3 Contoh Cerpen Tentang Ibu, Kisah Menyentuh dan Penuh Makna

Diterbitkan:

3 Contoh Cerpen Tentang Ibu, Kisah Menyentuh dan Penuh Makna
Ilustrasi (credit: pexels)

Kapanlagi.com - Cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu karya sastra yang populer dan banyak diminati. Sama seperti novel, cerpen juga mempunyai cerita yang beragam. Kalian bisa menemukan cerita pendek dengan kisah yang penuh makna dan menyentuh. Cerpen tentang ibu adalah salah satu contohnya.

Sesuai dengan namanya, cerpen tentang ibu menampilkan cerita tentang sosok seorang ibu yang penuh jasa bagi anaknya. Seperti yang kita tahu, ibu menjadi seorang yang lekat dengan sosok yang penuh kasih. Karenanya, cerita tentang ibu jadi kisah yang hampir selalu menyentuh hati banyak orang.

Bagaimana, tertarik membaca cerpen dengan kisah menyentuh tentang ibu? Jika iya, langsung saja simak beberapa contohnya berikut ini.

 

1. Cerpen tentang Ibu Singkat Penuh Makna

Seperti yang telah disebutkan di awal, cerpen tentang ibu menyajikan kisah yang menyentuh dan penuh makna. Karenanya meski hanya singkat, cerita pendek tentang ibu tetap bisa membuat terharu dan bikin hati terasa hangat. Berikut contoh cerpen tentang ibu yang singkat tapi penuh makna.

Kado Terbaik

(karya: Asri S)

Ruri berjalan gontai menuju rumahnya. Dia baru berpapasan dengan Zahira yang membawa kue mini untuk Ibunya. Kue itu memang cantik, dengan gambar Ibu dan anak kartun dari whipping cream merah muda.

Akan tetapi, Ruri sempat menguping saat Zahira berkata harga kue itu lebih dari uang saku miliknya, bahkan setara saat dia mengumpulkannya selama sebulan.

Dengan begitu, Ruri mengerti dia tidak bisa memberikan kue cantik untuk ibunya. Bocah kelas 4 SD itu lalu menimang-nimang untuk memberi hadiah hari Ibu pada bulan berikutnya.

Namun, Ruri benar-benar tidak tahu apakah bulan depan dia tetap layak merayakan hari Ibu. Pasalnya menurut paparan gurunya Hari Ibu datang setahun sekali. Lantas, apakah Ruri pantas untuk menunda-nunda perayaan hari Istimewa tersebut?

Tanpa disangka kaki kecilnya telah sampai di teras. Kemudian pemilik rambut keriting itu mengintip seseorang dari lubang di bilik bambu rumahnya. Tampaknya neneknya masih tidur sehingga Ruri tidak perlu repot-repot menyiapkan makan siang.

Kemudian Ruri cepat-cepat berlari ke halaman belakang, lalu melewati jalan setapak hingga menemukan sungai yang keruh. Di sana ada jembatan sempit yang dinding-dindingnya tampak ditumbuhi oleh lumut.

Kaki kecilnya lantas terus melangkah dengan antusias hingga menemukan pusara ibunya di antara ratusan pusara warga Desa.

"Kata Bu Guru hari ini adalah hari Ibu. Selamat hari Ibu ya ibuku tersayang," katanya sambil mencium pucuk pusara ibunya.

"Aku ingin membeli kue cantik, Bu. Aku akan memberikannya untuk nenek bulan depan. Sedangkan ibu akan mendapat Alfatihah istimewa dariku hari ini," tambahnya.

Setelah itu, Ruri kembali ke rumah untuk merawat neneknya.

 

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. Cerpen tentang Ibu Happy Ending

Cerpen tentang ibu banyak berkisah tentang hubungan ibu dan anak yang hangat dan penuh makna. Sosok ibu bisa jadi sumber kebahagiaan bagi anak-anaknya. Begitu pula, anak yang bisa jadi sumber semangat bagi sang ibu. Cerpen tentang ibu yang menunjukkan hubungan hangat penuh kasih, umumnya mempunyai ending yang bahagia (happy ending).

