Kapanlagi.com - Mulai 1 Januari 2025, Indonesia akan memasuki era baru dalam perpajakan! Pemerintah secara resmi mengumumkan penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% untuk barang dan jasa yang tergolong mewah. Kebijakan ini juga beriringan dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan diambil sebagai langkah strategis untuk menjaga konsistensi prinsip tarif tunggal dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Namun, keputusan ini tak lepas dari berbagai pertanyaan di masyarakat, terutama mengenai bagaimana skema perhitungan pajak ini akan berfungsi dan dampaknya terhadap harga barang-barang mewah. Dalam kesempatan ini, Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan baru ini tetap berpegang pada prinsip single tariff yang diatur dalam UU HPP.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas bagaimana skema baru ini bekerja, langkah-langkah yang perlu diambil untuk menghitung pajak dengan tepat, serta kategori barang apa saja yang akan terkena imbas dari kebijakan ini. Simak penjelasan berikut agar Anda lebih siap menghadapi perubahan yang akan datang.
1. Apa Itu PPN 12% untuk Barang Mewah?
Mulai tahun 2025, Indonesia akan menerapkan kebijakan baru berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 12% yang akan dikenakan secara penuh pada barang-barang mewah.
Kebijakan ini, yang bertujuan untuk menjaga prinsip tarif tunggal sesuai dengan UU HPP, mencakup berbagai kategori barang yang telah ditentukan, seperti hunian megah, kendaraan udara, dan kapal pesiar mewah.
Menurut Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, meski tarifnya tunggal, penghitungan pajak untuk barang non-mewah tetap dilakukan dengan metode nilai lain 11/12 dari nilai transaksi.
Kategori barang mewah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, menandai langkah signifikan dalam pengaturan pajak di tanah air.
2. Skema Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang Digunakan
Penerapan tarif 12% ini menggunakan skema DPP yang diatur dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024. Skema ini membagi penghitungan pajak menjadi dua kategori utama:
- Barang Mewah: Penghitungan PPN menggunakan dasar harga jual atau nilai impor, dikalikan langsung dengan tarif 12%.
- Barang Non-Mewah: Dasar pengenaan pajaknya adalah nilai lain, yaitu 11/12 dari nilai transaksi, kemudian dikalikan dengan tarif 12%.
Sebagai contoh, jika nilai transaksi barang mewah adalah Rp1.000.000, maka PPN-nya dihitung sebagai berikut:
- Barang mewah: 12% x Rp1.000.000 = Rp120.000
- Barang non-mewah: 12% x (11/12 x Rp1.000.000) = Rp110.000
Skema ini memastikan bahwa meskipun tarifnya sama, jum
3. Langkah-langkah Menghitung PPN untuk Barang Mewah
Untuk menghitung PPN 12% pada barang mewah, berikut langkah-langkahnya:
- Identifikasi Jenis Barang: Pastikan barang termasuk dalam kategori barang mewah sesuai PMK Nomor 15 Tahun 2023. Misalnya, hunian dengan harga jual di atas Rp30 miliar.
- Hitung PPN 12%: Kalikan harga barang dengan tarif 12%. Contohnya, untuk rumah mewah seharga Rp30 miliar, nilai PPN-nya adalah Rp3,6 miliar.
- Tambahkan PPnBM: Jika barang juga dikenakan PPnBM, tambahkan nilai tersebut ke harga akhir. Untuk rumah mewah dengan PPnBM 20%, tambahan pajaknya adalah Rp6 miliar.
Dengan langkah ini, total harga rumah menjadi Rp39,6 miliar, termasuk semua pajak yang berlaku.
4. Masa Transisi dan Peraturan Baru
Kebijakan ini juga mengatur masa transisi khusus untuk pengusaha retail. Berdasarkan PMK Nomor 131 Tahun 2024, masa transisi berlaku pada Januari 2025. Selama masa ini:
- Barang Mewah: PPN dihitung menggunakan nilai lain (11/12) x nilai transaksi.
- Barang Non-Mewah: Tetap mengikuti skema nilai lain (11/12).
Mulai Februari 2025, semua transaksi barang mewah dikenakan tarif penuh 12% berdasarkan harga jual atau nilai impor tanpa penyesuaian. Masa transisi ini bertujuan memberikan waktu adaptasi bagi pelaku usaha terhadap aturan baru.
5. Apa Saja Kategori Barang Mewah yang Terdampak?
Barang mewah yang dikenakan PPN 12% diatur secara rinci dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023, dengan empat kategori utama:
- Hunian Mewah: Rumah atau apartemen dengan harga di atas Rp30 miliar.
- Kendaraan Udara: Seperti helikopter dan pesawat non-komersial.
- Senjata Api: Senjata api tertentu yang tidak digunakan untuk keperluan negara.
- Kapal Pesiar: Termasuk yacht dan kapal ekskursi.
Setiap kategori memiliki tarif PPnBM tambahan yang berbeda, mulai dari 20% hingga 75%, tergantung jenis barang.
6. Apa tujuan pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% untuk barang mewah?
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memastikan prinsip tarif tunggal dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tetap konsisten, sekaligus memaksimalkan penerimaan pajak dari konsumsi barang-barang mewah.
7. Bagaimana cara menghitung PPN untuk barang non-mewah?
Untuk barang non-mewah, pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan dengan tarif yang menarik, yakni 12% dari nilai yang dihitung dengan cara unik: 11/12 dari harga jual atau nilai impor.
8. Apa dampaknya bagi konsumen barang mewah?
Harga barang-barang mewah kini dipastikan akan melambung tinggi akibat penerapan tambahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
9. Apakah barang mewah masih bisa dijual tanpa pajak?
Semua barang mewah yang termasuk dalam kategori PMK Nomor 15 Tahun 2023 kini harus siap-siap dikenakan pajak yang cukup signifikan, yakni PPN sebesar 12% ditambah dengan PPnBM.