Kapanlagi Plus - MS (13) korban perundungan atau bullying di Kota Malang terus menangis setiap melihat jarinya yang diamputasi. Jari korban harus diamputasi lantaran jaringannya sudah mati dan menghitam.
"Kalau secara fisik sudah jauh lebih baik dari saat pertama masuk rumah sakit. Bahkan pasca operasi, fisiknya sudah baik, cuma kami fokus ke psikisnya. Karena selalu nangis kalau lihat jarinya, apalagi setelah diamputasi," kata Taufik, paman korban di Rumah Sakit Lavalette Kota Malang, Rabu (5/1/2020).
"Tidur gitu, kalau bangun lihat jarinya, ya nangis, karena dia syok dan dia berpikir gimana kalau aku ke sekolah. Sekarang menjadi anak cacat, rasanya dia itu, " sambungnya.
Taufik, om korban © KapanLagi.com/Darmadi Sasongko
Kata Taufik, keponakannya itu masih mengalami trauma psikis pada lingkungan. Ketika bersama keluarga masih bergurau dan bercerita seperti kebanyakan anak-anak dengan keluarga."Tetapi begitu mendengar suara orang lain, orang luar, dia lihat jarinya gitu langsung menangis," tegasnya.
"Rencana dipotong cuma satu ruas jari. Tetapi jari tengah secara jaringannya sudah mulai mati akhirnya diputuskan yang diampuni dua ruas," tegasnya.
© KapanLagi.com/Darmadi Sasongko
Sementara itu, Polresta Malang Kota meningkatkan status kasus perundungan atau bullying ke tahap penyidikan. Kasus tersebut dinilai telah memenuhi unsur setelah ditemukan dua alat bukti yakni keterangan saksi dan hasil visum."Sampai dengan saat ini kami telah menaikkan status dari penyelidikan, kita naikkan ke tahap penyidikan," tegasnya Kombes Pol Leonardus Simamarta, Kapolresta Malang Kota di Rumah Sakit Lavalette Malang.
"Insya Allah (tersangka) kita nanti akan mencari peran daripada terduga tadi, apakah dari tujuh itu siapa yang betul-betul melakukan dan memang nanti menjadi pelanggar ataupun tersangkanya," katanya.
Kata Leo, polisi telah memeriksa 15 orang saksi. Keterangan para saksi sudah saling menguatkan satu dengan yang lain.
"Tidak ada keterangan sama sekali dalam pemeriksaan kami kaitan dengan gesper tersebut," tegas Leo.
Korban sendiri akan terus mendapat pendampingan hingga dinyatakan sembuh dan oleh psikolog. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) akan melibatkan P2TP2A, Dinas Sosial dan lain-lain.
(kpl/dar/pit)