Apa Hukumnya Jika Utang Puasa Belum Dibayar? Simak Pandangan dari Beberapa Mazhab

Apa Hukumnya Jika Utang Puasa Belum Dibayar? Simak Pandangan dari Beberapa Mazhab
Ilustrasi berdoa (credit: pixabay)

Kapanlagi.com - Bulan suci Ramadhan semakin mendekat, namun masih banyak di antara kita yang belum menunaikan qadha puasa tahun lalu. Beragam alasan seringkali menjadi penghalang, mulai dari sakit, perjalanan jauh, hingga kelalaian yang tak terhindarkan. Namun, tahukah Anda bahwa menunda qadha puasa bisa membawa konsekuensi dalam hukum Islam? Pertanyaan ini selalu muncul menjelang Ramadhan, dan menjadi pembicaraan hangat di kalangan umat Muslim.

Para ulama dari empat mazhab utama—Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali—memiliki pandangan yang berbeda mengenai hukum utang puasa yang belum dilunasi hingga Ramadhan tiba kembali. Sebagian mazhab memperbolehkan qadha tanpa batasan waktu, sementara yang lain mewajibkan fidyah sebagai bentuk tebusan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami hal ini agar pelaksanaan ibadah puasa mendatang dapat berlangsung dengan lancar, tanpa beban tanggungan yang mengganggu.

Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapi situasi ini? Apa yang perlu dilakukan jika utang puasa belum juga terbayar hingga Ramadhan berikutnya? Simak penjelasan berikut ini sebagai pedoman sehingga bisa dipahami dengan baik, dirangkum Kapanlagi.com, Rabu (26/2).

1. Pandangan Mazhab Terhadap Utang Puasa

Mazhab Hanafi memiliki pandangan unik mengenai kewajiban puasa, di mana mereka menegaskan bahwa hanya qadha puasa yang perlu dilakukan tanpa perlu membayar fidyah, meskipun bulan Ramadhan berikutnya sudah tiba. Mereka berargumen bahwa tidak ada hadis kuat yang mendukung kewajiban fidyah dalam situasi ini.

Sementara itu, mazhab lain seperti Maliki, Syafi'i, dan Hambali memiliki pendekatan lebih ketat, di mana mereka sepakat bahwa jika seseorang menunda qadha puasa tanpa alasan syar'i, maka ia wajib mengganti puasa tersebut dan membayar fidyah, yang biasanya setara dengan satu mud makanan pokok per hari puasa yang ditinggalkan.

Mazhab Syafi'i menambahkan bahwa jika penundaan berlangsung selama bertahun-tahun, fidyah harus dilipatgandakan sesuai dengan jumlah tahun yang terlewat. Namun, semua mazhab sepakat bahwa jika ada uzur syar'i, seperti sakit yang berkepanjangan, maka kewajiban untuk qadha dan fidyah menjadi gugur, menunjukkan betapa fleksibelnya hukum Islam dalam menyesuaikan dengan kondisi individu.

(Update terbaru Ammar Zoni, bakal dipindah dari Nusakambangan ke Jakarta.)

2. Melunasi Utang Puasa yang Menumpuk

Bagi mereka yang masih menyimpan utang puasa Ramadhan bertahun-tahun, kini saatnya untuk bertindak! Meskipun tidak ada tenggat waktu yang ketat, melunasi utang puasa secepatnya adalah langkah bijak. Utamakan qadha puasa terlebih dahulu, sebelum memikirkan fidyah jika memang diwajibkan sesuai mazhab.

Dalam penjelasan oleh Syekh M Nawawi Banten disebutkan bahwa terdapat orang-orang yang boleh membatalkan puasanya atau tidak berpuasa, namun wajib mengqadha setelah bulan Ramadhan. Di antaranya adalah orang yang sedang sakit dan ibu yang sedang hamil atau menyusui. Jika qadha puasa Ramadhan tahun lalu belum selesai, sementara Ramadhan akan segera tiba maka orang yang menunda qadha puasanya karena kelalaian hingga Ramadhan berikutnya tiba, mendapat beban tambahan. Mereka wajib membayar fidyah di samping mengqadha puasa yang pernah ditinggalkannya.

والثاني الإفطار مع تأخير قضاء) شىء من رمضان (مع إمكانه حتى يأتي رمضان آخر) لخبر من أدرك رمضان فأفطر لمرض ثم صح ولم يقضه حتى أدركه رمضان آخر صام الذي أدركه ثم يقضي ما عليه ثم يطعم عن كل يوم مسكينا رواه الدارقطني والبيهقي فخرج بالإمكان من استمر به السفر أو المرض حتى أتى رمضان آخر أو أخر لنسيان أو جهل بحرمة التأخير. وإن كان مخالطا للعلماء لخفاء ذلك لا بالفدية فلا يعذر لجهله بها نظير من علم حرمة التنحنح وجهل البطلان به. واعلم أن الفدية تتكر بتكرر السنين وتستقر في ذمة من لزمته.

"Kedua (yang wajib qadha dan fidyah) adalah ketiadaan puasa dengan menunda qadha puasa Ramadhan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadhan berikutnya tiba. Hal itu berdasarkan hadits: “Siapa saja mengalami Ramadhan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).

3. Agar Puasa Tidak Bolong

Bagi sebagian orang yang tanpa sakit, hamil, datang bulan atau menyusui, batalnya puasa karena berbagai alasan seperti lemas, kelelahan, perjalanan jauh ataupun pekerjaan yang berat. Maka terdapat sejumlah tips agar puasa di bulan Ramadhan bisa berjalan dengan baik dan tanpa bolong, sehingga harus mengqadha setelah lebaran. Berikut adalah beberapa tipsnya:

1. Pastikan tidak melewati sahur

2. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh

3. Tidak makan berlebihan

4. Membatasi makanan mengandung gula berlebih

5. Mencegah makanan dengan minyak berlebih

6. Tidur yang cukup

7. Tetap laksanakan olahraga sesuai porsi dan kondisi puasa

8. Konsumsi makanan sehat seperti buah, sayur dan protein.

4. FAQ

1. Apa yang terjadi jika saya tidak mengqadha puasa hingga beberapa tahun?

Jika seseorang menunda qadha selama beberapa tahun berturut-turut tanpa udzur, maka menurut sebagian ulama, fidyah harus dibayarkan setiap tahun yang terlewat.

2. Bagaimana cara membayar fidyah bagi yang menunda qadha?

Fidyah dibayarkan dengan memberi makan orang miskin satu mud makanan per hari puasa yang ditinggalkan.

3. Apakah fidyah bisa digantikan dengan uang?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa fidyah harus diberikan dalam bentuk makanan, bukan uang, meskipun ada pendapat yang memperbolehkan konversi ke uang sesuai harga makanan.

4. Apakah ibu hamil atau menyusui harus membayar fidyah?

Jika ibu hamil atau menyusui tidak berpuasa karena kekhawatiran terhadap bayi atau dirinya, maka mazhab Syafi’i dan Hanbali mewajibkan qadha serta fidyah.

(Hari patah hati se-Indonesia, Amanda Zahra resmi menikah lagi.)

(kpl/rmt)

Rekomendasi
Trending