hadir di sini. Salah satunya saya menghadirkan pak Nanang, Ketua Bursa Wisata Jawa Timur,” ujarnya. Ketika Lenggoksono sudah dikenal sebagai KBA, tamu-tamu terus berdatangan. Salah satu di antaranya rombongan guru SMK 6. Para wisatawan yang dulunya hanya terpikat dengan keindahan pantai pun perlahan melirik KBA sebagai keunikan Lenggoksono.
Agung berupaya untuk terus aktif dalam setiap pertemuan dengan perwakilan Astra. Ia pun selalu mendokumentasikan setiap kegiatan KBA. Tak lupa ia sebarkan kegiatan tersebut lewat platform media sosial yang dikelolanya seperti Facebook, Instagram, atau YouTube. “Pokoknya harus laporan terus. Karena dari Astra ada sustainable assesment,” ungkapnya.
Berbekal bakatnya belajar hanya dengan mendengar percakapan, Agung terus melakukan jurus palugadanya dalam mengembangkan KBA. Apa yang belum ia bisa, ia akan sanggupi dan belajar untuk mewujudkannya. Ia bekerja sama dengan kelompok ibu-ibu di Lenggoksono. Ia juga punya tim yang terdiri dari 25 orang bapak-bapak warga Lenggoksono yang siap sedia.
Ia sampai berguru kepada Bapak Supadi (TPST Dau) untuk bisa paham dan mengerti ilmu dan tekni pengolahan sampah. Semua dilakukannya meski dengan sarana dan prasarana yang terbatas. “Astra jadi jalan Tuhan untuk cari ilmu dan berbagi,” tuturnya semangat.

Bahkan ketika Agung menyambut tamu kunjungan Astra, Bima Krida Pamungkas, head of CSR PT. Astra International, ia mempersiapkannya di tengah sedang berduka karena ditinggal pergi kakeknya untuk selamanya pada Agustus 2022.
“Saya cari anak PAUD, bikin lesung bersama bapak-bapak, cari pagar manusia, cari penari kuda lumping, semua setelah saya menemani keluarga yang sedang berduka karena kakek meninggal,” paparnya.

6. Kampung Iklim dan Harapan Masa Depan
Agung masih akan terus berjuang demi Lenggoksono. Apapun ia disebut, pengasuh karang, atau bahkan local champion, ia akan membawa filosofi hidup dari ayahnya menjadi jiwa dari laku hidupnya. Perjuangan menjadikan Lenggoksono menjadi kampung berseri dan dikenal masyarakat luas akan makin terasa di masa-masa mendatang.
Ia sudah mempersiapkan kader-kader penerus di desanya. Sambil jagong (ngobrol) bersama pemuda-pemuda desa, ia sudah melirik bibit-bibit muda yang mulai tertarik untuk menggeluti profesi pegiat lingkungan.
Agung berharap apa yang dilakukannya bisa mendorong warga Lenggoksono untuk makin membuka pikiran dan menggembangkan pola pikirnya. Ia juga berharap agar akses pendidikan menjadi lebih mudah. Kini makin banyak perangkat desa yang membantunya. Ketua RT dan RW menjadi penasehat dan teman diskusi bagi Agung untuk belajar dan berkembang.
Ke depannya, Agung sudah mempersiapkan diri untuk membawa Lenggoksono menjadi Kampung Iklim. Semua potensi yang ada di Lenggoksono khususnya alam harus dikelola. “Mulai dari pengelolaan limbah rumah tangga, air hujan, sumber mata air, bahkan waduk harus dikelola dengan baik. Dan Lenggoksono punya standar yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” yakinnya.
Lenggoksono punya cengkeh yang berfungsi sebagai penahan longsor. Masyarakat juga akan diajak untuk menggunakan pupuk alami seperti misalnya air cucian beras. Sampah tidak dibuang ke sungai lagi.
Perjuangannya Agung tentu tidak mudah, tapi ia sudah merasakan hasilnya. Kalian juga bisa mencicipinya. Jadi… kapan kalian berkunjung ke hidden paradise di Malang Selatan ini? Nanti Agung dengan senang hati menyambut kalian.
(Di usia pernikahan 29 tahun, Atalia Praratya gugat cerai Ridwan Kamil.)
(kpl/dka)
Advertisement