Sejarah Libur Sekolah Sebulan Penuh saat Ramadan, Dari Era Kolonial hingga Gus Dur
Ilustrasi sekolah
Kapanlagi.com - Belakangan ini, perbincangan mengenai libur sekolah selama Ramadan kembali menjadi sorotan, terutama menjelang kebijakan pemerintah yang direncanakan untuk tahun 2025. Isu ini mengundang nostalgia bagi banyak orang, mengingat kembali masa-masa ketika sekolah diliburkan selama sebulan penuh di berbagai era pemerintahan.
Sejarah mencatat bahwa kebijakan libur sekolah selama Ramadan bukanlah hal yang asing. Dulu, di era kolonial Belanda dan pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur, libur penuh ini menjadi kenyataan. Namun, di bawah pemerintahan Presiden Soekarno, kebijakan ini sempat dibatasi, dan di masa Presiden Soeharto, libur sekolah selama Ramadan dihentikan karena dianggap sebagai "pembodohan".
Kini, isu libur sekolah kembali mencuat, tetapi pemerintahan Presiden Prabowo memutuskan untuk tidak menerapkan libur sebulan penuh. Sebagai gantinya, mereka menawarkan libur selama sepekan di awal Ramadan. Lalu, bagaimana sebenarnya perjalanan sejarah libur sekolah selama sebulan penuh di bulan suci ini? Mari kita simak informasi selengkapnya yang dirangkum oleh Kapanlagi.com pada Rabu, 22 Januari.
Advertisement
1. Libur Ramadan Penuh Pernah Berlaku di Era Kolonial Belanda
Dalam catatan sejarah yang menarik, museumkepresidenan.id mengungkapkan bahwa pada masa penjajahan Belanda, pemerintah kolonial menerapkan kebijakan libur selama sebulan penuh di bulan Ramadan, sebuah langkah yang mencerminkan pemahaman mereka akan kebutuhan masyarakat pribumi yang mayoritas beragama Islam. Meskipun tidak semua lembaga pendidikan mendapatkan perlakuan serupa, siswa dari Hollandsch Inlandsche School (HIS), termasuk Hogere Burgerschool (HBS) dan Algemeene Middelbare School (AMS), diizinkan untuk menjalani ibadah puasa dengan khusyuk.
Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan waktu bagi umat Muslim, tetapi juga sebagai strategi untuk menjaga stabilitas sosial di tengah masyarakat yang tengah menjalankan ibadah puasa. "Kebijakan libur puasa telah diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada sekolah binaan mereka dari tingkat dasar (HIS) sampai tingkat menengah ke atas (HBS dan AMS)," tulis laman tersebut, menyoroti betapa pentingnya bulan suci bagi kehidupan masyarakat saat itu.
(Update terbaru Ammar Zoni, bakal dipindah dari Nusakambangan ke Jakarta.)
2. Disesuaikan di Era Presiden Soekarno
Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno memperkenalkan kebijakan cerdas yang mengubah cara masyarakat menjalani bulan suci Ramadan. Dengan bijak, pemerintah menjadwalkan ulang berbagai kegiatan resmi dan non-resmi, memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk beribadah dengan tenang.
Sekolah-sekolah tidak sepenuhnya diliburkan, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan spiritual bulan Ramadan, di mana beberapa hari libur diberikan di awal dan akhir bulan suci, sementara hari-hari lainnya tetap digunakan untuk kegiatan pendidikan yang sejalan dengan semangat keagamaan.
Kebijakan ini menunjukkan visi Soekarno yang berusaha menciptakan keseimbangan antara pendidikan nasional dan penghormatan terhadap tradisi agama mayoritas, dan disambut positif oleh masyarakat yang merasa mendapatkan fleksibilitas tanpa mengorbankan proses belajar mengajar.
3. Kebijakan di Era Presiden Soeharto
Di tengah perubahan zaman, Presiden Soeharto mengambil langkah berani dengan memangkas durasi libur Ramadan demi meningkatkan produktivitas pendidikan. Di bawah arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, kebijakan ini diresmikan melalui Surat Keputusan No. 0211/U/1978, yang menekankan pentingnya memanfaatkan waktu libur untuk kegiatan yang lebih bermanfaat.
