Siapa yang Pertama Kali Uusulkan PPN 12%? Ini Penjelasan Kronologi hingga Kontroversinya

Siapa yang Pertama Kali Uusulkan PPN 12%? Ini Penjelasan Kronologi hingga Kontroversinya

Berita | Selasa, 24 Desember 2024 16:45

Kapanlagi.com - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025 mendatang kini menjadi topik hangat di kalangan masyarakat. Kebijakan ini memicu berbagai perdebatan, terutama mengenai asal usul usulan tersebut dan dampaknya terhadap daya beli masyarakat. Banyak yang penasaran, siapa sebenarnya yang pertama kali menggagas aturan ini dan apakah kebijakan ini masih relevan dengan kondisi ekonomi saat ini.


Ketua Umum Rumah Keluarga Bersama (RKB), Wigit Bagoes Prabowo, mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan produk legislatif dari era 2019-2024. Tak pelak, isu ini melibatkan berbagai aktor politik, termasuk partai-partai besar di DPR RI.

Di sisi lain, Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, dengan tegas membantah bahwa inisiatif kenaikan ini berasal dari partainya. Pernyataan ini pun membuka ruang diskusi lebih dalam mengenai perjalanan panjang kebijakan ini, dari meja legislatif hingga akhirnya menjadi peraturan resmi.

1 dari 9 halaman

1. Awal Mula Pengusulan Kebijakan

Pada 5 Mei 2021, Presiden Joko Widodo mengirimkan Surat Presiden bernomor R-21/Pres/05/2021 ke DPR RI, menandai awal mula kebijakan PPN 12% yang menggugah perhatian publik. Surat ini menjadi pijakan untuk membahas revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang kemudian dikenal sebagai UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Tak lama setelahnya, pada 28 Juni 2021, Komisi XI DPR RI menggelar rapat dengan Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) yang akan menggali, membahas, dan menyelaraskan isi RUU tersebut.

Diskusi-diskusi hangat antara pemerintah dan legislatif pun berlangsung, dengan harapan besar bahwa UU HPP dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan pendapatan negara, meskipun masih ada kekhawatiran mengenai dampaknya bagi masyarakat kecil.

2 dari 10 halaman

2. Pembahasan di Komisi XI dan Panja DPR RI

Pada 29 September 2021, suasana di Rapat Paripurna DPR RI semakin memanas saat hasil pembahasan Panja dipresentasikan. Ketua Panja, Dolfie OFP dari Fraksi PDIP, mengungkapkan bahwa delapan fraksi, termasuk PDIP, Gerindra, Golkar, dan NasDem, sepakat untuk melanjutkan pembahasan ke tahap berikutnya. Namun, suara penolakan datang dari Fraksi PKS yang khawatir kebijakan ini akan membebani masyarakat.

Keputusan Panja ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan UU HPP, meski tak lepas dari kritik masyarakat yang menyoroti isu transparansi dan daya beli sebagai fokus utama dalam diskusi publik saat itu.

3 dari 10 halaman

3. Pengesahan UU HPP sebagai Landasan Hukum

Pada 7 Oktober 2021, DPR RI mencetak sejarah dengan mengesahkan RUU HPP menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022. Di bawah kepemimpinan Ketua DPR RI, Puan Maharani, proses pengesahan ini menjadi momen krusial dalam reformasi perpajakan Indonesia.

Namun, di balik pencapaian ini, perdebatan masih mengemuka, terutama terkait tantangan penerapan aturan baru di tengah situasi pandemi COVID-19 yang belum usai.

4 dari 10 halaman

4. Respons Publik dan Pemerintah Terkait Kenaikan PPN

Sejak disahkannya UU HPP, kebijakan kenaikan PPN telah menjadi sorotan tajam dari berbagai kalangan, dengan banyak masyarakat mengungkapkan kekhawatiran bahwa langkah ini akan semakin menyusutkan daya beli mereka di tengah tantangan PHK dan inflasi yang kian meroket.

Namun, Ketua Umum RKB, Wigit Bagoes Prabowo, menegaskan bahwa Presiden Prabowo telah menjamin bahwa tarif PPN 12% hanya akan dikenakan pada barang-barang mewah. Di sisi lain, PDIP yang diwakili oleh Deddy Yevri Sitorus, mendesak agar kebijakan ini ditinjau kembali demi kepentingan rakyat.

5 dari 10 halaman

5. Implikasi Kebijakan dan Harapan ke Depan

Kenaikan PPN menjadi 12% diharapkan dapat mendongkrak pendapatan negara demi pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik, namun tantangan yang dihadapi adalah menjaga agar kebijakan ini tidak menambah beban bagi masyarakat yang kurang mampu.

Rumah Keluarga Bersama menekankan pentingnya pengembalian aset negara yang terkorupsi sebagai langkah prioritas bagi pemerintah saat ini. Sementara itu, para pengamat ekonomi mengingatkan perlunya sosialisasi yang luas agar masyarakat dapat memahami manfaat pajak ini tanpa merasa tertekan oleh kebijakan yang ada.

6 dari 10 halaman

6. Apa alasan utama kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%?

Kenaikan ini diharapkan dapat menjadi motor penggerak untuk meningkatkan pendapatan negara, sehingga dapat memperkuat pembangunan infrastruktur dan memperbaiki layanan publik yang lebih baik untuk masyarakat.

7 dari 10 halaman

7. Apakah PPN 12% berlaku untuk semua barang dan jasa?

Wigit Bagoes Prabowo menegaskan dengan tegas bahwa PPN sebesar 12% hanya berlaku untuk barang-barang mewah, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan dikenakan pajak tinggi untuk barang sehari-hari.

8 dari 10 halaman

8. Bagaimana respons masyarakat terhadap kebijakan ini?

Berbagai kalangan mulai mengungkapkan kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat menggerus daya beli masyarakat, terutama di saat ekonomi sedang menghadapi tantangan yang cukup berat.

9 dari 10 halaman

9. Siapa pihak yang pertama kali mengusulkan kenaikan PPN?

Usulan menarik ini lahir dari tangan pemerintahan era Presiden Jokowi, yang dengan penuh semangat mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada tahun 2021.

(kpl/rmt)

Topik Terkait

Read More