Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Laporan Korban 2 Kali Ditolak Polsek dan Sempat Ditipu Pengacara

Penulis: Ricka Milla Suatin

Diperbarui: Diterbitkan:

Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Laporan Korban 2 Kali Ditolak Polsek dan Sempat Ditipu Pengacara
George Sugama Halim, anak bos toko roti yang menganiaya karyawati. (Foto: Liputan6)

Kapanlagi.com - Kasus penganiayaan yang melibatkan anak pemilik toko roti di Jakarta Timur kini menjadi topik hangat yang menarik perhatian publik. Dwi Ayu Darmawati (DA), seorang karyawati di toko roti Lindayes, mengalami kekerasan yang mengerikan setelah menolak perintah pelaku. Dalam insiden tersebut, DA dilempari berbagai benda, termasuk kursi dan patung, yang menyebabkan luka serius di kepala.

Meski telah melaporkan kejadian tersebut ke dua polsek yang berbeda, DA justru menghadapi penolakan dengan alasan teknis. Tak hanya itu, perjuangannya semakin berat ketika ia terpaksa menjual motor satu-satunya untuk membayar pengacara, yang sayangnya menipunya dan menghilang tanpa jejak. Keadaan ini membuat DA semakin terpuruk dalam pencariannya akan keadilan.

Namun, semangat DA untuk mendapatkan haknya tidak pudar. Perjuangannya mulai mendapat sorotan luas setelah ia tampil dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, di mana ia menceritakan dengan detail seluruh kejadian yang menimpanya. Perjuangan DA untuk keadilan kini menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Berikut ini adalah informasi lengkapnya, dirangkum dari berbagai sumber oleh Kapanlagi.com, Rabu (18/12).

1. Kronologi Penganiayaan: Penolakan yang Berujung Amarah

Pada Oktober 2024, DA mengalami pengalaman mengerikan ketika George Sugama Halim (GSH) memaksanya menjalankan tugas di luar tanggung jawabnya. Saat DA menolak perintah tersebut, GSH melepaskan amarahnya dengan melemparkan kursi, patung, dan barang-barang lain ke arah DA, yang mengakibatkan luka di kepalanya.

Dalam keadaan berdarah, DA berusaha melaporkan kejadian ini ke Polsek Rawamangun, namun sayangnya laporannya ditolak karena alasan wilayah hukum. Tak putus asa, ia melanjutkan perjalanan ke Polsek Cakung, yang juga menolak untuk menerima laporannya.

Akhirnya, DA terpaksa menuju Polres Jakarta Timur. "Waktu itu dilempar, kena kepala, terus di situ saya sudah berdarah dan megangin kepala. Terus mungkin dia udah melihat darah, lalu kabur. Saya akhirnya bisa keluar toko," ungkap DA, seperti dikutip dari Youtube Merdeka.com.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. 2 Kali Ditolak Polisi Bikin Laporan

DA menceritakan pengalamannya yang mengecewakan saat berusaha melapor ke Polsek Rawamangun dan Polsek Cakung setelah insiden yang menimpa dirinya.

"Setelah kejadian, saya langsung menuju Polsek Rawamangun, tetapi mereka tidak bisa menangani kasus saya. Lalu saya dirujuk ke Cakung, namun di sana juga tidak ada solusi," ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (17/12).

Akhirnya, setelah dua kali ditolak, DA diarahkan untuk melapor ke Polres Metro Jakarta Timur.

3. Korban Sempat Didatangi Pengacara, Ternyata Utusan Keluarga

Setelah dua kali ditolak, DA akhirnya memberanikan diri untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya ke Polres Jakarta Timur, didampingi oleh keluarga dan teman-temannya. Untuk memperkuat laporan, ia menjalani visum yang menjadi bukti penting.

Namun, tak lama setelah itu, DA menerima tawaran bantuan hukum dari seorang pengacara yang ternyata merupakan utusan dari Linda, pemilik toko roti tempatnya bekerja, meski awalnya DA tidak menyadari hal ini.

Pengacara tersebut mengaku berasal dari LBH dan mengklaim sebagai utusan dari Polda, membuat DA merasa tenang.

