Uang Palsu di Makassar Disebut Berkualitas Rendah, BI: Mudah Terdeteksi!

Uang Palsu di Makassar Disebut Berkualitas Rendah, BI: Mudah Terdeteksi!
Ilustrasi uang palsu

Kapanlagi.com - Kasus peredaran uang palsu kembali menghebohkan, kali ini di Kabupaten Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan. Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa uang palsu yang beredar memiliki kualitas yang sangat rendah, sehingga mudah dikenali dengan cara yang sederhana. Penemuan ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk lebih memahami cara membedakan antara uang asli dan palsu.

Berdasarkan penelitian BI, uang palsu tersebut diproduksi dengan teknik yang sangat sederhana, menggunakan printer inkjet dan sablon biasa. Yang lebih mencolok, tidak ada unsur pengaman seperti benang pengaman atau watermark yang berhasil dipalsukan. Temuan ini sejalan dengan hasil investigasi Polri yang menemukan bahwa mesin cetak yang digunakan hanyalah mesin percetakan biasa.

Meskipun uang palsu yang beredar ini jauh dari kualitas uang asli, BI tetap mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada. Edukasi mengenai keaslian uang terus digalakkan melalui kampanye nasional dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Masyarakat diajak untuk mengenali ciri-ciri uang asli dengan metode 3D: dilihat, diraba, dan diterawang. Mari kita tingkatkan kewaspadaan dan jaga keaslian uang kita!

1. Kronologi Penemuan Uang Palsu di Makassar

Kasus peredaran uang palsu di kawasan UIN Makassar, Kabupaten Gowa, mengungkapkan fakta mengejutkan tentang kualitas uang tiruan yang beredar. Menurut Marlison Hakim, Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI), uang palsu ini memiliki kualitas sangat rendah dan mudah dikenali, karena tidak dilengkapi dengan unsur pengaman seperti benang pengaman, watermark, atau electrotype.

Penyelidikan lebih lanjut oleh Polri menemukan mesin cetak biasa dan teknik cetak sederhana seperti inkjet printer dan sablon yang digunakan pelaku, menunjukkan betapa terbatasnya kemampuan mereka.

Ketika diuji dengan sinar ultraviolet, uang palsu ini menunjukkan perbedaan mencolok dalam pendaran, lokasi, warna, dan bentuk dibandingkan uang Rupiah asli. Dengan kata lain, kualitas uang palsu ini masih jauh dari standar yang diharapkan, seperti yang ditegaskan Marlison Hakim dalam pernyataannya di Jakarta.

(Update terbaru Ammar Zoni, bakal dipindah dari Nusakambangan ke Jakarta.)

2. Metode Identifikasi Uang Palsu

Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk lebih waspada terhadap peredaran uang palsu dengan menerapkan metode 3D: dilihat, diraba, dan diterawang. Metode ini memungkinkan siapa saja, bahkan yang awam sekalipun, untuk dengan mudah membedakan antara uang asli dan palsu.

Dalam tahap "dilihat," perhatikan elemen visual seperti gambar utama, tulisan, dan nomor seri yang khas. Selanjutnya, "diraba" untuk merasakan tekstur unik pada angka nominal dan logo BI yang hanya ditemukan pada uang asli. Terakhir, "diterawang" untuk mengungkapkan elemen pengaman, seperti watermark dan benang pengaman yang tak bisa dipalsukan.

Untuk mendukung edukasi ini, BI juga menyediakan panduan lengkap di situs resmi mereka, sehingga masyarakat semakin siap menghadapi ancaman uang palsu di sekitarnya.

3. Tren Penurunan Kasus Uang Palsu

Dalam beberapa tahun terakhir, peredaran uang palsu di Indonesia mengalami penurunan yang menggembirakan, menurut data dari Bank Indonesia. Di tahun 2024, rasio uang palsu hanya tercatat 4 ppm (pieces per million), lebih baik dibandingkan 5 ppm pada tahun sebelumnya.

Keberhasilan ini mencerminkan strategi cerdas BI dalam meningkatkan kualitas uang dan mengedukasi masyarakat. Berbagai langkah, termasuk penguatan fitur keamanan pada uang Rupiah, pemanfaatan teknologi cetak mutakhir, serta kolaborasi antarinstansi dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal), telah membuat pemalsuan semakin sulit.

