Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2024 tengah mengguncang perhatian dunia, dan tidak mengherankan, mengingat dampaknya yang sangat luas, terutama bagi perekonomian global. Di tengah persaingan ketat, kita melihat Donald Trump, mantan Presiden AS yang dikenal dengan kebijakan ekonomi proteksionisnya, bersiap untuk kembali bertarung. Selama masa jabatannya dari 2017 hingga 2021, Trump terkenal membatasi perdagangan internasional, dan kini ia kembali menjadi sorotan.
Di sisi lain, ada Kamala Harris dari Partai Demokrat yang membawa semangat perdagangan lebih terbuka. Hasil pemilihan ini akan sangat krusial, tidak hanya untuk AS, tetapi juga untuk hubungan perdagangan mereka dengan berbagai negara, termasuk Indonesia.
Bagi Indonesia, kebijakan ekonomi AS sangat berpengaruh pada sektor perdagangan dan investasi, mengingat Amerika merupakan salah satu mitra dagang utama kita. Jika Trump terpilih kembali, bisa dipastikan akan ada perubahan signifikan dalam kebijakan tarif impor yang mungkin akan menciptakan hambatan bagi produk-produk Indonesia di pasar Amerika.
Advertisement
Situasi ini tentunya memaksa pemerintah Indonesia untuk berpikir strategis dalam mengantisipasi dampak tersebut dan menjaga stabilitas ekonomi domestik.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas dampak kebijakan Trump jika ia kembali memimpin AS dan bagaimana hal itu dapat memengaruhi ekonomi Indonesia. Dengan pembahasan yang mendalam, diharapkan pelaku usaha dan pemerintah dapat merumuskan strategi tepat untuk mempertahankan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Jika Donald Trump kembali menduduki kursi kepresidenan, Indonesia mungkin harus bersiap menghadapi tantangan berat di pasar Amerika Serikat. Kebijakan proteksionisme yang diterapkan Trump pada masa lalu, dengan tarif tinggi pada produk impor, terutama dari negara-negara besar seperti China, bisa kembali mengancam daya saing produk-produk Indonesia.
Dengan tarif yang pernah mencapai 60% untuk beberapa barang, harga produk Indonesia di AS berpotensi melonjak, membuatnya kurang menarik bagi konsumen. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa pada April 2024, ekspor Indonesia ke AS mencapai sekitar 19,62 miliar dolar AS, dengan komoditas unggulan seperti minyak kelapa sawit, ban karet, dan alas kaki.
Jika Trump terpilih lagi dan memperketat kebijakan tarif, volume ekspor kita bisa tergerus. Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menegaskan bahwa kebijakan ini akan menyulitkan akses produk Indonesia ke pasar AS.
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera merumuskan strategi untuk menjaga daya saing ekspor dan memperkuat pasar domestik agar bisa menghadapi potensi dampak buruk ini.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Dalam kancah pemilihan presiden Amerika Serikat 2024, Donald Trump diprediksi akan mengusung kebijakan peningkatan produksi minyak domestik yang bertujuan untuk menekan harga minyak global. Jika harga minyak internasional merosot, Indonesia berpotensi meraih keuntungan besar, karena biaya subsidi energi akan berkurang, membantu mengatasi defisit anggaran negara yang kian membengkak.
Setiap lonjakan harga minyak sebesar 1 dolar AS per barel dapat menambah defisit APBN Indonesia hingga Rp5 triliun. Menurut Wijayanto, "Harga minyak yang lebih rendah bisa menjadi angin segar bagi Indonesia dalam mengelola anggaran dan menurunkan biaya produksi."
Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban anggaran dan memperkuat ketahanan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Di sisi lain, Kamala Harris, pesaing Trump, mengusung visi yang berbeda dengan lebih menekankan pada energi terbarukan, sejalan dengan upaya Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan investasi di sektor energi hijau.
Pendekatan lingkungan yang diusung Harris membuka peluang baru bagi Indonesia untuk menarik investasi hijau dan mempercepat transisi energi nasional.
Advertisement
Kebijakan perdagangan proteksionis yang diterapkan oleh Trump telah menciptakan gelombang dampak yang merembet hingga ke hubungan dagang antara AS dan China, dengan Indonesia sebagai salah satu negara yang merasakan efeknya.