Berikut contoh cerpen tentang ibu yang happy ending.

Payung-Payung Impian

(karya: Hadi Pranoto)

Ibu adalah pedagang payung. Bangunan kecil dibuat di halaman rumah. Itulah warung Ibu. Di depannya dipasang spanduk bertuliskan "Payung-payung Impian". Itulah nama warung payung Ibu.

Payung warna-warni bergantungan di sekeliling tembok warung. Ada juga payung yang dibuka. Calon pembeli biasanya bergaya memakai payung sambil bercermin. Ibu memang memasang cermin besar di dinding.

Pulang sekolah, aku sering menemani Ibu menjaga warung payung.

"Bu, kenapa warung kita dinamai Payung-payung Impian?" tanyaku suatu hari.

"Kan, itu ide dari Kinan sendiri," jawab Ibu.

Aku tersenyum mengingat pengalaman setahun lalu.

Sudah 2 tahun Ibu membuka warung payung. Awalnya karena Ayah meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Beberapa bulan setelah bersedih terus, Ibu memutuskan untuk membuka warung payung.

Payung berbagai ukuran, berbagai corak dan warna, dikirim dari pengrajin payung kenalan Ibu. Setiap hari Ibu membuka warung dari pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore. Walau tidak ada pengunjung, Ibu selalu membuka warungnya. Aku sering bersedih bila sampai siang saat aku pulang sekolah belum ada seorang pun calon pembeli yang datang.

Karenanya, setelah pulang sekolah aku sering menemani Ibu menunggui warung. Sebenarnya sejak naik ke kelas 5 SD, aku semakin sibuk. Ekstrakulikuler menggambar yang aku ikuti sejak kelas 2 membuatku semakin rajin ke sekolah. Ya, karena saat pemilihan ketua sebulan yang lalu, aku terpilih menjadi wakil ketua. Aku dan Nina yang menjadi ketua diminta Bu Erum untuk melatih anak-anak baru dalam menggambar sketsa.

"Kalau kamu ada kegiatan di sekolah, tidak usah menemani Ibu." Ibu selalu berkata begitu bila melihat aku ragu-ragu untuk pamit ke sekolah lagi.

"Tapi Kinan kasihan Ibu harus bengong sendirian menunggui payung."

"Tidak apa. Ibu harus belajar lebih bersabar."

Suatu malam Ibu masuk ke kamarku. Buku yang sedang aku baca disimpan di kasur. Pikirku, ini tidak biasa. Kalau Ibu menemani aku tidur, biasanya Ibu masuk setelah aku tertidur. Bukan saat membaca seperti ini. Selepas makan malam Ibu biasanya menjahit kain untuk payung dan memasangkannya ke rangka payung. Ya, selain berjualan, Ibu juga belajar membuat payung sendiri.

"Besok Ibu mau berjualan di pasar kaget Lembang. Biasanya hari Minggu suka ramai pengunjung," kata Ibu.

"Kalau Kinan mau ikut, tidurnya jangan terlalu malam."

"Wah, Kinan pasti ikut, Bu."

Tentu yang ada di pikiranku adalah jalan-jalan menyenangkan ke pasar kaget pada hari Minggu. Seperti dulu waktu Ayah masih ada. Seperti bila Nenek datang berkunjung.

Tapi, perjalanan ke pasar kaget kali ini tidak seperti dulu. Subuh-subuh Ibu sudah membangunkanku. Setelah shalat subuh, kami berdoa semoga payung-payung itu laku. Setelah itu kami sarapan nasi goreng, lalu berangkat dengan membawa 2 tas besar berisi payung-payung.

Tentu saja tidak ringan membawa 2 tas besar berisi payung-payung. Ibu menggendong tas yang satu dengan badan sedikit membungkuk karena berat. Aku sendiri tidak mampu mengangkat tas sendirian. Jadi, ibu menggendong satu tas di pundaknya, dan tangan kanannya membantuku menggotong tas yang satu lagi.