Dengan tegas, Daoed menyatakan bahwa libur panjang seperti yang diberlakukan pada masa kolonial hanya akan menghambat semangat pembangunan nasional dan berpotensi menjadi ajang pembodohan. Meskipun menuai kritik tajam dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai kalangan, kebijakan tersebut tetap dilaksanakan hingga akhir era Soeharto, dengan fokus utama pada efisiensi pendidikan yang menjadi landasan keputusan tersebut.
4. Libur Sebulan Penuh Kembali di Era Gus Dur
Ketika Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur, memimpin Indonesia, ia menghidupkan kembali kebijakan libur Ramadan selama sebulan penuh pada tahun 1999. Dengan memberikan kebebasan kepada sekolah untuk meliburkan siswa, Gus Dur mengimbau agar mereka mengisi waktu tersebut dengan kegiatan pesantren kilat, sehingga para pelajar dapat memperdalam pengetahuan agama dan menjalankan ibadah dengan lebih khusyuk.
Kebijakan ini tidak hanya mencerminkan perhatian Gus Dur terhadap kebutuhan spiritual umat Muslim, tetapi juga menjadi simbol toleransi dan penghormatan terhadap keragaman agama di tanah air. Sayangnya, era Megawati Soekarnoputri membawa perubahan, di mana pendekatan serupa dengan masa Soeharto kembali diterapkan, mengubah wajah kebijakan tersebut.
5. Kebijakan Libur Ramadan 2025 dalam SKB 3 Menteri
Pada tahun 2025, pemerintah Indonesia akan menghadirkan kebijakan menarik melalui Surat Edaran Bersama (SEB) tiga menteri yang mengatur jadwal pembelajaran selama bulan Ramadan. Kegiatan belajar di sekolah akan berlangsung dari 6 hingga 25 Maret, sementara untuk pembelajaran mandiri dijadwalkan pada 27-28 Februari dan 3-5 Maret. Libur bersama Idul Fitri pun akan dimulai pada 26 Maret hingga 8 April, memberikan kesempatan bagi siswa untuk merayakan hari berbahagia ini bersama keluarga.
Kebijakan ini tidak hanya menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara pendidikan dan kebutuhan spiritual siswa, tetapi juga mendorong sekolah untuk menggelar kegiatan yang memperkuat iman, seperti pesantren kilat dan kajian keagamaan. Dengan langkah ini, diharapkan siswa dapat tetap produktif selama Ramadan tanpa mengabaikan kesempatan untuk mendalami nilai-nilai spiritual.
"Di dalamnya juga nanti ada klausul yang mengatur bagaimana para murid yang beragama selain Islam," ungkap Mendikdasmen Abdul Mu'ti, sebagaimana dilansir ANTARA.
6. Kapan pertama kali libur Ramadan sebulan penuh diterapkan?
Pada masa kolonial Belanda, terciptalah sebuah tradisi yang menarik: libur Ramadan yang berlangsung selama sebulan penuh. Inilah momen bersejarah ketika masyarakat merayakan bulan suci dengan semangat yang menggebu, menjadikan setiap harinya penuh makna dan kebersamaan.
7. Apa yang membedakan kebijakan libur Ramadan Gus Dur dengan Soeharto?
Gus Dur mengambil langkah berani dengan memberikan libur penuh selama sebulan, sementara Soeharto memilih pendekatan yang lebih ketat dengan membatasi waktu libur hanya beberapa hari.
8. Apa tujuan utama kebijakan libur Ramadan 2025?
Kebijakan ini hadir sebagai jembatan yang menghubungkan pendidikan formal dengan kebutuhan spiritual umat selama bulan suci Ramadan, menciptakan harmoni yang seimbang antara pengembangan ilmu pengetahuan dan penguatan iman.
9. Apakah libur sebulan penuh selama Ramadan akan kembali diterapkan?
Saat ini, gagasan libur penuh selama Ramadan hanya tinggal angan, karena pemerintah lebih memilih pendekatan kombinasi antara pembelajaran di sekolah dan kegiatan mandiri.
(Hari patah hati se-Indonesia, Amanda Zahra resmi menikah lagi.)
(kpl/srr)
Advertisement