Jika ketegangan perang dagang antara kedua raksasa ekonomi ini kembali meningkat, Indonesia bisa menghadapi penurunan permintaan dari China untuk komoditas penting seperti nikel, minyak sawit, dan batu bara. Terlebih, China merupakan pasar utama bagi nikel Indonesia yang sangat dibutuhkan dalam produksi baterai kendaraan listrik.
Abdul Muttalib Hamid, pengamat ekonomi dari Unismuh Makassar, mengingatkan bahwa jika ekonomi China tertekan oleh kebijakan AS, dampaknya bisa menggerus permintaan nikel dan komoditas lainnya dari Indonesia.
Namun, di tengah ketidakpastian ini, Kamala Harris tampaknya lebih memilih untuk mempertahankan perdagangan bebas dan memperkuat keterlibatan AS di kawasan Asia Pasifik, memberikan harapan bagi Indonesia untuk menjaga akses ke pasar AS dan memperkuat kolaborasi dengan negara-negara tetangga, yang pada gilirannya dapat mendukung stabilitas ekonomi kawasan yang sangat bergantung pada perdagangan global.
Di era kepresidenan Trump sebelumnya, pemotongan pajak korporasi dari 35% menjadi 21% dirancang untuk merangsang investasi domestik di AS, namun hasilnya tak sepenuhnya memuaskan.
Jika Trump kembali menerapkan kebijakan ini, ada kemungkinan perusahaan-perusahaan AS akan melirik peluang diversifikasi investasi ke luar negeri, termasuk Indonesia. Pajak yang lebih rendah bisa menjadi magnet bagi investor AS untuk menjajaki sektor-sektor manufaktur dan teknologi di Tanah Air, yang berpotensi mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, Kamala Harris berencana menaikkan pajak bagi korporasi besar dan individu berpenghasilan tinggi, yang mungkin membuat investor AS berpikir dua kali sebelum menanamkan modal di luar negeri.
Namun, kebijakan ini juga membuka celah bagi Indonesia untuk menarik perusahaan-perusahaan yang ingin menghindari beban pajak lebih tinggi dengan berinvestasi di Asia Tenggara.
Menurut Wijayanto, "Kebijakan pajak AS ini bisa membuka peluang investasi di Indonesia jika perusahaan-perusahaan AS merasa terbebani dengan pajak tinggi."
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus cermat memanfaatkan kesempatan ini untuk menggaet minat investor dan memperkuat iklim investasi di negara kita.
Pilpres AS 2024 diprediksi akan membawa angin perubahan dalam kebijakan ekonomi yang dapat mengguncang perekonomian global, termasuk Indonesia.
Dalam menghadapi potensi kebijakan proteksionisme yang semakin ketat dari AS, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah proaktif untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat posisinya dalam perdagangan internasional.
Meningkatkan daya saing produk lokal dan memperluas pasar ekspor menjadi sangat krusial, agar Indonesia tidak terjebak dalam ketergantungan pada satu pasar saja. Dengan diversifikasi pasar yang cerdas, Indonesia dapat meminimalisir dampak negatif jika hubungan dagang dengan AS atau China berubah.
Abdul Muttalib menekankan pentingnya menjelajahi peluang baru di negara-negara lain untuk memperkuat jaringan perdagangan. Oleh karena itu, pemerintah dan pelaku bisnis dituntut untuk merancang strategi yang fleksibel, siap menghadapi guncangan dalam ekonomi global yang terus berubah.
Tentu! Berikut adalah versi yang lebih menarik dari berita tersebut: Trump diprediksi akan kembali mengusung kebijakan proteksionisme yang bertujuan untuk menjaga agar industri dalam negeri Amerika Serikat tetap kokoh dan terlindungi dari gempuran pasar global.
Kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Trump berpotensi mengerek tarif impor, yang berarti produk-produk Indonesia akan melambung harganya di pasar Amerika Serikat. Akibatnya, daya saing barang-barang kita bisa tergerus, membuatnya semakin sulit untuk bersaing di negeri Paman Sam.
Kebijakan proteksionisme menjadi sorotan sebagai strategi ekonomi yang berfokus pada perlindungan industri lokal dengan cara membatasi arus barang impor.
Melalui penerapan tarif tinggi dan regulasi ketat terhadap produk luar negeri, kebijakan ini berupaya mengurangi persaingan dari luar dan memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk tumbuh dan berkembang pesat.
Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk mendiversifikasi pasar ekspor dan memperkuat daya saing produk lokal, sehingga dapat beradaptasi dengan cepat terhadap dinamika perubahan ekonomi global yang terus bergulir.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/rmt)
Advertisement