Mencari tempat berjualan di pasar kaget ternyata tidak gampang. Tempat-tempat yang nyaman untuk berjualan sudah ada pemiliknya. Akhirnya Ibu mendapatkan tempat di ujung pasar, dekat lapangan bola. Udara masih dingin, matahari baru tampak semburat merah, tapi kami sudah berkeringat.

Payung-payung pun dipajang. Sebagian dibuka. Semakin siang pengunjung semakin banyak. Tapi sampai pasar kaget ditinggalkan pengunjung, tidak ada satu payung pun yang terjual. Setelah Ibu membeli semangkuk bakso dan kami makan perbekalan nasi, Ibu mengajak pulang.

Sampai di rumah, hari sudah siang. Meski saat ini awal musim hujan, biasanya dari pagi sampai tengah hari udara masih cerah. Aku ke dapur mengambil air putih. Saat masuk lagi ke dalam rumah, aku melihat Ibu menangis.

"Kenapa, Bu?" tanyaku sambil menatap Ibu tidak mengerti. Ibu memeluk aku erat sekali.

"Maafkan Ibu, membawamu ikut susah." Kata Ibu disela isaknya. "Payung-payung ini impian Ibu. Ibu bermimpi bisa membiayai hidup kita, bisa menyekolahkanmu setinggi mungkin. Tapi ternyata tidak gampang berjualan payung."

Karena hujan semakin sering, Ibu memberi aku sebuah payung.

"Bu, boleh kalau payung ini Kinan gambari?" tanyaku. "Sudah lama Kinan bermimpi punya payung yang ada cerita bergambarnya."

"Boleh saja, payung itu sudah jadi milik Kinan."

Aku pun menggambari payung dengan cerita bergambar lucu. Siapa sangka, dua hari kemudian ada 3 orang teman yang mau membeli payung, asal digambari seperti payungku. Ibu menyambut gembira kabar itu. Dia segera sibuk membuat sketsa gambar. Aku membantu mewarnainya.

Oh iya, Ibuku itu pintar menggambar. Sekolahnya dulu adalah Fakultas Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia. Pernah juga Ibu bekerja selama satu tahun di galeri lukisan. Tapi, setelah menikah Ibu berhenti bekerja. Ibu kemudian mengajari aku menggambar sejak aku usia 2 tahun.

Sejak itu, payung yang digambari cergam lucu semakin banyak yang memesan. Teman-temanku berfoto selfie dengan payung-payung itu di internet. Akibatnya, payung di toko semakin laku. Dan pemesanan lewat internet membuat kami semakin sibuk.

"Kita namai saja warung kita itu payung-payung impian," kata Ibu suatu waktu.

Aku mengacungkan jempol. Lalu kami berpelukan. Kami bersyukur, warung Payung-payung Impian sekarang sudah banyak pelanggannya.

 

3. Cerpen tentang Ibu Sad Ending

Namun cerpen tentang ibu ternyata tak melulu happy ending. Ada juga cerpen tentang ibu yang menampilkan kisah berujung pada kesedihan (sad ending). Biasanya, cerpen-cerpen sad ending tersebut mempunyai akhir cerita yang menyentuh. Berikut salah satu contoh cerpen tentang ibu sad ending.

Pesan dari Ibu

(karya: Azharia)

Embun di pagi buta, ibu membangunkan Tiara dan Tito untuk segera bergegas berangkat sekolah. Tiara dan Tito sedang rapi-rapi untuk pergi ke sekolah sedangkan ibu mempersiapkan sarapan untuk Tiara dan Tito.

Setiap hari Tiara dan Tito pegi ke sekolah berjalan kaki, terkadang mereka dianterin oleh ayahnya menggunakan motor. Ibu setiap hari berjualan kue keliling dari daerah rumah sampai pasar, sedangkan sang ayah bekerja sebagai tukang ojek.

Tiara sekarang duduk di bangku 7 SMP, sedangkan Tito duduk di bangku 5 SD. Tito anak yang sangat pintar dari kelas 1 sampai sekarang ia sering mendapatkan ranking, sampai-sampai ia ikut lomba matematika dan mendapatkan juara 2. Tiara juga anak yang pintar ia sering mendapatkan ranking 1, ia juga pernah ikut lomba IPA, matematika. Sekolahan Tiara dan Tito berdekatan.