Namun, saat pertemuan di Polres untuk BAP, kebenaran pun terungkap bahwa pengacara itu sebenarnya mewakili pihak pelaku, yang membuat DA terpaksa mengganti pengacara, sayangnya, ia malah terjebak dalam penipuan.

4. Jual Motor Demi Pengacara yang Ternyata Penipu

Dalam upaya mempercepat proses hukum, DA terpaksa menjual motor kesayangannya demi menyewa pengacara baru. Namun, harapan itu sirna ketika pengacara yang diandalkan ternyata menipu dan menghilang bak ditelan bumi.

Kejadian ini semakin memperburuk keadaan DA yang sudah terpuruk secara finansial dan emosional, ditambah lagi dengan kasusnya yang tak kunjung menemukan titik terang.

"Setiap kali saya tanya tentang perkembangan kasus, dia selalu bilang, 'sedang diproses'. Tapi setiap kali ada kabar, dia datang ke rumah dan minta uang. Sampai-sampai mama saya harus menjual motor satu-satunya untuk membayar dia," ungkap DA dengan nada penuh keputusasaan.

5. Viralnya KasusPenganiayaan Anak Bos Roti yang Mengaku Kebal Hukum

Setelah insiden ini mengguncang jagat media sosial, perhatian publik pun melesat tinggi, menciptakan gelombang dukungan bagi korban dan kecaman keras terhadap lambatnya respons dari pihak kepolisian. Tekanan masyarakat yang tak terbendung akhirnya memaksa aparat hukum untuk segera mempercepat proses penyidikan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama DPR, DA mengungkapkan betapa pelaku berani mengklaim dirinya kebal hukum, sebuah pernyataan yang semakin memperkuat rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh korban.

Situasi ini menyoroti bagaimana kekuasaan sering kali disalahgunakan untuk menakut-nakuti korban, terutama ketika berhadapan dengan individu yang memiliki latar belakang ekonomi yang kuat.

Kasus ini menjadi cermin pentingnya peran media dan suara publik dalam menuntut keadilan, terutama saat korban terhambat oleh birokrasi yang rumit.

6. Pelajaran dari Kasus Ini

Kasus DA mencerminkan betapa rentannya sistem hukum dan perlindungan korban di Indonesia, di mana berbagai rintangan seperti penolakan laporan dan manipulasi oleh pengacara kerap menghantui perjalanan keadilan.

Ini menjadi pengingat mendesak akan perlunya reformasi dalam penanganan kasus kekerasan, serta pentingnya edukasi dan pemberdayaan bagi korban agar mereka bisa memahami hak-hak mereka dan terhindar dari eksploitasi dalam proses hukum.

Kita semua harus menyadari bahwa perlindungan hukum yang lebih tegas dan responsif adalah suatu keharusan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

Dengan demikian, perhatian terhadap korban kekerasan harus menjadi prioritas utama, bukan hanya dalam ranah hukum, tetapi juga dalam upaya kolektif masyarakat untuk membangun lingkungan yang aman dan adil bagi setiap individu.

7. Mengapa laporan korban penganiayaan sering kali ditolak polisi?

Seringkali, penolakan laporan terjadi karena alasan teknis, seperti lokasi kejadian yang berada di luar yurisdiksi atau minimnya bukti awal. Sayangnya, prosedur yang rumit ini justru menyulitkan korban dalam upaya mereka untuk meraih keadilan yang seharusnya mereka dapatkan.

8. Bagaimana cara melindungi diri dari penipuan pengacara?

Penting untuk memastikan bahwa pengacara yang Anda pilih memiliki reputasi yang solid dan latar belakang yang transparan.

9. Apa yang bisa dilakukan jika laporan ditolak oleh polisi?

Korban kini memiliki kesempatan untuk mengajukan laporan ulang ke kantor polisi yang berwenang sesuai dengan lokasi kejadian, atau bisa juga meminta bantuan dari lembaga hukum seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk memperkuat langkah hukum mereka.

10. Apa langkah pemerintah untuk melindungi korban kekerasan?

Pemerintah telah mengambil langkah positif dengan menyediakan layanan seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mendukung para korban kekerasan.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/rmt)