Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Setelah lebih dari dua dekade berkuasa, rezim Bashar al-Assad kini terancam runtuh. Ibu kota Suriah, Damaskus, telah jatuh ke tangan pemberontak dalam serangan kilat yang mengejutkan, mengguncang fondasi kekuasaan otoriter sang presiden. Dalam situasi yang semakin genting ini, Assad dilaporkan melarikan diri ke lokasi yang belum terungkap, menandakan bahwa masa pemerintahannya mungkin akan segera berakhir.
Kejadian ini menjadi tonggak penting dalam sejarah konflik Suriah, yang selama bertahun-tahun dilanda oleh perang saudara dan krisis kemanusiaan yang mendalam. Kelompok oposisi pun tak segan-segan menyatakan bahwa ini adalah "akhir dari era kegelapan" yang telah menyelimuti negara mereka. Mereka menggambarkan kejatuhan Assad sebagai sebuah kemenangan monumental bagi rakyat Suriah yang telah lama menderita.
Namun, siapa sebenarnya sosok yang telah memimpin Suriah selama 24 tahun ini? Untuk mengetahui lebih dalam tentang latar belakang dan perjalanan karirnya, simak informasi menarik yang telah kami rangkum dari berbagai sumber, hanya di Kapanlagi.com, Senin (9/12).
Advertisement
Bashar al-Assad, yang lahir pada 11 September 1965 sebagai putra kedua dari Hafez al-Assad, presiden Suriah yang berkuasa sejak 1971, memulai perjalanan hidupnya di dunia kedokteran dengan menempuh studi di Universitas Damaskus dan melanjutkan spesialisasi oftalmologi di London.
Namun, takdir membawanya ke jalur politik setelah kehilangan mendalam kakaknya, Basil al-Assad, pada tahun 1994. Sebagai calon penerus takhta, Bashar meninggalkan jas putih dokter untuk mempersiapkan diri menggantikan sang ayah.
Pada tahun 2000, ia resmi dilantik sebagai Presiden Suriah, membawa harapan akan reformasi, namun sayangnya, pemerintahannya segera bertransformasi menjadi rezim otoriter yang dikenal dengan pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan terhadap suara-suara oposisi.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Pada 8 Desember 2024, dunia dikejutkan oleh serangan kilat yang dilakukan oleh kelompok pemberontak, yang berhasil merebut Damaskus dari cengkeraman Bashar al-Assad. Dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mereka mengumumkan dengan penuh semangat bahwa kota tersebut kini telah "terbebas dari tirani."
Dalam aksi heroik ini, sejumlah tahanan politik berhasil dibebaskan dari penjara Sednaya, yang terkenal akan kekejamannya. Ribuan warga Suriah merayakan momen bersejarah ini dengan sorakan kebebasan yang menggema di alun-alun utama Damaskus.
Namun, di balik euforia tersebut, tersimpan kecemasan akan masa depan stabilitas politik Suriah, mengingat perbedaan ideologi yang mengancam persatuan di antara kelompok oposisi.
Advertisement
Setelah Damaskus jatuh ke tangan pemberontak, Bashar al-Assad dilaporkan melarikan diri dengan pesawat ke lokasi yang misterius, meninggalkan jejak kekuasaan rezim Baath yang telah berkuasa selama lima dekade. Pemberontak berusaha melacak keberadaannya, namun hingga kini, keberadaan Assad masih menjadi teka-teki yang tak terpecahkan.
Kaburnya sang pemimpin ini menimbulkan spekulasi mengenai masa depan Suriah, di tengah kekosongan kekuasaan yang dapat memicu konflik baru di negara yang sudah terpuruk dalam ketidakstabilan.
Beberapa laporan bahkan menyebutkan bahwa Assad mungkin mencari perlindungan di negara sekutunya, seperti Iran atau Rusia, menambah ketegangan di kawasan yang sudah bergejolak.
Kelompok pemberontak dengan penuh semangat mengumumkan bahwa kejatuhan Assad menandai "akhir dari era kegelapan" dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerah bagi Suriah. Dalam pernyataan resmi mereka, oposisi menyerukan persatuan nasional untuk membangun sebuah negara yang adil dan damai.
Namun, tantangan besar masih membayangi, termasuk upaya untuk menyatukan beragam kelompok oposisi yang memiliki ideologi berbeda-beda, serta potensi intervensi dari kekuatan asing yang memiliki kepentingan di wilayah tersebut.
Meskipun demikian, pernyataan ini mencerminkan harapan baru bagi rakyat Suriah, meski perjalanan menuju rekonsiliasi dan pembangunan kembali negara akan penuh liku dan rintangan.
Runtuhnya rezim Bashar al-Assad membawa angin perubahan yang mengguncang kawasan Timur Tengah, yang selama ini dipenuhi dengan konflik geopolitik yang rumit. Kejatuhan ini berpotensi menggeser keseimbangan kekuatan di antara Iran, Rusia, dan negara-negara Barat, menciptakan ketegangan baru yang tak terduga.
Namun, di balik perubahan besar ini, krisis kemanusiaan yang telah melanda Suriah selama bertahun-tahun berisiko semakin parah akibat kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan. Organisasi internasional pun mendesak agar bantuan kemanusiaan segera dikirim untuk mencegah kehancuran total infrastruktur negara.
Di tengah situasi ini, kejatuhan rezim otoriter ini menjadi bukti bahwa ketika rakyat bersatu untuk menuntut kebebasan dan keadilan, tidak ada kekuatan yang mampu bertahan selamanya.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/rao)
Advertisement
10 Potret Channella Anak Sambung Cut Tari yang Tak Kalah Cantik, Bestie dengan Sydney Adik Sambungnya
Potret Gemas Bobby Kertanegara Diundang Google, Jadi Kucing dengan Top Trending Search Google Sepanjang Tahun 2024
Profil & Kontroversi Habib Zaidan: Dulu Disebut Sebagai Bocah Ajaib Karena Tak Tidur Dua Hari, Kini Disorot KarenaBelaGusMiftah
Taylor Swift Siap Jadi Pendamping Selena Gomez di Hari Bahagianya, Bestie Goals Banget!
Formula di Balik Fenomena Lagu for Revenge: Gabungkan Lirik Super Galau dan Ayat-Ayat Quran