Ibu berangkat berjualan kue, harga kuenya cukup murah dari harga Rp 2.000 sampai harga Rp 4.000. Setiap berjualan ibu membawa 50 kue dan terkadang juga lebih membawa kuenya. Kue ada yang titipan orang, dan sebagian buatan ibu. Sebelum berangkat berjualan ibu mengambil kue titipan Bu Jidah. Hasil jualan tersebut ibu tabung untuk biaya kuliah anaknya. Ibu pun mulai berjualan keliling, dari daerah rumah sampai pasar tapi sayangnya dari tadi tidak ada yang membeli kue ibu.

Adzan zuhur berkumandang, ibu pun bergegas untuk salat zuhur. Ibu meninggalkan kue di depan masjid. Saat ibu sedang salat, banyak orang yang membeli kue tersebut. Ibu tidak mengkhawatirkan kue yang ada di depan masjid, ibu pun tetap melanjutkan salat. Selesai salat ibu berdoa, "Ya Allah, semoga Tiara dan Tito bisa menjadi anak yang soleh dan sholeha. Dan semoga mereka bisa jadi anak yang sukses, bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Amin."

Selesai berdoa bahu ibu dipegang oleh seorang wanita cantik. Wanita itu membawa kue yang ibu jual ke dalam masjid. "Permisi bu, ini dagangan ibu bukan?" tanya wanita tersebut.

"Iya ini dagangan saya. Maaf, neng ini siapa ya, saya nggak pernah liat neng di sini?" jawab ibu sambil heran.

"Saya Tina bu, kebetulan tadi saya abis pulang kuliah. Saya mampir dulu ke masjid untuk salat, pas saya pengen masuk ke masjid, saya melihat dagangan kue. Sebelum salat saya jualin kue ibu, dan Alhamdulilah kue ibu habis," jawab Tina.

"Terima kasih ya neng, udah jualin kue saya, ini buat neng karena neng sudah bantu saya jualan kue," jawab ibu sambil memberi uang ke Tina.

"Tidak usah bu, saya ikhlas membantunya," jawab Tina.

"Ya udah ya neng, saya duluan," ucap ibu.

"Iya bu, hati-hati di jalan," jawab Tina.

Ibu pun pulang ke rumah, sesampai di rumah ternyata sih Tiara dan Tito sudah sampai duluan sebelum ibu pulang.

"Ibu ke mana aja sih, dari tadi kita tuh cari ibu ke mana-mana," tanya Tiara dengan kesal.

"Ibu tadi salat dulu di masjid," jawab ibu dengan sabar.

"Ya udah, sekarang makanannya mana?" tanya Tiara.

"Jangan makanan yang kemarin ya!" ucap Tito.

"Kalo makanan tadi pagi mau gak, Nak?" tanya ibu.

"Kenapa sih, setiap hari pasti ibu bilang makanan tadi pagi mau gak nak gak ada kata-kata lain apa?" sentak Tiara.

"Udah makan seadanya aja ya, Nak," jawab ibu dengan sabar.

Tiara pun menuju meja makan bersama Tito, sedangkan ibu masuk kamar. Di kamar ibu menangis "Kenapa anak-anakku durhaka ya Allah, apa salahku?"

Di saat ibu sedang menangis, Tiara memanggil ibu dengan suara lantang "Ibu... ini masakan udah basi tau."

Ibu pun menuju ruang makan sambil menghapus air mata. "Ada apa Tir?" tanya ibu.

"Ini tuh makanan udah basi, masih aja disimpan," sentak Tiara.

"Tadi pagi baru ibu masak nak," jawab ibu.

"Ibu duduk sekarang, Ibu coba makanan tadi pagi masih enak atau gak?" sentak Tiara.

Ibu pun mengikuti perintah tiara, ibu pun duduk dikursi dan ibu juga memakan mkanan tadi pagi. Ibu tidak bisa tahan nangis, disaat ibu makan ibu mengeluarkan air mata dan hati ibu sangat pedih dimarahi oleh anaknya sendiri.

