Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Setiap orang tua memiliki gaya unik dalam mendidik buah hati mereka, termasuk dalam hal memberikan hukuman. Ada yang tegas dan konsisten, sementara yang lain lebih memilih pendekatan lembut dan penuh kasih sayang. Perbedaan ini mencerminkan beragam pandangan dan filosofi pengasuhan yang bervariasi dari satu keluarga ke keluarga lainnya.
Meskipun cara pengasuhan bisa berbeda-beda, ada momen ketika anak-anak bisa sangat menggemaskan, membuat kita tersenyum lebar. Namun, tak jarang pula mereka menunjukkan sisi nakal yang bisa bikin orang tua pusing tujuh keliling! Dalam situasi seperti ini, beberapa orang tua merasa perlu memberikan hukuman agar anak belajar dari kesalahan. Namun, penting untuk diingat bahwa hukuman yang diberikan sebaiknya tidak merusak atau berlebihan.
Menariknya, beberapa jenis hukuman yang diterapkan pada anak justru menjadi kontroversial dan memicu perdebatan di kalangan orang tua. Berikut ini adalah delapan hukuman paling kontroversial yang pernah diterapkan, seperti yang dilansir dari Listverse.com. Namun, perlu ditekankan bahwa pendekatan ini sebaiknya dihindari, karena bisa berdampak negatif yang serius bagi perkembangan anak. Mari kita telaah lebih dalam!
Advertisement
Di Amerika Serikat, sebuah lembaga pelayanan anak-anak bernama Carroll Academy menerapkan kebijakan unik: anak-anak nakal diwajibkan mengikuti pendidikan basket. Meskipun tidak semua dari mereka menyukai olahraga ini, tujuan utama dari program ini adalah untuk menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dan tanggung jawab. Hanya mereka yang memiliki alasan medis yang kuat yang bisa terhindar dari "hukuman" ini, menjadikan olahraga sebagai sarana pembelajaran yang tak terelakkan.
Namun, pendekatan ini mengundang perdebatan. Sementara disiplin yang diajarkan melalui olahraga diharapkan dapat membantu anak-anak dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, memaksa mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang tidak mereka sukai justru bisa menimbulkan rasa kebencian dan penolakan. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan metode yang lebih positif dan mendukung, agar anak-anak dapat belajar dengan semangat dan antusiasme, bukan dengan paksaan.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Meskipun 31 negara, termasuk Afrika, Selandia Baru, dan Swedia, telah mengambil langkah tegas dengan melarang hukuman fisik terhadap anak, masih ada negara seperti Amerika Serikat yang belum memiliki undang-undang serupa. Kasus yang mengejutkan muncul ketika William Adams, seorang hakim di Texas, secara terang-terangan merekam aksinya memukuli anaknya selama delapan menit hanya karena si anak menggunakan internet tanpa izin. Kejadian ini menyoroti betapa pentingnya perlindungan terhadap anak dari tindakan kekerasan yang seharusnya tidak terjadi.
Hukuman fisik tidak hanya meninggalkan bekas luka fisik, tetapi juga dapat menimbulkan trauma psikologis yang mendalam bagi anak-anak. Para ahli sepakat bahwa cara ini tidak hanya tidak efektif dalam jangka panjang, tetapi juga dapat merusak hubungan antara orang tua dan anak. Sebagai gantinya, pendekatan yang lebih mendidik dan penuh kasih sayang sangat dianjurkan, di mana anak-anak dapat belajar dari kesalahan mereka tanpa harus merasakan kekerasan. Ini adalah langkah yang lebih positif untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Advertisement
Di Murray, Utah, seorang ibu berani mengambil langkah tak biasa dalam mendidik anak remajanya setelah mendapati sang anak menertawakan seragam teman sekelasnya. Dengan tujuan mulia untuk menanamkan rasa empati, ia membeli pakaian dari toko barang bekas dan meminta anaknya untuk mengenakan busana tersebut selama dua hari di sekolah. Langkah ini diharapkan dapat membuka mata sang anak tentang dampak dari perilaku mengejek yang dapat melukai perasaan orang lain.
Tindakan unik ini pun memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Sebagian orang memuji kreativitas ibu tersebut dalam menanamkan nilai-nilai empati, sementara yang lain khawatir bahwa hukuman ini justru dapat mempermalukan anak dan merusak kepercayaan dirinya. Situasi ini menjadi pengingat penting bagi orang tua untuk lebih mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap bentuk hukuman yang mereka terapkan dalam mendidik anak.
Di Smethport, Pennsylvania, sepasang suami istri, Mark dan Susan Hooper, menerapkan hukuman yang sangat ekstrem kepada anak-anak mereka. Mereka melarang anak-anak mereka makan hingga semua pekerjaan rumah Matematika selesai. Tragisnya, salah satu anak bahkan mengaku terpaksa mengemis kepada tetangga hanya untuk mendapatkan makanan.
Membiarkan anak kelaparan sebagai bentuk hukuman jelas menunjukkan ketidakmanusiawian dan bisa menimbulkan dampak fisik dan psikologis yang serius. Tindakan semacam ini bukan hanya berbahaya, tetapi juga melanggar hukum di banyak tempat. Sudah saatnya orang tua mencari metode yang lebih positif dan konstruktif dalam mendisiplinkan anak-anak mereka, demi kesejahteraan dan perkembangan yang sehat.
Saat ini, sebanyak 50 negara telah mengadopsi undang-undang yang memberikan kesempatan bagi orang tua untuk menyerahkan bayi mereka yang baru lahir di tempat-tempat aman seperti pemadam kebakaran, kantor polisi, atau rumah sakit. Salah satu kasus yang mencuri perhatian terjadi di Omaha, di mana seorang ayah tunggal yang baru saja kehilangan istrinya terpaksa meninggalkan sembilan anaknya di sebuah rumah sakit. Situasi ini menggambarkan betapa mendesaknya kebutuhan akan solusi bagi orang tua yang terjebak dalam kesulitan.
Meskipun undang-undang ini bertujuan untuk melindungi anak-anak yang tidak diinginkan, tindakan meninggalkan anak tetap menjadi isu yang kontroversial dan sering kali meninggalkan bekas luka emosional pada mereka yang ditinggalkan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada orang tua yang merasa tidak mampu merawat anak-anak mereka, agar mereka tidak merasa terpaksa mengambil langkah yang ekstrem. Ketersediaan layanan dukungan dapat menjadi jembatan bagi keluarga untuk menemukan solusi yang lebih baik.
Dapat menyebabkan malnutrisi, trauma psikologis, dan menimbulkan masalah kesehatan serius..
Hukuman ini dapat merusak harga diri dan kepercayaan diri anak, serta menimbulkan dampak psikologis negatif
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/abh)
Advertisement
7 Potret Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah Liburan Tanpa Anak-Anak, Vibes Bulan Madu Romantis di Spanyol
Potret Cantik Lyodra Lliburan ke Jepang, Outfit Kimono Bikin Makin Kinclong
Memahami 5 Tata Cara Lamaran Adat Jawa yang Penuh Makna Filosofis
SM Entertainment Perkenalkan Trainee ke-11, Bernama Hamin yang Punya Paras Rupawan
Potret Bahagia Momen Ulang Tahun Jennifer Bachdim ke-38, Dapat Surprise dari Keluarga