Hati-Hati, Dampak Sepelekan Cedera Tulang Bisa Berakibat Fatal, Ketahui Pengobatannya

Hati-Hati, Dampak Sepelekan Cedera Tulang Bisa Berakibat Fatal, Ketahui Pengobatannya
Ilustrasi hati-hati, dampak sepelekan cedera tulang bisa berakibat fatal, ketahui pengobatannya (credit: freepik.com)

Kapanlagi.com - Cedera tulang bagi seorang atlet bukan saja berdampak pada kondisi fisik, melainkan psikologis dapat saja terguncang. Seperti hilangnya rasa percaya diri bahkan membuat semangat hidup menurun. Antisipasi perlu dilakukan sedini mungkin jika cedera tulang terjadi berkepanjangan. Sebab, terlambat atau tak tepat penanganan bisa saja berakibat fatal.

Bagi seorang atlet menjaga performa ketika bertanding tentu saja penting dilakukan. Salah satunya dengan latihan serius agar prestasi tetap cemerlang. Namun tidak menuntut kemungkinan mereka kerap mengalami cedera. Ya, cedera tulang memang dapat menyerang siapa saja bahkan untuk atlet dunia sekelas Mohammad Ahsan.

Info dan jadwal dokter ortopedi terbaik di Jakarta, cek selengkapnya.

Menurut Dr. Nicolass Budhiparama, Sp. OT (k) yang merupakan dokter ahli bedah tulang dengan reputasi dunia, RS Medistra, Jakarta, kondisi yang berhubungan dengan degeneratif tulang baik tulang lutut, panggul, tulang belakang, perkapuran tulang, pengeroposan tulang, dan cedera olahraga masih cukup banyak dijumpai.

Namun pada prinsipnya jangan pernah menyepelekan cedera atau rasa nyeri yang timbul pada tubuh. Termasuk rasa sakit dan nyeri pada tulang tubuh seperti bagian lutut, persendian, tulang belakang, dan sebagainya. Sebab masalah kesehatan tulang sedikit banyak berhubungan dengan meningkatnya angka harapan hidup, daya hidup, aktivitas dan faktor genetik.

Seseorang yang kurang melakukan aktivitas bahkan kelebihan berat badan dapat menderita pengeroposan tulang (osteoporosis) dan perkapuran (osteoarthritis) secara bersamaan. Namun untuk mereka yang kerap melakukan aktivitas olahraga, juga sering mengalami cedera olahraga. Jika hal ini terjadi antisipasi dini dengan pengobatan yang tepat perlu dilakukan.

1. Pengobatan Cedera Tulang

(credit: freepik.com)

Pengobatan orthopaedi yakni pengobatan yang berkaitan dengan masalah tulang perlu dilakukan dengan penanganan yang tepat. Menurut dokter Nicolaas sebagai pendiri dan pernah menjabat Presiden IHKS (Indonesian Hip and Knee Society) menekankan agar pengobatan masalah tulang perlu dikonsultasikan pada dokter berdasarkan subspesialisasinya atau sesuai bidang keahliannya.

 "Zaman dulu dokter diibaratkan Superman. Seorang dokter bedah misalnya, bisa menangani sesuai kasus bedah. Sekarang, untuk orthopaedi pun sudah lebih canggih, sudah ada subspesialisasinya. Untuk keluhan dipanggul dan lutut misalnya, sebaiknya dilakukan oleh dokter orthopaedi sesuai keahliannya," ujar dokter ahli bedah khusus panggul dan lutut, serta kedokteran olahraga ini.

Para dokter tersebut bahkan harus mengikuti program (fellow ship) selama 1-2 tahun untuk mendapatkan sertifikat subspsialisasinya agar masalah kesehatan tulang pada pasien bisa ditangani secara tepat. Terutama untuk para atlet professional yang sering mengalami kasus cedera bantalan tulang dan urat besarnya anterior cruciate ligament (ACL) putus.

Dokter Nicolaas menjelaskan bahwa cedera tulang dengan kondisi seperti ini tanpa operasi tidak segampang itu. Sebab harus melihat setiap kasus yang dialami pasien. Penanganan pasien bisa saja dilakukan dengan rehabilitasi dulu, dan dilakukan direnstruksi secara arthroscopy atau tindakan minimalis pasif dengan memasukkan kamera ke bagian sendi tulang. Namun perlu juga mempertimbangkan tingkat kesembuhan setelah dilakukan direnkonstruksi seberapa persen dapat kembali ke performa sebelum cedera.

"Tidak segampang itu. Harus dilihat setiap cedera/ kasus. Bisa dengan rehabilitasi dulu, dan kalau perlu direkonstruksi secara arthroscopy. Perlu dipertimbangkan beberapa persen setelah direkonstruksi bisa kembali ke performa sebelum cedera," ujar dokter Nicolaas.