"Ibu kenapa nangis?" tanya Tiara.

"Ibu gak papa kok," jawab ibu.

"Kalo ibu gak papa kenapa nangis, sekarang habisin tuh makanan," sentak tiara. Ibu pun menghabiskan makanan tadi pagi.

"Sekarang Tiara mau tidur dulu, dan satu lagi jangan ganggu," sentak Tiara. Ibu hanya mendengarkan apa yang Tiara kata kan, hampir setiap hari ibu disentak Tiara, tapi ibu tetap sabar dan tabah.

Adzan ashar berkumandang, ibu membangunkan tiara "Tir, bangun udah ashar. Salat dulu Tir," ucap ibu, tapi tiara tidak bangun dari tidurnya.

Hari esoknya, Tiara dan Tito berangkat sekolah tanpa pamitan. Sedangkan ibu hari itu sedang sakit gara-gara makanan kemarin. Tapi ibu menahan sakitnya di depan anak-anaknya. Ibu menjalankan tugas-tugasnya seperti biasa. Ibu mulai berjualan keliling meskipun ibu sedang sakit tapi ibu terus berjuang demi anak-anaknya. Saat ibu sedang berjualan, ibu kena lemparan batu di bagian kepala. Kepala ibu berdarah, dan ibu ditolong oleh warga. Ibu pun dibawa ke rumah sakit. Sudah satu jam ibu tidak sadarkan diri.

Tiara dan Tito sudah pulang sekolah mereka mencari-cari ibu "Ibu, Ibu di mana sih. Kebiasaan banget hilang," ucap Tiara dengan kesal.

Salah satu seorang warga lewat depan rumah tiara dan tito, warga tersebut menghampiri Tiara dan Tito, "Tiara ibumu masuk rumah sakit," ucap warga.

"Ibu masuk rumah sakit, gak mungkin ibu masuk rumah sakit?" jawab Tiara.

"Kata dokter ibumu keracuan makanan, dan kepala ibumu juga berdarah," ucap warga.

Tiara dan Tito pun ikut salah satu warga ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit, Tiara dan Tito pun kaget melihat kondisi ibunya. Tiara dan tio pun masuk ke ruangan.

"Ibu, sadar Bu, maafin Tiara kalo selama ini suka ngebentak Ibu," ucap Tiara.

"Bu… Tito sayang ibu, ibu jangan tinggalin Tito," ucap Tito.

"Tiara juga sebenarnya juga sayang Ibu, Tiara bukan anak durhaka Bu," ucap Tiara.

Ibu mensadarkan diri. "Tiara, Tito, ibu sudah tidak kuat lagi," ucap ibu.

"Ibu kenapa ngomong seperti itu?" tanya Tito.

Ibu menyuruh Tiara dan Tito mendekat, "Tiara Tito, ibu mempunyai pesan untuk kalian, dan tolong pesan ini disimpan baik-baik di hati kalian."

"Ibu ingin kalian jadi anak yang sukses, selalu ingat kepada Allah, selalu berbuat baik, kalian harus saling membantu. Maafkan ibu selama ini ibu belum bisa mendidik kalian menjadi anak yang benar. Dan satu lagi Tiara kamu tolong jagain Tito, dan Tito tolong jagain kakak Tiara," ucap ibu.

Ibu pun menutup matanya untuk selama-lamanya. "Ibu.. Ibu...," panggil Tiara sambil menangis.

"Ibu bangun Bu, Tiara gak mau ditinggal ibu," Tito menangis tak kalah kencang.

Raja siang keluar dari ufuk utara, ibu dimakamkan di dekat rumah. Tiara dan Tito masih menangis sejak tadi. Tito mengadzankan mayat ibunya. Sesudah dikubur, semua orang sudah pulang, kecuali Tito, Tiara dan paman. Tiara dan Tito menyesal apa yang terjadi selama ini.

Itulah di antaranya 3 contoh cerpen tentang ibu yang penuh makna dan menyentuh. Gimana menurut kalian, cerpen mana yang paling menyentuh?

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)