Memahami 5 Tata Cara Lamaran Adat Jawa yang Penuh Makna Filosofis

Penulis: Miranti Intern

Diperbarui: Diterbitkan:

Memahami 5 Tata Cara Lamaran Adat Jawa yang Penuh Makna Filosofis
Ilustrasi Tunangan (Credit: Andre Jackson/Unsplash)

Kapanlagi.com - Lamaran dalam tradisi Jawa lebih dari sekadar ungkapan niat untuk menikah; ia adalah sebuah perjalanan budaya yang kaya akan makna dan filosofi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap langkah, mulai dari tahap congkong hingga penyerahan seserahan, sarat dengan simbolisme yang mencerminkan keseriusan dan penghormatan antara dua keluarga.

Berbeda dengan lamaran modern yang sering kali berlangsung dalam satu hari, adat Jawa mengedepankan rangkaian acara bertahap yang dirancang untuk mempererat ikatan antara kedua keluarga serta memastikan kesiapan calon pengantin. Setiap prosesi, mulai dari congkong, salar, nontoni, ngelamar, hingga penyerahan seserahan, adalah bagian dari ritual yang tidak bisa dipandang sepele. Lamaran adat ini bukanlah sekadar formalitas; ia adalah langkah sakral yang mempersiapkan kedua pasangan untuk melangkah ke jenjang pernikahan.

Dengan demikian, lamaran dalam adat Jawa menjadi sebuah upacara yang mendalam, penuh dengan makna dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sebuah tradisi yang mengajarkan kita untuk menghargai proses, bukan hanya hasil akhir.

1. Congkong: Awal Silaturahmi dan Penjajakan Keluarga

Tahap pertama dalam lamaran adat Jawa, yang dikenal dengan sebutan congkong, merupakan momen yang penuh makna ketika perwakilan keluarga pria mengunjungi rumah keluarga wanita. Kunjungan ini bertujuan untuk menggali informasi penting mengenai calon mempelai wanita, seperti status, kesiapan untuk menikah, serta latar belakang keluarganya. Di masa lalu, congkong menjadi langkah krusial dalam proses perjodohan, berfungsi untuk menilai bibit, bebet, dan bobot calon istri. Kini, meskipun pasangan sudah saling mengenal, prosesi ini tetap dilaksanakan sebagai simbol penghormatan dan keseriusan dari pihak pria. Biasanya berlangsung dalam suasana informal, congkong berfungsi sebagai jembatan awal komunikasi antara dua keluarga yang akan bersatu dalam pernikahan. Di era modern, meski sering dianggap sebagai formalitas, prosesi congkong tetap memiliki nuansa sakral dan menjadi kesempatan berharga untuk mempererat silaturahmi, menegaskan bahwa lamaran bukan hanya urusan dua insan, tetapi juga melibatkan dua keluarga besar yang saling mengikat.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. Salar: Penegasan Serius atau Sekadar Silaturahmi

Jika tahap congkong berjalan dengan baik dan kedua belah pihak saling memberikan respons positif, maka langkah selanjutnya adalah menuju tahap salar. Di sinilah perwakilan dari keluarga pria kembali hadir untuk menyampaikan niat yang lebih serius terkait lamaran. Salar bukan sekadar formalitas, melainkan momen krusial untuk menegaskan kesiapan kedua keluarga melangkah lebih jauh. Keluarga wanita akan memberikan jawaban atas penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya, dan jika hasilnya positif, komunikasi antar keluarga pun semakin erat. Tahap salar menandai bahwa hubungan ini bukan sekadar silaturahmi, melainkan telah memasuki fase serius menuju pernikahan. Biasanya, orang yang ditunjuk untuk salar adalah individu yang sama dengan yang melakukan congkong, untuk menghindari kesalahpahaman. Proses ini menegaskan bahwa pernikahan harus dijalani dengan penuh pertimbangan dan saling pengertian, bukan sekadar terburu-buru.

