Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Tantrum pada anak sering kali menjadi sumber kekhawatiran bagi orang tua. Namun, tahukah Anda bahwa perilaku ini sebenarnya adalah bagian dari proses perkembangan emosi anak? Tantrum adalah luapan emosi yang bisa berupa ledakan kemarahan atau frustrasi yang tak terkontrol, ditandai dengan teriakan, tendangan, hingga tangisan yang sangat kuat. Terutama pada balita, tantrum sering kali menjadi cara mereka berkomunikasi untuk menyampaikan ketidaknyamanan atau frustrasi yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Menurut informasi dari Cleveland Clinic, tantrum dapat muncul dalam bentuk fisik, verbal, atau bahkan kombinasi keduanya. Perilaku ini biasanya terjadi ketika anak menginginkan sesuatu yang sulit diungkapkan atau sedang mencari perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Meskipun umumnya frekuensi tantrum akan berkurang seiring bertambahnya usia, penting bagi orang tua untuk memperhatikan jika tantrum tersebut menjadi terlalu intens atau berkepanjangan. Dengan pemahaman yang tepat, kita dapat membantu anak mengelola emosi mereka dengan lebih baik!
Advertisement
Menurut informasi yang dihimpun pada Kamis (7/11), terdapat beberapa faktor menarik yang membuat anak balita rentan mengalami tantrum.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Anak-anak, khususnya balita, sering kali terjebak dalam rasa frustrasi yang mendalam. Mengapa? Karena mereka belum memiliki kemampuan bahasa yang cukup untuk mengungkapkan apa yang mereka inginkan. Situasi ini sering kali menjadi pemicu tantrum, di mana si kecil merasa kecewa dan marah ketika orang dewasa tidak dapat memahami keinginan mereka.
Seiring bertambahnya usia, anak-anak mulai merasakan dorongan untuk mendapatkan lebih banyak kebebasan dan kemandirian dalam melakukan berbagai hal. Namun, ketika harapan ini tidak terwujud, tantrum pun muncul sebagai reaksi terhadap batasan yang mereka alami. Ini adalah momen di mana dunia anak dan orang dewasa seolah terpisah, dan komunikasi menjadi kunci untuk menjembatani kesenjangan tersebut.
Advertisement
Tantrum sering kali menjadi "senjata" anak untuk menarik perhatian orang tua. Ketika si kecil merasa diabaikan, ledakan emosi yang dikenal sebagai tantrum bisa menjadi cara yang cukup efektif—meskipun tidak selalu positif—untuk mendapatkan perhatian dari orang dewasa di sekitarnya. Di fase perkembangan ini, wajar bagi anak-anak untuk menginginkan perhatian yang lebih intensif.
Menarik perhatian ini bisa dilakukan anak berulang kali, terutama jika tantrum sebelumnya berhasil membuat orang tua atau pengasuh memenuhi keinginannya. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami pola perilaku ini dan merespons dengan bijak. Dengan begitu, mereka dapat mencegah terbentuknya kebiasaan yang sulit untuk dikendalikan di kemudian hari.
Di usia yang masih belia, anak-anak tengah berusaha menyesuaikan diri dengan berbagai rutinitas dan tanggung jawab, seperti merapikan mainan atau tidur siang. Namun, saat mereka dihadapkan pada aktivitas yang kurang mereka sukai, tak jarang mereka meluapkan emosi melalui tantrum sebagai cara untuk menghindar.
Tak hanya itu, ada kalanya tantrum muncul karena si kecil merasa terbebani atau kewalahan. Ini bisa terjadi ketika mereka merasa tugas yang diminta terlalu sulit atau saat kondisi fisik mereka tidak mendukung untuk menjalani aktivitas tersebut.
Kelaparan dan kelelahan sering kali menjadi penyebab utama tantrum pada si kecil, terutama balita. Ketika tubuh mereka kehabisan energi atau perutnya keroncongan, kestabilan emosi anak dapat terganggu, membuat mereka lebih mudah marah atau frustrasi.
Saat anak merasa lapar atau kelelahan, mereka menjadi lebih sensitif terhadap ketidaknyamanan yang bisa memicu ledakan emosi. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menjaga pola makan dan waktu istirahat anak agar tantrum yang berlebihan dapat dihindari. Dengan perhatian yang tepat, kita bisa membantu mereka tetap ceria dan bahagia!
Beberapa tanda tantrum pada anak perlu mendapatkan perhatian lebih, terutama jika intensitasnya tinggi atau berlangsung hingga usia di mana seharusnya mereka sudah bisa mengendalikan emosi dengan lebih baik. Menurut informasi dari Hopkins Medicine, tantrum yang berkepanjangan atau disertai gejala tertentu dapat menjadi sinyal adanya masalah yang lebih serius dalam perkembangan emosional anak.
Berikut adalah ciri-ciri tantrum yang sebaiknya mengundang konsultasi profesional:
1. Tantrum yang tidak kunjung mereda atau malah semakin parah setelah usia 4 tahun. 2. Ledakan emosi yang terjadi berulang kali dalam sehari dan sulit untuk diredakan. 3. Anak melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri atau orang lain saat tantrum. 4. Perilaku agresif atau menahan napas hingga kehilangan kesadaran. 5. Anak mengeluhkan masalah fisik seperti sakit kepala atau nyeri perut saat mengalami tantrum. 6. Kesulitan yang terus-menerus dalam mengelola emosi, sehingga mengganggu aktivitas sosial, belajar, atau keseharian mereka.
Jika Anda melihat tanda-tanda ini, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional demi kesehatan emosional anak Anda!
Apakah tantrum pada anak itu normal?
Ya, tantrum adalah bagian dari perkembangan emosi pada anak, terutama di usia 1-4 tahun. Seiring bertambahnya usia, intensitas tantrum biasanya akan berkurang.
Orang tua perlu memperhatikan jika tantrum pada anak berlangsung lebih dari 15 menit, terjadi berulang dalam sehari, atau jika tantrum tetap intens setelah anak berusia 4 tahun.
Orang tua bisa mencoba teknik menenangkan seperti memberi pelukan, mengalihkan perhatian, atau memberikan jeda waktu untuk menenangkan diri.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/moy)
Advertisement