Diperbarui: Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Debat publik Pilkada Aceh Tenggara 2024 yang seharusnya menjadi panggung adu gagasan bagi para calon pemimpin justru menyuguhkan momen yang tak terduga. Ketiga pasangan calon (paslon) yang berkompetisi, yaitu Salim Fakhry-Heri Al Hilal (SAH), Raidin Pinim-Syahrizal (RASA), dan Pandi Sikel-Khairul Abdi (PADI), ternyata memiliki ikatan keluarga yang cukup dekat.
Alih-alih saling berdebat untuk merebut hati pemilih, mereka memilih untuk menghangatkan suasana dengan saling mendukung satu sama lain, menjadikan acara ini lebih mirip sebuah reuni keluarga.
Diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Tenggara, acara ini berubah menjadi sesi silaturahmi yang penuh dengan doa dan harapan untuk kemenangan masing-masing paslon. Momen-momen hangat ini membuat banyak orang terheran-heran dan menimbulkan kritik dari masyarakat yang merasa debat tersebut tidak memberikan manfaat yang diharapkan bagi pemilih.
Lalu, apa saja momen unik yang terjadi dalam debat yang lebih mirip pertemuan keluarga ini? Mari kita simak bersama ulasannya yang telah dirangkum Kapanlagi.com dari berbagai sumber, Selasa (26/11).
Advertisement
Debat publik yang seharusnya menjadi arena pertarungan gagasan dan program kerja pasangan calon justru bertransformasi menjadi momen penuh kehangatan persaudaraan.
Dalam suasana yang penuh keakraban, Raidin Pinim, calon bupati nomor urut dua, dengan tegas menolak untuk mengajukan pertanyaan kepada saudaranya, Pandi Sikel, calon bupati nomor urut tiga.
"Adindaku Pandi, sesuai komitmen kita berdua, saya tidak akan pernah memberikan pertanyaan kepadamu," ungkap Raidin dengan nada penuh kasih.
Tak hanya itu, ia juga mendoakan Pandi agar meraih suara terbanyak dalam Pilkada mendatang. Sikap ini disambut positif oleh Pandi Sikel, yang menegaskan bahwa di tengah persaingan politik yang ketat, hubungan kekeluargaan tetap menjadi prioritas utama mereka.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Dalam sebuah momen emosional yang jarang terjadi di panggung politik, Raidin Pinim mengungkapkan bahwa jika orang tua mereka masih ada, mungkin keadaan saat ini akan berbeda.
"Seandainya orang tua kita masih hidup, terutama Bapak Haji Umurudin, saya yakin beliau tidak akan membiarkan kita berdiri sebagai pasangan calon bupati," ujarnya dengan penuh perasaan.
Mendengar pernyataan itu, Pandi Sikel pun menanggapi dengan hangat, "Sebenarnya kita masih terikat sebagai keluarga, dan semoga dalam politik maupun aspek lainnya, keluarga tetap menjadi prioritas utama kita."
Advertisement
Meskipun penuh dengan nuansa kekeluargaan yang unik, banyak yang berpendapat bahwa debat ini gagal memenuhi esensinya.
Seharusnya, debat menjadi momen penting untuk memperkenalkan program kerja serta visi dan misi para calon kepada pemilih.
Namun, ketika para pasangan calon lebih memilih untuk saling mendukung ketimbang beradu argumen, kesempatan pemilih untuk memahami perbedaan program yang ditawarkan pun sirna.
Tak ayal, kritik pun bermunculan, menilai acara ini hanya sekadar formalitas tanpa memberikan nilai substansi yang berarti.
Di tengah hingar-bingar dunia politik yang sering kali memecah belah, momen ini justru dihadirkan sebagai angin segar yang menekankan pentingnya nilai kekeluargaan.
Ketiga pasangan calon menunjukkan bahwa persaingan politik tak melulu harus berisi permusuhan, melainkan bisa dibangun atas dasar saling menghargai.
Namun, di balik nuansa harmonis ini, kritik tetap mengemuka. Sebab, dalam demokrasi yang sehat, transparansi dan persaingan gagasan adalah kunci; hanya mengedepankan harmoni tanpa substansi berisiko mengecewakan pemilih yang mendambakan solusi konkret bagi permasalahan daerah yang mereka hadapi.
Ketiga pasangan calon ini tak terlibat dalam perdebatan sengit, melainkan memilih untuk saling mendukung, mengedepankan nilai-nilai persaudaraan yang mengikat mereka.
Dengan latar belakang hubungan keluarga yang erat, mereka menunjukkan bahwa dalam dunia politik pun, rasa kekeluargaan tetap dapat menjadi landasan yang kuat untuk bersinergi demi kebaikan bersama.
Banyak yang berpendapat bahwa debat ini tidak berhasil memenuhi tujuannya sebagai platform untuk pertukaran ide, sehingga gagal memberikan informasi yang memadai bagi para pemilih.
Sebagian masyarakat mengungkapkan kritik tajam terhadap debat ini, menganggapnya sekadar formalitas belaka, sementara di sisi lain, ada yang menilai acara ini sebagai cerminan harmoni dalam dunia politik yang sering kali penuh ketegangan.
Debat ini membuktikan bahwa politik bisa tetap harmonis tanpa merusak tali kekeluargaan, sekaligus mengingatkan kita akan harapan besar agar pasangan calon mampu menghadirkan solusi nyata bagi masyarakat.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/rmt)
Advertisement
Mengenal Sherly Tjoanda: Cagub Malut Baru, Gantikan Suami yang Tewas dalam Kecelakaan Kapal
Profil Mega Putri Aulia, Mantan Artis yang Sudah Hijrah dan Kini Cantik Berbalut Hijab
Bersinar di Kualifikasi Piala Dunia 2026, Siapkah Marselino Ferdinan Bawa Timnas Menang di Piala AFF 2024?
Mega Putri Aulia Nangis Minta Sinetron 'TUKANG BUBUR NAIK HAJI' Tak Tayang Lagi
Timnas Indonesia Tembus Posisi 125 Dunia, Peningkatan Signifikan dalam Ranking FIFA