Selain itu, kampanye "Cinta, Bangga, Paham Rupiah" menjadi sorotan utama, yang tak hanya dilakukan melalui sosialisasi langsung, tetapi juga melibatkan media digital untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keaslian uang Rupiah.

4. Implikasi Hukum Pemalsuan Uang

Pemalsuan uang bukan sekadar pelanggaran ekonomi, tetapi juga merupakan tindak kriminal serius yang dapat berujung pada hukuman penjara yang berat. Menurut UU Mata Uang Pasal 36, pelaku pemalsuan dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda mencapai Rp10 miliar. Bahkan, bagi mereka yang dengan sengaja mengedarkan uang palsu, ancaman hukuman bisa meningkat hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp50 miliar.

Tak hanya itu, tindakan merusak uang Rupiah, seperti membelah atau mencoret, juga diatur dalam UU No. 7 Tahun 2011, di mana pelakunya dapat dipenjara hingga 5 tahun dan didenda hingga Rp1 miliar. Semua peraturan ini bertujuan untuk menjaga kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.

Bank Indonesia pun mengingatkan masyarakat agar merawat uang Rupiah dengan menerapkan "5 Jangan": jangan dilipat, jangan dicoret, jangan distapler, jangan diremas, dan jangan dibasahi, agar keaslian uang tetap terjaga dan mudah dikenali.

5. Peran Edukasi dalam Mencegah Peredaran Uang Palsu

Dalam upaya menanggulangi peredaran uang palsu, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah proaktif dengan menggelar kampanye edukasi yang menarik dan informatif. Melalui berbagai platform, BI menjelaskan secara mendetail ciri-ciri uang asli serta pentingnya metode 3D untuk mengenali keaslian uang.

Tak hanya itu, BI juga berkolaborasi dengan berbagai instansi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya uang palsu, dengan menyelenggarakan pelatihan untuk pelaku usaha, edukasi di sekolah-sekolah, dan penyebaran informasi melalui media sosial.

Semua inisiatif ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif yang kuat, sehingga BI berharap dapat menekan angka peredaran uang palsu ke tingkat yang lebih rendah. Dengan memadukan edukasi dan teknologi, BI berkomitmen untuk menciptakan masyarakat yang lebih waspada dan teredukasi.

6. Bagaimana cara mengenali uang asli dengan metode 3D?

Metode 3D menawarkan pengalaman yang mendalam dalam memverifikasi keaslian uang, di mana kita dapat mengamati elemen visual yang menawan, merasakan tekstur unik yang hanya dimiliki oleh uang asli, serta menerawang untuk menemukan elemen pengaman yang tersembunyi, seperti watermark yang memberikan jaminan keamanan.

7. Apa hukuman bagi pelaku pemalsuan uang?

Para pelaku kejahatan ini berisiko mendekam di balik jeruji besi selama sepuluh tahun lamanya, dengan ancaman denda yang bisa mencapai angka fantastis Rp10 miliar. Namun, bagi para pengedar uang palsu, sanksi yang menanti jauh lebih berat, menambah ketegangan dalam dunia kejahatan yang semakin meresahkan ini.

8. Apa tren terbaru mengenai uang palsu di Indonesia?

Menurut data terbaru dari Bank Indonesia, tren positif terus terlihat dalam penanganan uang palsu di tanah air. Rasio uang palsu yang semula mencapai 9 bagian per juta (ppm) pada tahun 2020 kini berhasil menurun signifikan menjadi hanya 4 ppm pada tahun 2024.

9. Bagaimana BI meningkatkan kesadaran masyarakat tentang uang asli?

Bank Indonesia meluncurkan kampanye edukasi yang menarik bertajuk "Cinta, Bangga, Paham Rupiah" untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya rupiah. Melalui kombinasi sosialisasi langsung dan platform digital, kampanye ini berusaha menyentuh hati dan pikiran warga, mengajak mereka untuk lebih mencintai dan menghargai mata uang kebanggaan bangsa kita.

(Hari patah hati se-Indonesia, Amanda Zahra resmi menikah lagi.)

(kpl/srr)

Rekomendasi
Trending