Sehingga setiap pasien memiliki pengobatan tersendiri dan tidak dapat disamakan. Pengobatan cedera tulang harus dilakukan dengan pemeriksaan klinis yang kompernhensif secara individual dan tiap pasien tidak dapat disamakan.

Bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan tambahan seperti radiologi dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis. Pengobatan ini juga berlaku untuk screening deteksi dini penyakit seperti osteoporosis.

(Setelah 8 tahun menikah, Raisa dan Hamish Daud resmi cerai.)

2. Deteksi Dini Penyakit Osteoporosis

(credit: freepik.com)

Pengeroposan tulang atau osteoporosis dikenal sebagai penyakit yang menyerang secara diam-diam. Sehingga seseorang harus benar-benar menyadari jika mengalami masalah tulang yang tiba-tiba saja terjadi. Sebab penyakit ini tidak menunjukkan gejala apapun.

Untuk mendeteksi dini penyakit osteoporosis dapat dilakukan dengan Bone Mineral Density Test. Sehingga dapat diketahui kondisi tulang seseorang baik dalam keadaan normal, menuju keropos, atau bahkan sudah keropos.

"Dengan pemeriksaan yang tepat, nanti akan terlihat apakah seseorang mengalami tulang keropos, menuju keropos, atau normal," ujar dokter Nicolaas.

Dokter Nicolaas juga menambahkan bahwa perubahan gaya hidup di zaman sekarang untuk mereka yang memasuki usia 40 tahun dianjurkan dilakukan screening. Teknologi canggih seperti MRI dan MSCT (Multi Slice Computed Tomography) yang berada di RS Medistra Jakarta, berperan penting untuk mengetahui diagnosis dan meningkatkan presisi serta keberhasilan dalam terapi harus dilakukan secara berjenjang.

MRI 1.5 Tesla, type HDxT di RS Medistra bisa menunjukkan perbedaan jelas dan sensitive dalam menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh. diantaranya seperti otot, ligament, tendon, tulang rawan, dan ruang sendi.

3. Terapi Kelainan Tulang

(credit: freepik.com)

Terapi pada kelainan othopaedi dikenal sebagai terapi konservatif dan operatif. Terapi konservatif dilakukan dengan edukasi, fisioterapi, pemakaian alat bantu dan pengobatan. Sedangkan terapi oeratif bisa dilakukan dengan operasi konvensional serta dengan Teknik Minimally Invasive Surgery yang merupakan pengembangan dari teknologi sebelumnya.

Seperti jenis plate yang digunakan untuk operasi patah tulang dengan menyesuaikan pola anatomi tulang aslinya. Teknik tersebut memperbarui pengetahuan penanganan kelainan tulang serta tren yang berkembang di dunia

4. Operasi Cedera Tulang

(credit: freepik.com)

Operasi cedera tulang perlu dilakukan jika sudah menganggu aktivitas sehari-hari pasien. Seperti operasi pergantian sendi lutut (tatal knee replacement atau TKR) sangat tergantung kondisi sebelum operasi.

"Untuk normal kembali 100 persen, jelas tidak bisa," ujar dokter Nicolaas yang merupakan lulusan university Hospital, Leiden.

RS Medistra menjadi salah satu leader di Asia Pasifik dalam penanganan penggantian sendi lutut (TKR). Operasi TKR menggunakan bantuan navigasi computer dimulai sejak tahun 2004. Sedangkan pada 2007 RS Medistra berhasil melakukan operasi menggunakan prostesis hyperflex rotating platform yang pertama di Indonesia.

Operasi hyperflex tersebut menjadi protesis generasi terbaru dalam menangani kasus sendi lutut yang rusak diganti dengan fungsi yang lebih baik. Sehingga implant terbaru dan tercanggih dari sistem rotating platform dengan fitur Multi Gradius J-Curve memungkinkan lutut bisa ditekuk dengan lebih baik dan bertahan hingga 25 tahun.

Namun yang paling penting selama cedera tulang masih bisa dilakukan dengan obat-obatan, fisioterapi, dan penanganan yang benar dapat meminimalisir kondisi buruk dari cedera tulang. Sehingga pasien bisa beraktivitas kembali seperti sediakala.

Salah satu buktinya adalah pasangan Ahsan dan Hendra yang bisa menjadi juara dunia tahun 2013 dan 2015 meski sempat cedera tulang beberapa waktu sebelumnya.

Sekali lagi bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati penting dilakukan. Sehingga masyarakat dianjurkan untuk banyak bergerak dengan mempertimbangkan aktivitas yang tepat agar meminimalisir cedera.

(Di usia pernikahan 29 tahun, Atalia Praratya gugat cerai Ridwan Kamil.)

Rekomendasi
Trending