Orangutan Mati Ditembus 130 Peluru, Bukti Habitat Semakin Tidak Kondusif?

Penulis: Tyssa Madelina

Diperbarui: Diterbitkan:

Orangutan Mati Ditembus 130 Peluru, Bukti Habitat Semakin Tidak Kondusif? Courtesy of Borneo Orangutan Survival Foundation/AFP

Kapanlagi.com - Beberapa hari lalu, seekor orangutan ditemukan dalam kondisi kritis oleh warga di area Taman Nasional Kutai (TNK) kawasan Desa Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Sabtu (3/2). Kondisinya yang buruk, membuat orangutan tersebut tidak dapat bertahan hidup. Pada hari Selasa (6/2), orangutan tersebut mati dengan banyak luka menganga di badannya.

Hasil autopsi menyatakan bahwa orangutan tersebut terkena luka tembak. Ditemukan bukti 130 peluru bersarang di badan yang mengakibatkan kedua matanya buta. Tak hanya itu, telapak kaki kiri orangutan tersebut hilang diduga karena sabetan senjata tajam. Manajer Perlindungan Habitat Center for Orangutan Protection (COP) Ramadhani menjelaskan bahwa peristiwa tersebut sampai disorot oleh berbagai media asing.

Orangutan menjadi satwa langka yang harus dilindungi keberadaannya/Courtesy of Borneo Orangutan Survival Foundation/AFP

"Ada media asing dari Jerman, kontak saya. Jadi, 130 peluru ini pecahkan rekor terbanyak ditemukan di tubuh orangutan, setelah kasus 102 peluru di Kalteng tahun 2012 lalu. Selain itu, peristiwa ini kembali terjadi dengan rentang waktu kurang dari 3 pekan, pasca kasus serupa orangutan mati dengan 17 peluru di Kalahien, Kalimantan Tengah," ungkap Ramadhani, seperti dilansir dari Merdeka.

Banyaknya kasus pembunuhan orangutan membuat asumsi bahwa kondisi habitat satwa langka tersebut semakin terancam. Terlebih, kondisi hutan Taman Nasional Kutai (TNK) saat ini sudah tidak sama persis seperti dahulu. Hutan seluas 198.629 hektare semakin menyempit pasca dikelilingi oleh pemukiman dan perkebunan.

Dekat dengan pemukiman warga, habitat orangutan saat ini menjadi tidak kondusif/Courtesy of Borneo Orangutan Survival Foundation/AFP

Kepala Balai Taman Nasional Kutai, Nur Patria Kurniawan tak menampik bahwa kondisi tersebut membuat konflik antara warga setempat dan satwa semakin meningkat. "TNK memang dikelilingi permukiman dan kebun masyarakat, dan luasannya semakin bertambah. Meningkatkan potensi konflik dengan satwa, itu sudah pasti," ujar Patria.

Hingga kini, Patria masih berusaha untuk membatasi area khusus yang dijadikan penelitian orangutan. Namun ia tidak bisa memastikan hal tersebut akan berhasil 100 persen mengingat pergerakan satwa yang tidak mengenal batas. Patria menekankan, satwa memiliki tiga unsur yang membuat mereka nyaman apabila terus terpenuhi.

"Yang penting, satwa itu 3 yang diperlukan. Seperti Cover, Shelter dan Water. Jadi, ketiga itu kalau ada masalah salah satunya, makan satwa itu akan bergerak," tutupnya.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(mdk/tmd)

Rekomendasi
Trending