Profil Rieke Diah Pitaloka, Aktivis dan Politisi yang Berani Tanyakan Menkop Budi Arie soal Judi Online

Profil Rieke Diah Pitaloka, Aktivis dan Politisi yang Berani Tanyakan Menkop Budi Arie soal Judi Online
Rieke Diah Pitaloka (Credit: Instagram @riekediahp)

Kapanlagi.com - Kasus judi online yang melibatkan 11 Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Komunikasi dan Digital RI telah mengguncang publik dan memicu reaksi keras dari Rieke Diah Pitaloka, seorang artis sekaligus anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan. Dalam pernyataannya yang dilansir oleh Kapanlagi.com, anggota Komisi VI ini mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani kejahatan siber.

Rieke mengingatkan kembali janji Budi Arie Setiadi, Menteri Koperasi yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, untuk "menyikat" mafia judi dan pinjaman online ilegal. Ia menekankan bahwa saat ini masyarakat Indonesia terjebak dalam utang pinjol yang mencapai angka fantastis, yaitu Rp138 triliun.

Menurutnya, hal ini adalah akibat dari regulasi yang lemah di sektor digital. Dengan nada tegas, Rieke menuntut tindakan nyata dari pemerintah untuk melindungi masyarakat dari jeratan utang yang merugikan ini.

1. Biografi

Rieke Diah Pitaloka, seorang politisi berbakat yang dikenal lantang di DPR RI, telah menempuh perjalanan menarik dari dunia seni menuju panggung politik nasional. Lahir di Garut pada 8 Januari 1974, Rieke menggabungkan keahlian seni dan akademik yang mumpuni, menjadikannya sosok yang penuh warna dalam memperjuangkan isu-isu hak rakyat, terutama dalam menghadapi kekerasan simbolik negara dan perlindungan bagi pekerja migran.

Sejak masa muda, ia telah menggeluti seni dan pendidikan dengan fokus pada pemikiran kritis terhadap tindakan negara yang merugikan, dan dengan latar belakangnya yang unik sebagai seniman, aktivis, dan akademisi, Rieke terus berjuang tanpa henti untuk memperbaiki kebijakan yang berdampak negatif pada kehidupan rakyat kecil.

(Setelah 8 tahun menikah, Raisa dan Hamish Daud resmi cerai.)

2. Latar Belakang Pendidikan dan Awal Karier

Rieke, seorang akademisi cemerlang, menapaki jalur pendidikan yang mengesankan dengan meraih gelar sarjana di jurusan Sastra Belanda dari Universitas Indonesia, diikuti oleh gelar magister dalam bidang filsafat dan doktoral dalam ilmu komunikasi, juga di tempat yang sama.

Ketertarikan mendalamnya pada isu kekerasan negara terpicu oleh penelitiannya mengenai mekanisme kekerasan dalam rezim otoriter, seperti yang terjadi pada era Nazi di Jerman, yang ia tuangkan dalam tesis berjudul "Banalitas Kekerasan."

Dalam perjalanan akademisnya, Rieke menggali pemikiran filsuf terkemuka, Hannah Arendt, terutama teori "banality of evil" yang mengungkapkan bagaimana kedangkalan berpikir dapat memfasilitasi kejahatan negara.

Penelitian mendalam ini kemudian menginspirasinya untuk menulis sebuah buku yang menggugah kesadaran tentang bagaimana kekerasan negara dapat terjadi secara simbolis melalui kebijakan-kebijakan yang menindas.

3. Peran Politik dan Keberpihakan pada Rakyat Kecil

Sejak melangkah ke dunia politik sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan pada tahun 2009, Rieke Diah Pitaloka telah menjadi suara lantang bagi hak-hak rakyat kecil, mulai dari buruh migran hingga pekerja lokal.

Kepeduliannya yang mendalam terhadap isu-isu ketenagakerjaan tak lepas dari pengalamannya sebagai Duta Buruh Migran ILO, di mana ia berjuang bersama aktivis untuk memperjuangkan perlindungan tenaga kerja Indonesia di mancanegara.

Selain itu, Rieke juga memainkan peran krusial dalam pengesahan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Jaminan Sosial Nasional, yang memberikan perlindungan menyeluruh bagi pekerja, mulai dari aspek kesehatan hingga jaminan sosial.

4. Studi Doktoral dan Kritik terhadap Kekerasan Simbolik Negara

Pada tahun 2022, Rieke menorehkan prestasi gemilang dengan meraih gelar doktor cum laude, disertasi yang dihasilkannya berjudul "Kekerasan Simbolik Negara" pun diterbitkan dalam bentuk buku.

Dalam karyanya, ia memanfaatkan teori-teori cemerlang dari Pierre Bourdieu dan Nick Couldry untuk mengungkap bagaimana data yang dikelola negara sering kali berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan masyarakat melalui kekerasan simbolik.

Dengan semangat yang membara, Rieke bertekad untuk mendorong penggunaan data yang lebih partisipatif dan bermanfaat bagi kehidupan warga desa, menjadikannya sosok yang berkomitmen untuk perubahan sosial yang lebih baik.

5. Dedikasi dan Perjuangan sebagai Aktivis dan Penyair

Rieke, seorang penyair berbakat, telah melahirkan karya-karya penuh makna yang menggugah kesadaran sosial, seperti "Renungan Kloset" dan "Cara Menikmati Kenangan dengan Baik."

Dengan bimbingan langsung dari sastrawan legendaris Sitor Situmorang, ia menjadikan puisi sebagai senjata perjuangan.

Rieke percaya bahwa seni bukan sekadar alat hiburan, melainkan sarana mendidik yang mampu menggerakkan hati, dan ia menegaskan bahwa seni dan politik selalu berjalan beriringan dalam upaya menegakkan keadilan.

6. Apa yang menjadi motivasi Rieke Diah Pitaloka terjun ke dunia politik?

Dengan semangat membara, Rieke melangkah ke dunia politik bukan sekadar untuk berkiprah, tetapi untuk menjadi suara bagi rakyat kecil.

Ia bertekad memperjuangkan kesejahteraan sosial, jaminan kesehatan, dan perlindungan bagi pekerja migran, menggabungkan pengalaman seninya yang kaya dengan pemikiran akademis yang tajam.

Melalui sinergi ini, Rieke berupaya menciptakan kebijakan yang tak hanya adil, tetapi juga menyentuh hati dan membawa perubahan nyata bagi masyarakat.

7. Apa kontribusi Rieke dalam perlindungan pekerja migran?

Sebagai Duta Buruh Migran ILO, Rieke dengan gigih memperjuangkan revisi UU No. 39 Tahun 2004 yang mengatur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Dengan semangat juang yang tak kenal lelah, ia berhasil mengubah cara pandang negara yang sebelumnya lebih mengutamakan kepentingan bisnis, menjadi lebih fokus pada perlindungan hak-hak pekerja migran.

8. Bagaimana pandangan Rieke tentang seni dan politik?

Rieke dengan penuh keyakinan menyatakan bahwa seni merupakan puncak dari segala aktivitas politik, sebuah medium yang mampu mendidik sekaligus menggerakkan masyarakat.

Ia percaya bahwa seorang politisi yang hebat harus memiliki jiwa seni yang mendalam, karena hanya dengan begitu mereka dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.

(Di usia pernikahan 29 tahun, Atalia Praratya gugat cerai Ridwan Kamil.)

(kpl/rmt)

Rekomendasi
Trending