Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Haim Bresheeth, seorang akademisi Yahudi dan profesor yang telah pensiun, kini menjadi sorotan publik setelah ditangkap oleh Kepolisian Metropolitan London. Penangkapan yang mengejutkan ini terjadi pada hari Jumat, saat Bresheeth memberikan pidato di sebuah acara protes anti-genosida di depan kediaman Duta Besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely.
Dalam orasinya yang penuh semangat, Bresheeth berani menyatakan bahwa Israel "tidak dapat menang melawan Hamas," pernyataan yang langsung memicu reaksi keras dari pihak berwenang.
Setelah penangkapannya, Bresheeth, yang juga dikenal sebagai pembuat film dan pendiri Jewish Network for Palestine, dibebaskan pada keesokan harinya. Namun, ia masih berada dalam proses penyelidikan dan menghadapi tuduhan mendukung organisasi yang dilarang. Kepolisian Metropolitan pun mengonfirmasi bahwa penahanannya berkaitan dengan pernyataan kontroversial dalam pidatonya.
Lalu, siapakah sebenarnya Haim Bresheeth? Mari kita telusuri lebih dalam sosok yang kini menjadi pusat perhatian ini, dirangkum Kapanlagi.com dari berbagai sumber, Rabu (6/11).
Advertisement
Haim Bresheeth, seorang akademisi dan kritikus yang tak kenal lelah, telah memantapkan posisinya di dunia media dan budaya berkat latar belakang pendidikan yang kaya di Israel dan Inggris. Sejak tahun 2002, ia menjabat sebagai Profesor Media dan Studi Budaya di University of East London, di mana ia menjadi salah satu suara terkemuka dalam kajian isu-isu sosial dan politik.
Dengan segudang karya dokumenter yang mengundang perhatian, seperti "A State of Danger" (1988) yang mengupas kerjasama Israel-Palestina selama Intifada pertama, Bresheeth telah mengukir namanya di festival film internasional. Karya-karyanya, termasuk publikasi penting seperti "The Gulf War and the New World Order" dan "Introducing the Holocaust," mencerminkan ketertarikan mendalamnya terhadap isu-isu global dan sejarah.
Tak hanya itu, Bresheeth juga terlibat dalam proyek-proyek dokumenter awal yang menggugah, seperti "The Crumbling Ivory Tower" dan "Dinosaurs in the Playground," yang menunjukkan komitmennya untuk menyajikan realitas sosial melalui lensa film.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Dalam sebuah aksi protes yang mengguncang suasana di London pada Jumat lalu, Haim Bresheeth melontarkan kritik pedas terhadap Israel dengan tegas menyatakan bahwa negara tersebut "tidak akan pernah bisa mengalahkan Hamas."
Protes yang berlangsung di depan kediaman Duta Besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely, dihadiri oleh sekelompok aktivis anti-genosida yang berani bersuara.
Dalam pidatonya yang penuh semangat, Bresheeth mengungkapkan keberanian melawan kebijakan militer Israel dan kekacauan yang melanda Gaza, menegaskan, "Mereka tidak bisa menang melawan Hamas, Hezbollah, atau Houthi. Mereka tidak bisa mengalahkan perlawanan yang bersatu melawan genosida yang telah dimulai."
Namun, pernyataan berani ini berujung pada penahanan dirinya dengan tuduhan mendukung organisasi terlarang.
Advertisement
Bresheeth, pendiri Jewish Network for Palestine yang dikenal lantang mengkritik kebijakan Israel dan memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina, kini tengah menghadapi tuduhan serius.
Ia dituduh mendukung organisasi yang dilarang oleh Inggris, termasuk gerakan perlawanan Palestina dan Lebanon. Penahanan yang dilakukan oleh Kepolisian Metropolitan London berdasarkan Undang-Undang Terorisme tahun 2000 ini berlangsung semalam, sebelum akhirnya ia dibebaskan keesokan harinya.
Namun, penyelidikan terhadap kasusnya masih terus berlanjut, mengingat sejumlah kelompok perlawanan tersebut telah diklasifikasikan sebagai organisasi terlarang di Inggris.
Dalam pidatonya yang menggugah, Bresheeth tak segan-segan melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan Israel di Palestina, menyoroti isu-isu mendalam seperti kolonialisme, rasisme, dan kekerasan yang menyasar warga sipil, termasuk anak-anak yang tak bersalah. Pernyataannya menciptakan gelombang perhatian dan kontroversi, terutama di tengah maraknya protes pro-Palestina di Inggris.
"Israel belum mencapai satu pun dari tujuan yang mereka nyatakan, baik di Gaza, Lebanon, maupun Iran," tegasnya. Menurut Bresheeth, Israel seolah terjebak dalam labirin kekalahan di setiap pertempuran melawan perlawanan Palestina, yang ia anggap sebagai sebuah kegagalan monumental dalam mempertahankan ambisi mereka.
Penangkapan Bresheeth menambah daftar panjang kasus di Inggris yang melibatkan penegakan hukum anti-terorisme terhadap aktivis pro-Palestina. Dalam beberapa bulan terakhir, polisi Inggris semakin gencar menangkap jurnalis dan aktivis yang mengadvokasi hak-hak Palestina, menggunakan undang-undang baru seperti Undang-Undang Ketertiban Umum 2023.
Di tengah gelombang demonstrasi yang semakin meluas, hukum-hukum ini memberi wewenang kepada pihak berwenang untuk bertindak tegas terhadap individu yang dianggap menyebarkan ujaran kebencian atau mengancam komunitas tertentu. Tindakan ini pun memicu protes dari berbagai kelompok yang membela kebebasan berekspresi.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/rmt)
Advertisement