Resmi Tutup, Simak Perjalanan Sritex Menjadi Raksasa Perusahaan Tekstil di Indonesia

Resmi Tutup, Simak Perjalanan Sritex Menjadi Raksasa Perusahaan Tekstil di Indonesia
Kantor pusat dan kawasan industri PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Wikipedia)

Kapanlagi.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang lebih dikenal dengan sebutan Sritex, pernah berdiri megah sebagai salah satu raksasa industri tekstil di Indonesia. Sejak berdiri pada tahun 1966 di Solo, perusahaan ini telah menorehkan prestasi gemilang dengan melanglang buana ke pasar ekspor dan bahkan dipercaya untuk memproduksi seragam militer bagi NATO serta sejumlah negara lainnya. Namun, perjalanan gemilang ini kini harus berakhir dengan penutupan operasional yang dijadwalkan pada 1 Maret 2025.

Krisis yang melanda Sritex bukanlah sebuah kejadian yang tiba-tiba. Seiring berjalannya waktu, masalah keuangan yang semakin membengkak, ditambah dengan kegagalan dalam membayar utang, memaksa perusahaan ini untuk mengumumkan status pailit. Akibatnya, ribuan pekerja terpaksa kehilangan mata pencaharian mereka, dan banyak pihak mulai mempertanyakan bagaimana sebuah perusahaan sekelas Sritex bisa terpuruk sedalam ini.

Bagaimana perjalanan Sritex yang dulunya begitu Berjaya ini? Mari kita telusuri kisahnya, sebagaimana dilansir Kapanlagi.com dari berbagai sumber, Rabu (5/3).

1. Sejarah Kejayaan Sritex: Dari Pasar Klewer ke Pasar Global

Sritex, yang kini dikenal sebagai raksasa industri tekstil, memulai kisahnya yang menginspirasi pada tahun 1966 di tangan H.M. Lukminto dengan nama sederhana UD Sri Redjeki. Berawal dari kios kecil di Pasar Klewer, Solo, yang menjual kain belacu kepada pabrik batik lokal, Lukminto melihat celah emas dalam industri tekstil dan menggandeng kakaknya, Isman Jianto, untuk mendirikan pabrik pertama mereka pada tahun 1968.

Dengan modal Rp5 juta dan kapasitas produksi awal hanya 600-700 meter kain per bulan, mereka tak menyangka bahwa sepuluh tahun kemudian, usaha ini akan melesat pesat hingga berganti nama menjadi PT Sri Rejeki Isman pada tahun 1978.

Pembangunan pabrik tenun pertama pada tahun 1982 menjadi langkah awal ekspansi besar-besaran, dan pada tahun 1994, Sritex meraih kontrak monumental untuk memproduksi seragam militer bagi NATO dan tentara Jerman, menempatkannya di puncak industri tekstil global. Menghadapi krisis moneter 1998, Sritex justru menunjukkan ketangguhan luar biasa dengan pertumbuhan yang mencapai delapan kali lipat dari kapasitas awalnya.

(Setelah 8 tahun menikah, Raisa dan Hamish Daud resmi cerai.)

2. Langkah Ekspansi dan Ambisi Besar Sritex

Pada tahun 2013, Sritex melangkah mantap dalam dunia industri dengan meluncurkan penawaran saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode SRIL, sebuah langkah strategis yang membuka peluang pendanaan lebih besar untuk memperluas produksi.

Tidak puas hanya sampai di situ, pada 2018, perusahaan ini melakukan gebrakan dengan mengakuisisi dua raksasa industri, PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries, guna meningkatkan kapasitas produksi dan memperkuat rantai pasokannya di pasar tekstil, baik nasional maupun global.

Sritex pun tak henti-hentinya memperluas sayap ekspornya, dengan produk unggulan seperti kain jadi, benang, dan seragam militer yang telah diakui kualitasnya oleh berbagai negara di dunia.

3. Awal Mula Krisis: Dampak Pandemi dan Utang yang Membengkak

Badai melanda Sritex pada tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 mengguncang dunia, meski perusahaan ini sempat berperan besar dengan memproduksi 45 juta masker dalam waktu singkat.

Namun, anjloknya permintaan global membuat Sritex terjerat dalam kesulitan finansial yang serius, hingga pada Maret 2021, mereka gagal membayar utang sindikasi sebesar US$350 juta, yang memicu gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari para kreditur. Walau berhasil lolos dari status PKPU pada Januari 2022 berkat kesepakatan perdamaian, tekanan keuangan tak kunjung reda.

Puncaknya, pada Juni 2023, Indo Bharat Rayon menggugat Sritex akibat penghentian pembayaran utang senilai Rp127,9 miliar, dan situasi semakin memburuk hingga Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Sritex pada 18 Desember 2024, menandai babak kelam dalam sejarah perusahaan ini.

4. Puncak Krisis dan Keputusan Pailit

Dalam menghadapi badai utang yang kian menggulung, Sritex mencatat total liabilitas yang mencengangkan, mencapai US$1,61 miliar atau sekitar Rp24,45 triliun pada kuartal III 2024. Situasi semakin suram dengan defisit ekuitas yang mencapai US$1,22 miliar, menambah beban finansial yang sudah berat.

Tragisnya, pada Januari hingga Februari 2025, lebih dari 10.900 karyawan terpaksa menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK). Puncaknya, pada 1 Maret 2025, perusahaan yang pernah menjadi kebanggaan ini resmi menghentikan seluruh operasionalnya, meninggalkan jejak kelam di industri tekstil.

5. Dampak dan Pelajaran dari Kasus Sritex

Kebangkrutan Sritex mengguncang dunia industri tekstil nasional, mengingat perusahaan yang dahulu berjaya ini terpaksa menutup operasionalnya akibat kesalahan dalam pengelolaan keuangan dan tekanan eksternal yang tak tertanggungkan.

Kini, ribuan pekerja yang kehilangan mata pencaharian harus berjuang mencari peluang baru di tengah persaingan yang semakin ketat. Pemerintah pun bergerak cepat dengan memberikan bantuan berupa pesangon dan jaminan kehilangan pekerjaan bagi buruh yang terdampak.

Kisah jatuhnya Sritex menjadi pelajaran berharga bahwa pertumbuhan perusahaan harus didukung oleh manajemen risiko keuangan yang solid dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan dinamis dalam industri.

6. FAQ

1. Apa yang menyebabkan Sritex bangkrut?

Sritex mengalami kesulitan keuangan akibat gagal bayar utang, tekanan pandemi Covid-19, serta gugatan hukum dari sejumlah kreditur.

2. Berapa jumlah pekerja yang terkena PHK?

Lebih dari 10.900 pekerja dari berbagai anak perusahaan Sritex terkena PHK pada Januari-Februari 2025.

3. Apakah pemerintah memberikan bantuan kepada pekerja yang terkena PHK?

Ya, pemerintah melalui Kemnaker menjamin hak-hak pekerja untuk memperoleh pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

(Di usia pernikahan 29 tahun, Atalia Praratya gugat cerai Ridwan Kamil.)

(kpl/rmt)

Rekomendasi
Trending