3. Nontoni: Momen Pertama Bertemunya Dua Hati

Setelah keluarga pria mendapatkan restu dari pihak wanita, momen yang dinanti pun tiba: nontoni. Ini adalah pertemuan resmi yang menggugah, di mana kedua calon mempelai dan keluarga besar masing-masing saling bertatap muka untuk pertama kalinya. Meskipun banyak pasangan telah menjalin hubungan sebelumnya, nontoni tetap dipandang sebagai simbol pentingnya pengenalan antar dua keluarga besar. Dalam suasana yang hangat, mereka berbincang santai tentang rencana masa depan, termasuk tanggal pernikahan, sekaligus menyelaraskan niat agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari. Dalam tradisi Jawa, keselarasan antara keluarga tak kalah pentingnya dengan keserasian antara pasangan, menjadikan nontoni sebagai langkah awal yang penuh makna dalam perjalanan menuju bahtera rumah tangga.

4. Ngelamar: Wujud Niat dan Komitmen Menuju Pernikahan

Setelah melewati serangkaian tahapan yang penuh makna, akhirnya tiba saat yang ditunggu-tunggu: prosesi ngelamar. Dalam momen istimewa ini, keluarga calon mempelai pria hadir dengan resmi, membawa seserahan yang melambangkan keseriusan dan komitmen mereka. Selain mengungkapkan niat dengan tulus, prosesi ini juga diwarnai dengan pertukaran cincin dan diskusi hangat mengenai tanggal pernikahan. Dalam tradisi Jawa, penentuan tanggal pernikahan sangatlah krusial, karena dihitung berdasarkan weton yang diyakini dapat memengaruhi kebahagiaan rumah tangga di masa depan. Oleh karena itu, musyawarah antara kedua keluarga menjadi sangat penting, di mana mereka berdiskusi untuk menentukan tanggal, lokasi, dan rincian lainnya. Ngelamar bukan hanya sekadar formalitas, tetapi juga menandai bahwa hubungan ini telah resmi terjalin, menunggu hari baik untuk melangkah ke jenjang pernikahan.

5. Seserahan: Simbol Tanggung Jawab dan Niat Menafkahi

Dalam prosesi lamaran adat Jawa, ada satu momen yang tak kalah menarik dan penuh makna, yaitu penyerahan seserahan, atau yang dikenal dengan sebutan peningset. Ini bukan sekadar tradisi, melainkan simbol kesiapan sang pria untuk mengemban tanggung jawab dalam mengelola rumah tangga. Barang-barang yang disertakan, seperti kebaya, jarik, alat mandi, perhiasan, pisang raja, jajanan pasar, hingga perlengkapan pribadi wanita, memiliki nilai filosofis yang mendalam. Misalnya, jajanan lengket yang dihadirkan melambangkan harapan agar cinta mereka selalu harmonis dan erat. Proses ini juga menjadi ajang bagi calon suami untuk menunjukkan kesiapan mental, emosional, dan finansialnya. Banyak yang keliru mengira bahwa seserahan sama dengan hantaran, padahal keduanya berbeda; seserahan adalah simbol sakral, sementara hantaran lebih merupakan buah tangan sebagai bentuk penghormatan. Dengan demikian, penyerahan seserahan menandai babak baru dalam perjalanan cinta mereka menuju pernikahan.

6. Pertanyaan Seputar Topik

Apakah tahapan lamaran adat Jawa harus dijalankan semua?

Tidak wajib, tapi dianjurkan untuk menghormati tradisi dan memperkuat hubungan antar keluarga.

Apa bedanya seserahan dan hantaran dalam adat Jawa?

Seserahan bersifat simbolis sebagai tanda kesiapan pria, sedangkan hantaran lebih kepada oleh-oleh antar keluarga.

Kenapa harus ada congkong dan salar?

Untuk menjajaki kesiapan dan kecocokan calon pengantin sekaligus membuka komunikasi awal antar keluarga.

Apakah calon pengantin wajib hadir saat congkong?

Tidak, biasanya hanya diwakili oleh keluarga sebagai bentuk penjajakan awal.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/mni)

Editor:

Miranti Intern